Buruh Demo Lagi 10 November dengan Massa Lebih Besar

Perhitungan KSPI menghasikan upah minimum 2022 harus naik 7-10 persen.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melakukan orasi saat unjuk rasa buruh.
Rep: Febryan A Red: Ilham Tirta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan kembali menggelar aksi demonstrasi menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 7-10 persen pada Rabu (10/11). KSPI memastikan aksi 10 November jauh lebih besar dibanding aksi 26 Oktober lalu.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, aksi kali ini akan digelar di 26 provinsi secara serentak. Rinciannya, aksi dilakukan di 150 kabupaten/kota lebih dengan melibatkan 10 ribu buruh yang berasal dari 1.000 pabrik.

"Aksi akan dipusatkan di kantor gubernur, bupati/wali kota, dan kantor DPRD wilayah masing-masing," kata Said dalam konferensi pers daring, Rabu (3/11).

Said menyebut, tuntutan dalam aksi 10 November masih sama dengan tuntutan pada aksi sebelumnya. Pertama, naikkan UMP dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 sebesar 7-10 persen.


Baca juga:

Kedua, berlakukan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2021 dan 2022. Ketiga, batalkan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Keempat, tetap berlakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa diikat UU Nomor 11 tahun 2020.

Said menjelaskan, aksi kali ini juga merupakan respons atas pernyataan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang dinilai 'bersikap tidak adil dan serakah'. Apindo, kata Said, tak menjelaskan arti kerugian perusahaan saat pandemi. Padahal, tak semua perusahaan yang merugi.

Terlebih, lanjut dia, KSPI sudah menyatakan sikap bahwa tidak masalah jika perusahaan yang merugi akibat Covid-19 tak menaikkan upah. "Tapi syaratnya, tunjukkan pembukuan perusahaan selama dua tahun berturut-turut yang memperlihatkan kerugian. Itu kan fair, tidak bisa hanya omongan saja," ujarnya.

Said juga mempertanyakan pernyataan Apindo yang mendorong pemerintah menetapkan UMP dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Sebab, gugatan atas UU Nomor 11 tahun 2020 itu masih disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan PP Nomor 36 adalah turunan dari UU tersebut.

"Wong undang-undangnya masih digugat, kok dipakai. Aneh, (Kalau dipakai) berarti pemerintah tidak taat hukum dong," ujar Said.

KSPI, lanjut dia, meminta pemerintah menggunakan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dua beleid tersebut, mengamanatkan penetapan upah minimum harus menghitung angka inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi year on yaer dan mepertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dengan formula itu, perhitungan KSPI menghasilkan bahwa upah minimum 2022 harus naik 7-10 persen.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut, upah minimum akan ditetapkan pada akhir November. Dalam proses penetapannya, Kemnaker menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Kini, Kemenaker masih menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi, inflasi daerah, dan kelayakan hidup.


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler