Prancis akan Tutup 7 Masjid dan Asosiasi Lagi Akhir 2021
IHRAM.CO.ID, PARIS -- Prancis akan menutup tujuh masjid dan asosiasi pada akhir tahun ini. Menteri dalam negeri Prancis, Gerald Darmanin, mengumumkan pada Selasa (26/10), bahwa masjid dan asosiasi yang akan ditutup itu diduga mempromosikan 'Islamisme radikal'.
Darmanin menyambut baik keputusan untuk menutup sebuah masjid di kota Allonnes selama enam bulan dengan alasan bahwa masjid tersebut membela 'Islam radikal'. Ia mengatakan bahwa rekening bank pengelola masjid tersebut juga disita.
Ia menambahkan, 13 asosiasi telah ditutup di negara itu sejak Presiden Emmanuel Macron menjabat. Sementara itu, 92 dari 2.500 masjid di Prancis ditutup sebagai hasil dari pemeriksaan. Darmanin mengatakan, sejak September 2020, izin tinggal dari 36.000 orang asing juga telah dibatalkan dengan alasan orang-orang tersebut mengancam ketertiban umum.
Pada Agustus 2021, otoritas konstitusional tertinggi Prancis menyetujui undang-undang "anti-separatisme". Undang-undang itu menjadi kontroversial dan menuai kritik karena dinilai menargetkan Muslim.
Dilansir di Anadolu Agency, Rabu (27/10), RUU itu disahkan oleh Majelis Nasional pada Juli 2021, meskipun ada tentangan kuat dari anggota parlemen sayap kanan dan kiri. Pemerintah mengklaim bahwa undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memperkuat sistem sekuler Prancis, tetapi para pengkritik percaya bahwa undang-undang itu membatasi kebebasan beragama dan memojokkan umat Islam.
RUU tersebut telah dikritik karena menargetkan komunitas Muslim Prancis, yang merupakan terbesar di Eropa dengan 3,35 juga anggota. Selain itu, undang-undang tersebut memberlakukan pembatasan pada banyak aspek kehidupan mereka.
Undang-undang tersebut mengizinkan pejabat untuk campur tangan di masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas administrasi mereka serta mengontrol keuangan asosiasi yang berafiliasi dengan Muslim dan organisasi non-pemerintah (LSM). Undang-undang ini juga membatasi pilihan pendidikan Muslim dengan membuat homeschooling (pembalajaran di rumah) bergantung pada izin resmi dari pemerintah.
Tidak hanya itu, berdasarkan undang-undang ini, pasien dilarang memilih dokter mereka berdasarkan jenis kelamin karena alasan agama atau alasan lain, dan pendidikan sekularisme telah diwajibkan bagi semua pegawai negeri. Prancis sendiri telah mendapat kritikan dari organisasi internasional dan LSM, terutama PBB, karena dinilai menargetkan dan memojokkan Muslim dengan aturan hukum (undang-undang).