Komisi VIII Tolak Penghapusan Subsidi Haji
Biaya riil haji akan terus mengalami kenaikan dikarenakan beragam faktor.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menyatakan dirinya tidak setuju jika subsidi haji dihapus semuanya. Namun, ia membuka opsi jika ingin dilakukan perhitungan kembali agar nominal subsidi masih dalam tahap layak.
"Kalau dihapus kita nggak setuju, tapi kalau dihitung kembali yang layak dan bisa menjamin kesinambungan dana haji, tentu Komisi VIII siap untuk sama-sama membahasnya," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (31/10).
Ia menyebut setiap tahunnya angka subsidi ini memang mengalami peningkatan. Jika hal ini dibiarkan, tentuk akan membahayakan keberlangsungan pelaksanaan ibadah haji.
Tak hanya itu, nilai subsidi yang terlalu besar juga dinilai akan membahayakan dana atau uang jamaah yang masuk dalam daftar tunggu. Dikhawatirkan, uang tersebut digunakan untuk subsidi haji.
Terkait besaran subsidi haji, ia menyebut nominalnya bisa lebih dari 50 persen dari total biaya haji sebenarnya. "Bisa diatas 60 persen dari total biaya haji," ujar dia.
Sebelumnya, wacana pengurangan subsidi biaya haji ini pernah disampaikan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Namun demikian, ia menyebut hingga saat ini belum ada pembahasan resmi antara Komisi VIII dengan pemerintah.
Adapun wacana penghapusan subsidi haji ini disampaikan Ketua Dewas BPKH Yuslam Fauzi saat menghadiri agenda Diseminasi Pengawasan Keuangan Haji di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/10). Saat ini, jarak antara biaya riil haji dengan setoran calon jamaah disebut tergolong besar.
"Jadi, ujungnya (subsidi biaya haji) ini harus dihapus, tetapi perjuangannya itu harus diturunkan dulu supaya jarak antara biaya riil haji dan yang disetor jamaah itu menipis. Kami, BPKH mempertinggi keuntungan, dan Kemenag sebagai pengguna uangnya mempertinggi efisiensi dan menekan biaya," kata dia saat itu.
Biaya riil haji akan terus mengalami kenaikan dikarenakan beragam faktor. Beberapa di antaranya dipengaruhi inflasi, kenaikan kurs dolar, kenaikan kurs riyal Arab Saudi, maupun faktor lainnya.
"Pada akhirnya, mau tidak mau mestinya ada kenaikan secara bertahap dari calon jamaah haji terkait setorannya, sehingga tidak lagi seperti yang lima tahun terakhir yang Rp 35 juta nggak naik-naik itu. Padahal, riilnya naik," lanjutnya.