Pemerintah Waspadai Inflasi Akibat Global Supply Disruption
Laju inflasi nasional sejauh ini tetap terkendali level 1,6 persen yoy.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengungkapkan tantangan untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi Covid-19, salah satunya risiko global supply disruption yang berkepanjangan. Hal ini dapat memicu tekanan inflasi sejumlah negara termasuk Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Amerika Serikat mencatatkan tingkat inflasi 5,4 persen dalam empat bulan terakhir. Di Uni Eropa inflasi sebesar 3,4 persen pada September 2021.
“Global supply disruption menimbulkan harga dan harga energi akibat keterbatasan suplai memicu tekanan inflasi di sejumlah negara,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (27/10).
Kendati demikian, Sri Mulyani menyebut pulihnya ekonomi Indonesia bisa dilihat dari beberapa indikator seperti tingkat laju inflasi Indonesia masih terkendali.
“Laju inflasi tetap terkendali level 1,6 persen yoy, dari sisi eksternal surplus neraca perdagangan masih terus berlanjut sampai September 2021 sebesar 4,37 miliar dolar AS dan secara kumulatif Januari-September 25,07 miliar dolar AS,” ucapnya.
Tercatat posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 146,86 miliar dolar AS atau setara 8,9 bulan impor barang dan jasa. Kemudian indikator peningkatan ekonomi indonesia, PMI Manufaktur Indonesia kembali masuk pada zona ekspansif atau berada level 52,2.
“Kita juga melihat indikator mobilitas penduduk meningkat, indeks belanja masyarakat, penjualan kendaraan bermotor, semen, dan konsumsi listrik baik sektor industri bisnis yang menunjukkan ekspansi,” ucapnya.