In Picture: Apa Sebetulnya Alam Semesta Virtual 'Metaverse'?

Metaverse secara sederhana dapat didefinisikan sebagai realitas digital.

Orang-orang mengunjungi karya seni oleh seniman digital media baru Turki-Amerika Refik Anadol yang berjudul

Orang-orang mengunjungi karya seni oleh seniman digital media baru Turki-Amerika Refik Anadol yang berjudul

Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Facebook telah mengumumkan investasi besar-besaran untuk membangun "metaverse". Apa itu? DW mencoba menguraikannya untuk Anda, dan bagaimana Anda mungkin sudah berada di dalamnya.

Baca Juga


Anda kami ajak untuk membayangkan skenario berikut: Anda memulai pagi dengan melakukan rapat di berbagai ruang konferensi. Di sela-sela rapat, Anda mencuri-curi waktu untuk berbincang dengan kolega Anda tentang sebuah konser yang akan Anda datangi malam itu.

Saat jam pulang kantor tiba, Anda pun bertemu dengan kolega Anda di tempat konser dan kemudian menghabiskan waktu bersamanya menonton pertunjukan konser tersebut. Setelahnya, Anda tidak lupa membeli kaos oblong sebagai kenang-kenangan.

Skenario ini mungkin terdengar seperti hari-hari tipikal lainnya. Tapi coba bayangkan semua itu Anda lakukan tanpa meninggalkan rumah? Ya, selamat datang di metaverse!

Apa itu metaverse?

Metaverse secara sederhana dapat didefinisikan sebagai realitas digital. Mirip dengan World Wide Web, tetapi menggabungkan aspek media sosial, augmented reality, game online, dan cryptocurrency, untuk memungkinkan pengguna melakukan aktivitas dan berinteraksi secara virtual.

Konsep ini memang masih di tahap awal pengembangan, tapi potensinya dinilai sangat-sangat besar.

"Saya cukup yakin di titik ini bahwa metaverse akan menjadi ekonomi baru yang lebih besar dari ekonomi kita saat ini,” kata Jensen Hang, CEO perusahaan pembuat chip grafis NVIDIA.

NVIDIA hanyalah salah satu dari banyak perusahaan yang menanamkan investasinya di bidang metaverse. Perusahaan lain seperti Epic Games dan Microsoft juga telah meluncurkan inisiatif mereka sendiri.

Facebook juga selama bertahun-tahun telah melangkah ke arah ini dengan investasinya di bidang teknologi virtual dan augmented reality. CEO Facebook Mark Zuckerberg telah mengatakan, ia berharap suatu hari nanti orang-orang akan memikirkan perusahaan media sosial sebagai perusahaan metaverse.

Facebook pada Senin (18/10) telah memperkuat komitmennya dengan mengumumkan inisiatif metaverse besar-besaran di Eropa.

 

Menyatukan semuanya

"Alih-alih hanya melihat konten – Anda justru berada di dalamnya,” kata Mark Zuckerberg kepada blog teknologi The Verge pada bulan Juli lalu.

Saat itu, ia membandingkan gagasan metaverse dengan halaman web dua dimensi standar yang saat ini mengisi ruang internet. Iterasi metaverse sejatinya telah ada selama bertahun-tahun. Hal itu dapat kita temukan ketika kita berbicara tentang media sosial, virtual reality, game online, atau cryptocurrency.

Game interaktif seperti Second Life, Fortnite, Minecraft, dan Robox, juga memiliki elemen metaverse. Di sana pengguna dapat bekerja dan berkolaborasi, menghadiri acara, bahkan menukar uang dunia nyata dengan barang dan layanan virtual.

Para visioner metaverse memprediksi bahwa di masa depan akan ada alam semesta virtual di mana seseorang dapat bergerak bebas di antara berbagai jenis dunia digital. Pengguna bahkan dapat mempertahankan identitas virtual yang sama dalam bentuk avatar digital untuk mengarungi dunia digital tersebut.

Selain itu, modal yang mereka miliki di satu dunia juga akan memiliki nilai yang sama di dunia yang lain. Mereka akan menggunakan mata uang digital yang diterima secara universal.

Faktor kripto

Bagi para penggemar mata uang kripto (cryptocurrency), masalah pembayaran di metaverse jadi salah satu angle yang paling menarik untuk dibahas.

Fenomena cryptocurrency tahun ini semakin marak di dunia. Hal ini sebagian disebabkan oleh meningkatnya kesadaran publik tentang non-fungible tokens (NFT), sebuah teknologi yang dapat memainkan peran kunci dalam metaverse.

NFT dapat diartikan sebagai jenis aset digital yang berfungsi kurang lebih sebagai item kolektor virtual. Salah satu contoh NFT yang berhasil menarik perhatian pada awal tahun ini adalah sebuah file JPG dari kolase foto yang berhasil terjual seharga $69 juta.

Awal Oktober lalu, perancang busana Dolce & Gabbana juga menjual koleksi pakaiannya dalam bentuk NFT, dengan beberapa item dimaksudkan untuk dikenakan oleh avatar digital.

Di beberapa dunia virtual yang ada saat ini, para pengguna telah melakukan transaksi senilai ratusan ribu dolar dalam bentuk mata uang kripto untuk membeli NFT real estat dan properti digital.

Seperti dealer seni ternama, Sotheby, baru-baru ini dilaporkan membeli real estat digitalnya sendiri, yang akan digunakan untuk membangun replika galeri seninya yang ada di London. Nantinya real estat digital itu akan digunakan untuk mengadakan pertunjukan seni virtual.

Transaksi dan kepemilikan sebagian besar NFT dicatat di blockchain Ethereum, jaringan blockchain yang menampung Ether – cryptocurrency terbesar kedua setelah Bitcoin.

Dorongan pandemi COVID-19

Metaverse mungkin baru akan berfungsi secara penuh dalam beberapa dekade mendatang. Selain teknologi utamanya yang masih belum terlalu mainstream, banyak pula pertanyaan yang menyelimutinya, seperti masalah legalitas hukum.

Tetapi ada momentum yang mendorongnya, terutama pandemi COVID-19 yang telah mempercepat perkembangan metaverse. Upaya digitalisasi global mendapat dorongan besar setelah krisis kesehatan global itu membuat jutaan orang harus bekerja dari rumah.

Saat ini, beberapa platform komunikasi digital seperti Slack atau Microsoft Teams telah membiasakan penggunanya dengan konsep inti dari metaverse. Metaverse saat ini memang masih pada tahap pengembangan awal, tapi Bloomberg Intelligence dalam laporannya pada Juli lalu memperkirakan, metaverse bisa berkembang menjadi pasar senilai $800 miliar (Rp 11.200 triliun) pada awal 2024.

 

 

sumber: https://www.dw.com/id/apa-sebetulnya-metaverse/a-59560484

sumber : DW
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler