Ilmuwan Usulkan Cara Buat Bahan Bakar Roket di Mars

Bahan bakar roket mungkin bisa dibuat menggunakan bakteri.

NASA
Mars
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON—Sebuah studi menemukan astronaut di  masa depan bisa membuat bahan bakar roket di Mars. Bahan bakar itu bisa digunakan menggunakan udara, air dan sinar matahari. Teknologi ini dapat memicu penerbangan para astronaut kembali ke Bumi.

Baca Juga


Ilmuwan mengatakan membuat bahan bakar roket di Mars dapat menghemat miliaran dolar. Selain itu juga dapat menghasilkan berton-ton oksigen untuk membantu orang yang menjelajahi Mars bernafas.

Dilansir dari Space, Rabu (27/10), rencana NASA saat ini untuk keberangkatan dari Mars melibatkan mesin roket berbahan bakar metana dan oksigen cair. Namun, tak satupun dari bahan bakar ini ada di Planet Merah.

Ini berarti bahan bakar itu perlu diangkut dari Bumi untuk mendorong pesawat ruang angkasa ke orbit Mars. NASA memperkirakan mengangkut 30 atau lebih ton metana dan oksigen cair yang diperlukan untuk membantu awak manusia meluncur ke Mars akan menelan biaya sekitar delapan miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 113,7 triliun.

Salah satu metode yang diusulkan NASA untuk mengurangi biaya ini menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan oksigen cair dari karbon dioksida di atmosfer Mars. Tetapi, ini masih membutuhkan pengangkutan metana dari Bumi ke Mars.

Sekarang para peneliti menyarankan alternatif yang terinspirasi secara biologis yang dapat menghasilkan metana dan oksigen cair dari sumber daya Mars. Tidak hanya itu, bisa menghasilkan oksigen berlebih untuk membantu menunjang kehidupan manusia.

“Strategi pemanfaatan in situ yang diaktifkan bioteknologi untuk produksi propelan roket di Mars tidak terlalu jauh,” penulis senior studi Pamela Peralta-Yahya, seorang ahli biologi sintetis di Institut Teknologi Georgia kepada Space.com.

Teknik baru akan melibatkan pengiriman dua mikroba ke Mars. Yang pertama adalah cyanobacteria, yang akan menggunakan sinar matahari untuk membuat gula melalui fotosintesis setelah diberi karbon dioksida dari atmosfer Mars dan air yang diambil dari es Mars.

Kedua adalah bakteri E.coli yang dimodifikasi secara genetik. Bakteri itu akan memfermentasi gula tersebut menjadi propelan roket yang disebut 2,3-butanediol, yang saat ini digunakan di Bumi untuk membantu membuat karet.

 

 

Meskipun 2,3-butanediol adalah bahan bakar roket yang lebih lemah daripada metana dan oksigen cair, gravitasi di Mars hanya sepertiga dari apa yang dirasakan di Bumi.

“Anda membutuhkan lebih sedikit energi untuk lepas landas di Mars, yang memberi kami fleksibilitas untuk mempertimbangkan bahan kimia berbeda yang tidak dirancang untuk peluncuran roket di Bumi,” kata Peralta-Yahya dalam sebuah pernyataan. “Kami mulai mempertimbangkan cara memanfaatkan gravitasi planet yang lebih rendah dan kekurangan oksigen menciptakan solusi yang tidak relevan untuk peluncuran ke Bumi,” ujarnya lagi.

Strategi ini juga membutuhkan enzim yang dikirim ke Mars untuk mencerna cyanobacteria dan membebaskan gula mereka. Teknik pemisahan industri juga diperlukan untuk mengekstrak 2,3-butanediol dari kaldu fermentasi E.coli.

Para peneliti membayangkan pabrik bahan bakar roket seukuran empat lapangan sepak bola. Mereka memperkirakan metode mereka akan menggunakan daya 32 persen lebih sedikit daripada strategi yang melibatkan pengiriman metana dari Bumi dan juga menghasilkan 44 ton oksigen berlebih untuk mendukung kru manusia. Namun, beratnya akan tiga kali lipat.

Para ilmuwan mencatat mereka dapat lebih mengoptimalkan metode mereka, seperti dengan meningkatkan produktivitas mikroba, sehingga akan menggunakan daya 59 persen lebih sedikit daripada strategi yang melibatkan pengiriman metana dari Bumi dan mengurangi berat 13 persen, sambil tetap menghasilkan kelebihan oksigen 20 ton.

 

“Mengingat keuntungan berbeda yang diberikan proses biologis, seperti pembentukan oksigen berlebih untuk pembentukan koloni, kita harus mulai berpikir tentang bagaimana merekayasa mikroba untuk penggunaan yang aman di Mars,” kata Peralta-Yahya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler