Survei: Mayoritas Warga tak Dukung Skema Vaksin Berbayar
Responden yang setuju vaksin berbayar memiliki status ekonomi baik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hasil survei Change.org Indonesia, Katadata Insight Center (KIC) dan KawalCOVID19.id menampilkan data mayoritas responden tidak mendukung skema vaksinasi berbayar. Alasannya, karena menganggap vaksin sebagai hak warga di kala pandemi. Selain itu, skema berbayar dianggap tidak adil terhadap warga kurang mampu.
Efraim Leonard, juru kampanye dari Change.org Indonesia menyampaikan, hasil survei ini mengafirmasi dukungan masyarakat yang juga mengalir lewat petisi yang menolak vaksinasi berbayar, termasuk via skema gotong royong. "Sehingga, diharapkan pemerintah bisa segera menerima input dan semakin memperbaiki program vaksinasi ini untuk ke depannya," kata Efraim dalam diskusi daring, Rabu (29/9).
Survei ini disebarkan 6-21 Agustus 2021 secara daring ke seluruh Indonesia dengan melibatkan 8.299 responden menggunakan metode convenience sampling. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 70 persen responden tidak setuju vaksin berbayar. Para responden mengatakan bahwa vaksin merupakan hak warga negara sebanyak 73,9 persen, vaksin berbayar tidak adil bagi yang kurang mampu 67,9 persen dan ada potensi menjadi ladang korupsi di Indonesia 53,5 persen.
Sementara 20,2 persen responden setuju skema vaksin berbayar dengan alasan agar vaksinasi lebih cepat selesai 71,3 persen, agar vaksin gratis diberikan hanya kepada yang tidak mampu 52,4 persen dan agar mengurangi antrian bagi penerima vaksin gratis 49,9 persen. “Di antara responden yang setuju vaksin berbayar, ada kecenderungan semakin senior usianya dan semakin baik status ekonominya, dukungan terhadap skema berbayar semakin tinggi tapi tidak sampai menjadi mayoritas,” kata Head of Katadata Insight Center (KIC) Adek Media Roza.
Sebanyak 86,6 persen responden menyarankan keluarga dan teman-teman mereka untuk divaksinasi dengan frekuensi sesekali sampai hampir tiap hari. Alasan yang paling sering diungkapkan adalah agar orang-orang terdekat mereka terlindungi (78,7 persen), dan agar dapat beraktivitas seperti normal (70,1 persen). "Sebanyak 37,5 persen responden menyatakan orang terdekat mereka ada yang sudah lansia, dan 34,6 persen mengatakan orang terdekat mereka ada yang memiliki mobilitas tinggi karena harus bekerja dari kantor," tutur Adek.
Co-founder KawalCOVID19 Elina Ciptadi mengatakan, pihaknya melihat data ini sebagai indikasi yang baik bahwa responden sadar pentingnya melindungi yang rentan, dan bahwa melindungi diri sendiri saja tidak cukup. Semakin banyak orang di lingkungan sosial mereka yang tervaksinasi, semakin rendah risiko bagi mereka.
Namun ada 13,4 persen atau 1.113 responden yang tidak pernah menyarankan keluarga dan teman-teman mereka untuk divaksinasi. Alasan utamanya adalah memberi kebebasan kepada orang terdekat karena pilihan di tangan masing-masing (81,4 persen). Di antara mereka yang tidak pernah menyarankan lingkungan terdekatnya untuk vaksinasi, 65,9 persen atau 773 memang belum divaksinasi dan 79 persen atau 154 dari mereka merasa tidak ingin divaksinasi.
"Terdapat kecenderungan dimana jika responden sendiri belum dan tidak ingin divaksinasi, mereka tidak akan menyarankannya pada orang lain," ujar Elina.