Faris Dirawat, Brigadir NP Ditahan, Kapolres Siap Mundur
Faris, mahasiswa yang dibanting Brigadir NP sempat muntah-muntah sebelum dirawat.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Rizky Suryarandika, Haura Hafizhah
Sehari setelah dirinya mengaku baik-baik saja saat hadir dalam konferensi pers bersama polisi di Mapolresta Tangerang, MFA (21) mahasiswa yang dibanting oleh Brigadir NP, dirawat di RS Ciputra, Panongan, Tangerang, Banten. Mahasiswa asal UIN Banten tersebut dikabarkan sempat mengalami muntah-muntah dan pegal pada sejumlah bagian tubuhnya.
Hal itu disampaikan oleh Tedi Agus yang merupakan teman MFA yang turut menjaga MFA di rumah sakit. Berdasarkan keterangan Tedi, MFA sempat mengalami kondisi yang cenderung menurun pada Kamis (14/10) petang, sehingga harus rawat inap di RS Ciputra.
"Kalau kondisi tadi pagi karena bangun tidur terus masih kerasa sakit kata dia (MFA) di bagian leher, pundak, sama punggung, terutama leher sama kepala sih. Kemarin malam sempat muntah-muntah," ujar Tedi saat dihubungi Republika, Jumat (15/10).
Namun, Tedi menuturkan, kondisi MFA berangsur membaik pada Jumat (14/10) siang, seiring dengan perawatan medis yang dijalaninya. "Kalau tadi siang sekitar jam 13.30 WIB sudah mulai membaik," lanjutnya.
Berdasarkan penuturan Tedi, MFA sempat agak kesulitan dalam berkomunikasi lantaran tengah menahan rasa nyeri pada beberapa bagian tubuhnya. "Komunikasi masih lancar sedikit kesusahan juga karena emang nahan nyeri aja. Sekarang sudah mulai biasa lagi," jelasnya.
Berdasarkan foto yang dibagikan kepada Republika, tampak MFA tengah berbaring di atas bed rumah sakit dengan mata terpejam. MFA mengenakan alat infus di tangan bagian kiri dan mengenakan alat bantu penyangga tulang leher berwarna cokelat.
Tedi mengatakan, MFA hanya bisa dikunjungi oleh satu orang dari pihak keluarga di ruangannya, sesuai arahan dari pihak rumah sakit. Sejauh ini dia menyebut perawatan dari pihak rumah sakit dinilai baik.
"Kalau perawatan dari rumah sakit cukup bauk karena memang difasilitas sama pihak Pemda. Yang boleh nungguin cuma satu orang itupun keluarganya, saya komunikasi pun tadi kita video call," jelasnya.
MFA pada Rabu (13/10), ikut serta dalam aksi unjuk rasa dilakukan sejumlah kelompok mahasiswa, di depan Kantor Bupati Tangerang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-389 Kabupaten Tangerang. Aksi tersebut berujung ricuh dan menimbulkan adanya insiden kekerasan terhadap salah satu peserta aksi.
Berdasarkan video yang viral di media sosial, tampak sejumlah massa dan petugas keamanan melakukan tindakan saling dorong. Terlihat beberapa massa tersungkur ke aspal saat berlawanan dengan pihak keamanan. Tampak ada seorang peserta aksi unjuk rasa yang dibanting oleh seorang petugas hingga tersungkur dan sempat mengalami kejang-kejang.
Brigadir NP yang membanting MFA telah meminta maaf atas perbuatannya. Ia mengaku akan bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.
“Saya meminta maaf kepada Mas Faris (MFA) atas perbuatan saya dan saya siap bertanggung jawab atas perbuatan saya,” ujar NA dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Rabu (13/10).
Polda Banten melakukan penahanan terhadap oknm Brigadir NP yang merupakan anggota Satreskrim Polresta Tangerang. Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga mengatakan, sejak Rabu (13/10), NP telah diperiksa secara maraton oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri dan Bidpropam Polda Banten. Dia menyebut, sesuai perintah Kapolda Banten, penanganan dan pemberkasan terhadap NP sudah diambil alih sejak Kamis (14/10).
"Saat ini NP telah dilakukan penahanan di ruang tahanan khusus oleh Bidpropam Polda Banten," ujar Shinto dalam keterangannya, Jumat (15/10).
Shinto menjelaskan, atas perbuatannya, NP dikenakan pasal berlapis dalam aturan internal. Sehingga, Brigadir NP akan menerima sanksi lebih berat.
Shinto menegaskan, pihaknya memastikan Brigadir NP bakal ditindak tegas sesuai dengan perbuatan bersifat represif yang dilakukannya. "Kesalahan dalam sebuah prosedur pengamanan itu harus dilakukan penindakan sehingga pasti kita tidak akan membiarkan adanya kesalahan teknis dalam prosedur pengamanan dimanapun di wilayah Banten," ungkapnya.
Sementara itu, terkait penanganan kesehatan korban MFA, Shinto menjelaskan, MFA telah dibawa ke RS Ciputra Tangerang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih optimal. "Kondisi Faris (MFA) sampai dengan siang ini dalam keadaan stabil dan baik, Faris ditangani tim dokter profesional dari RS Ciputra untuk medical recovery Faris tidak hanya terhadap dampak trauma peristiwa Rabu lalu, namun juga penyakit lain berdasarkan hasil observasi intensif terhadap Faris," ujarnya.
Kapolresta Tangerang Kombes Polisi Wahyu Sri Bintoro mengungkapkan dirinya siap mengundurkan diri dari jabatannya terkait insiden tindak kekerasan yang dilakukan Brigadir NP. Hal itu disampaikan saat menanggapi tuntutan mahasiswa dalam demonstrasi yang digelar pada Jumat (15/10) di kawasan Mapolresta Tangerang.
Wahyu mengatakan, pihaknya telah melakukan dialog bersama dengan para mahasiswa yang menuntut pencopotan dirinya. Dia menyebut, dalam upaya dialog tersebut, dirinya siap bertanggung jawab.
"Kami sudah membuat surat pernyataan bahwa anggota kami menjadi tanggung jawab bila mengulangi perbuatannya lagi melakukan tindakan yang sifatnya represif atau kekerasan eksesif, saya siap mengundurkan diri," ujar Wahyu saat ditemui di Kabupaten Tangerang, Jumat.
Wahyu menuturkan, pernyataan tersebut dituangkan secara tertulis di atas materai yang disepakati bersama para mahasiswa yang berdemontrasi. Diketahui, sejumlah mahasiswa di Kabupaten Tangerang mendatangi Mapolresta Tangerang untuk melakukan aksi demonstrasi pada Jumat (15/10).
Salah satu peserta aksi demonstrasi, Bayu Rahmat mengatakan, pihaknya mengaku kesal atas tindakan represif yang dilakukan oleh pihak Polresta Tangerang dalam menangani mahasiswa yang tengah melakukan unjuk rasa pada Rabu (13/10). Terutama terkait adanya insiden dibantingnya MFA oleh Brigadir NP, hingga viral di media sosial.
Bayu mengatakan peserta aksi menuntut Kapolresta Tangerang untuk mundur dari jabatannya. "Kami menuntut pencopotan Kapolresta Tangerang dan pemecatan Brigadir NP dari kepolisian dan meminta kepolisian tidak lagi melakukan tindakan represif terhadap aksi mahasiswa," tuturnya di kawasan Mapolresta Tangerang, Jumat (15/10).
In Picture: Mahasiswa Protes Kekerasan Aparat Terhadap Demonstran
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan, aksi kekerasan Brigadir NP tersebut tak bisa diselesaikan lewat permintaan maaf saja. Usman menyatakan aksi membanting peserta demo tergolong tindakan kekerasan berlebihan.
"Membanting seorang peserta aksi damai seperti yang terlihat dalam rekaman video jelas merupakan penggunaan kekerasan yang berlebihan. Pelanggaran seperti ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan permintaan maaf saja," kata Usman dalam keterangan pers yang diterima Republika, Jumat (15/10).
Usman meminta petinggi kepolisian menindak tegas oknum personelnya itu. Ia mengusulkan sang pelaku kekerasan terhadap mahasiswa dibawa ke meja hijau agar mendapat ganjaran hukuman setimpal.
"Pihak berwenang harus segera menyelidiki kejadian ini secara menyeluruh, independen, dan tidak memihak. Dengan bukti-bukti hasil investigasi itulah, pelaku harus diadili di pengadilan umum yang adil dan terbuka bagi masyarakat," ujar Usman.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri juga menilai, Brigadir NP tidak cukup hanya meminta maaf. Tetapi harus bertanggung jawab dengan cara menjalani proses hukum.
"Tindakan anggota kepolisian tersebut berpotensi sebagai pelanggaran HAM. Tindakan tersebut tidak dibenarkan dengan alasan apapun, apalagi hal itu dilakukan oleh penegak hukum. Meski pelaku telah memberikan klarifikasi dan menyampaikan permintaan maaf, hal itu tidak menghapus pertanggungjawaban pelaku," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (15/10).
Menurutnya, respons cepat Mabes Polri dan Polda Banten terhadap kasus tersebut menjadi penting. Harus ada akuntabilitas dengan memproses dugaan pelanggaran HAM tersebut, baik dari sisi etik maupun dugaan pidanya.
"Jangan sampai ada impunitas, karena hal itu akan mencoreng institusi Polri dan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap polisi," kata dia.
Adapun, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyayangkan aksi petugas polisi yang membanting seorang mahasiswa di Tangerang hingga viral. Kompolnas mendesak agar semua personel kepolisian diberi pengarahan dan pembekalan pengetahuan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kasus di Tangerang ini harus menjadi refleksi bahwa anggota di lapangan masih harus dibekali pengetahuan tentang HAM dan penanganan demonstrasi," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada Republika, Jumat (15/10).
Poengky meminta pola pikir personel kepolisian diperbaiki dalam menghadapi aksi unjuk rasa. Ia menekankan personel polisi harus bertindak bijaksana.
"Jangan sampai terpancing jika ada provokasi di lapangan," ujar Poengky.
Poengky menyampaikan penggunaan kekerasan hanya boleh dilakukan ketika pengunjuk rasa melakukan tindakan anarkistis yang membahayakan nyawa polisi dan masyarakat. "Jika tidak membahayakan, arahkan saja agar para demonstran bisa menyampaikan tuntutan secara damai," lanjut Poengky.