NF Education Center Gelar Webinar Peningkatan Literasi
Webinar dibagi menjadi dua sesi yakni pemaparan oleh masing-masing keynote speaker.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- NF Education Center (NFEC) menyelengggarakan seminar virtual (webinar) beriringan dengan bulan bahasa kali ini dengan tema “Menyiapkan generasi: Pembangunan Negeri melalui Peningkatan kualitas Literasi”.
Webinar yang dilaksanakan secara terbuka melalui kanal Zoom “NF education center ” ini diselenggarakan pada Sabtu, (16/10). Webinar dibagi menjadi dua sesi yakni pemaparan oleh masing-masing keynote speaker dan sesi tanya jawab singkat dengan peserta. Webinar ini dimoderatori oleh Nova Setya Rina selaku Kepala Biro Learning Resouces Center NFBS Bogor.
Sesi pertama pemaparan dimulai sekitar pukul 09.15 WIB dengan narasumber pertama yaitu Irwan Kelana, Novelis dan Redaktur senior dari Republika. Irwan membahas topik berjudul “Membaca berkualitas, menembus lintas batas”. Diawali dengan membagikan kisah hidupnya bahwa Ia memulai ketertarikannya membaca dari membaca buku “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, salah satu karya sastra terkenal dari Buya Hamka.
Latar belakang keluarga sebagai petani tidak pernah menjadi penghalang untuk membaca, justru lebih jauh ia memaknai pengalaman membacanya sebagai pembuka bagi cakrawala berpikir dan cakrawala ilmu. Seseorang yang terbiasa membaca maka akan terbuka wawasannya untuk melihat lebih jauh, bermimpi, dan berimajinasi.
“Semakin banyak membaca, semakin ingin menulis,” tambahnya.
Pengalamannya untuk menulis sudah dimulai sejak SMP, beliau banyak mengikuti banyak lomba penulisan. Perlombaan-perlombaan inilah yang juga mewujudkan satu persatu mimpi beliau sejak tingkat SMA; dari memenangkan mesin tik, menginap di hotel berbintang, bertemu tokoh-tokoh terkenal, hingga mendapat undangan haji dari kerajaan Arab Saudi. Hingga kini, Irwan kelana telah menulis dan menerbitkan lebih dari 30 buku sejak tahun 2000an.
Irwan mengatakan bahwa cara untuk menunjukkan kemampuan adalah dengan berkarya, tetaplah ingat bahwa ada misi yang mau kita sampaikan dalam karya, lalu jangan terlalu banyak memikirkan apa kata orang. Irwan juga berpesan, “ Dengan membaca dapat membuka cakrawala dunia, dengan menulis dapat mengantarkan anda keliling dunia. Maka dengan rajin membaca dan menulis, maka dunia berada di genggaman anda. Insha Allah.”
Pembicara kedua disampaikan oleh Zulfikri Anas, Pendiri dan Peneliti Indonesia Bermutu serta Direktur Pengembangan dan Peningkatan Mutu Sekolah Islam Al-Iman. Pemaparan yang disampaikan terkait budaya baca dalam desain sekolah untuk kehidupan. Beliau menyebut bahwa sesungguhnya literasi adalah kunci sebenarnya dalam memahami alam, angka, bilangan, dan semua fenomena di alam semesta.
Pandemi telah mengajarkan kita untuk kembali meninjau paradigma pendidikan bahwa ketika kita kembali ke pola pembelajaran tatap muka bukan berarti kembali ke pola pembelajaran lama, karena sejatinya pola tersebut telah mencabut jati diri siswa sebagai pembelajar. Namun lebih menekankan fungsi pendidik sebagai pembina peserta didik agar dapat membaca dan menemukan makna dalam kehidupannya.
Dalam era digital sekarang ini, semua orang dengan mudahnya saling terhubung. Namun dari hal tersebut pula, kita perlu mengembangkan pemikiran yang terpadu, menyeluruh, serta kolaboratif untuk dapat memaksimalkan keunggulan era digitalisasi ini. Sejatinya dibalik itu, era konektivitas ini harusnya membuat kita sadar bahwa kemanapun kita pergi maka tidak akan ada tempat tersembunyi, setiap benda dan pribadi memiliki titik koordinat secara spesifiknya, maka tidak ada hikmah lain yakni untuk selalu menebar kebaikan dimanapun kita berada.
Literasi adalah sarana penting untuk membantu anak menghubungkan titik-titik makna kehidupan dan peristiwa. Jika dihubungkan dengan kemampuan literasi digital, maka anak-anak yang fasih teknologi akan dapat keunggulan karena dapat mengakses big data tersebut tanpa batas. “Untuk itu,” Zulfikri menambahkan,” yang kita perlukan juga sekarang adalah kecapakan hati yakni spiritualitas dan sentuhan kasih agar anak bisa lebih memahami desain, cerita, simponi, empati, permainan, dan makna kehidupan”.
Selain itu, pendidik perlu mengingat bahwa sekolah adalah dunia tempat mematangkan anak sebagai insan berpikir, ia bukanlah penerima pasif dari pola asuh dan proses belajar di sekolah. Sehingga anak memahami tujuan utamanya bersekolah yakni mempelajari fitrahnya bahwa manusia ada untuk menebar kebaikan.
Beliau juga menyampaikan program YAGEMI (Yayasan Gemar Membaca Indonesia) sebuah sistem yang menyampaikan buku ke rumah-rumah secara bergilir setiap 15 hari. Keunggulan sistem ini antara lain adalah setiap orang dalam rumah (bapak, ibu, dan anak) dapat membaca paling sedikit 24 judul buku bacaan dalam setahun. Pada intinya, bagi keluarga Indonesia, buku harus berada di rumah agar bisa dibaca. Dari program ini, salah satu desa percontohan juga akhirnya memenangkan Lomba Perpustakaan Umum Terbaik di tahun 2018. Dalam jangka panjang, program ini diharapkan dapat membantu program penguatan kemampuan literasi di masyarakat desa.
Sesi pemaparan selanjutnya yakni oleh Rahmat Syehani, Direktur NF Education Center. Rahmat Syehani membahas topik tentang bagaimana pengawalan mutu literasi sekolah. Beliau menyebut literasi sebagai sebuah keniscayaan dalam proses pendidikan. Gerakan literasi berdasarkan Undang-Undang di Indonesia, disebut sebagai bagian dari budi pekerti, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jika kita tidak paham literasi maka kita tidak punya budi pekerti.
Beliau juga mengutip bahwa skor literasi PISA Indonesia masih sangat rendah. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya kualitas membaca, pembaca belum dapat memahami apa yang ingin disampaikan dan memaknai tulisan. Di masa depan, dimana perubahan terjadi sangat cepat, kemampuan adaptasi paling dasar adalah kemampuan belajar, dan tidak ada kemampuan belajar tanpa membaca. Membaca ibarat menaiki anak tangga pemahaman, dengan membaca kita bisa melihat apa yang ada di masa depan.
Ada beberapa poin program literasi di sekolah yang perlu diperhatikan yakni membangun minat baca dan budaya baca serta meningkatkan produktivitas/karya. Rancangan program literasi di sekolah amat perlu menerapkan prinsip: semua anak terlibat (no child left behind), tumbuh dan berkembang (growing), kanalisasi (canalize), serta tak lupa tetap penuh keasyikan dan manfaat (enjoying & knowledgeable).
Rahmat Syehani mengutip 4 level membaca dari Adler (1940) antara lain sebagai berikut:
1. Elementary reading: apa yang dikatakan oleh kalimat yang dibaca?
2. Inspectional reading: tentang apa isi buku tersebut?
3. Analytical reading: mengunyah dan mencerna isi-nya.
4. Syntopical reading: membaca sangat aktif, disebut juga comparative reading.
Pada faktanya, pembaca di Indonesia kebanyakan masih berada pada level elementary reading, dari fenomena ini kita mendapat pelajaran bahwa program literasi bukan hanya sebagai simbolis namun benar-benar ditinjau kemampuan membacanya. Beliau menambahkan bahwa sebagai lembaga pengembangan pendidikan, NFEC berusaha terus berinovasi dan mengembangkan program school reading system sebagai salah satu program pendukung budaya membaca sekolah, instrumen ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur dan mendampingi siswa dalam kemampuan literasinya. Ia menegaskan bahwa membaca bukan hanya hobi atau sekedar senang namun untuk memahami lebih jauh. Dan tugas pendidik adalah untuk mengawal proses memahami tersebut.
Sesi kedua yakni sesi pertanyaan dimulai dengan pembahasan tentang bagaimana memastikan semua siswa membaca. Rahmat Syehani menyebut bahwa dalam School Reading System, fasilitasi wacana/artikel dihadirkan sebagai solusi bagi pembaca awal karena durasi baca akan relatif lebih singkat dan mudah, namun pengguna tetap bisa mendapat manfaat membaca sesedikit apapun.
Pada sesi ini pula Irwan Kelana membagikan tips untuk menjaga semangat menulis. Menurutnya, penting bagi penulis untuk memaknai bahwa menulis akan memberikan manfaat bagi yang membaca, bukan hanya dengan orientasi honor. Ingat juga bahwa setiap penulis ingin pembacanya dapat terinspirasi, membuat karya yang menggerakkan. Selain itu, jangan lupa juga untuk menetapkan target menulis.
Webinar kemudian ditutup dengan penyampaian simpulan dan pesan penting dari modetor ,”Agar dapat menapaki tangga pemahaman maka tingkatkanlah kemampuan”.