Pil Antivirus COVID-19 Sudah Ada, Benar Ampuh?
Inggris menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui pil antivirus COVID-19
Inggris menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui pil antivirus COVID-19 buatan perusahaan farmasi Merck.
Kamis kemarin, Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) merekomendasikan pil bernama molnupiravir untuk digunakan sesegera mungkin setelah hasil tes COVID-19 menunjukkan positif dan dalam waktu lima hari sejak timbulnya gejala.
Pil tersebut dilisensikan untuk orang dewasa berusia 18 tahun ke atas yang memiliki setidaknya satu faktor risiko yang bisa berkembang menjadi penyakit yang parah, seperti obesitas atau penyakit jantung.
Malnopiravir menjadi pengobatan antivirus oral pertama untuk penyakit COVID-19 yang disetujui.
Inggris telah mendahulu persetujuan dari Amerika Serikat yang masih akan meninjaunya pada bulan ini.
Lembaga otoritas penggunaan dan peredaran obat dan terapi di Australia belum menyetujui obat tersebut, tapi Pemerintah Australia bulan lalu mengumumkan jika mereka telah memesan 300.000 dosis molnupiravir.
Malnopiravir akan diedarkan di Inggris dengan merek Lagevrio dan peredarannya telah diawasi dengan ketat sejak data bulan lalu.
Data tersebut menunjukkan ketika obat diberikan di awal saat sakit, maka akan mengurangi kemungkinan mereka yang sakit parah mengalami kematian atau dirawat di rumah sakit hingga setengahnya.
"Untuk menyusun rencana pengedaran molnupiravir kepada pasien sesegera mungkin, kami bekerja secara cepat bersama dengan segenap unsur pemerintahan dan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) melalui sebuah studi."
Pemerintah Inggris dan NHS belum mengonfirmasi bagaimana pengobatan akan diberikan kepada pasien.
Bulan lalu, Inggris menyetujui kesepakatan dengan Merck untuk mengamankan 480.000 dosis molnupiravir.
Dalam pernyataan terpisah, Merck mengatakan pihaknya mengharapkan untuk memproduksi 10 juta dosis obatan pada akhir tahun ini dan paling sedikit 20 juta dosis akan diproduksi pada tahun 2022.
Merck dan mitranya, Ridgeback Biotherapeutic, telah meminta izin penggunaan obat ini ke regulator di seluruh dunia untuk mengobati pasien COVID-19 berusia dewasa dengan gejala ringan hingga sedang yang berisiko menjadi sakit parah atau harus dirawat di rumah sakit.
Hasil awal penelitian Merck bulan lalu belum ditinjau dengan ilmuwan lain, serta belum diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Perusahaan Merck juga belum mengungkapkan rincian tentang efek samping molnupiravir.
Obat tersebut menargetkan enzim yang digunakan virus corona untuk mereproduksi dirinya sendiri, kemudian memasukkan kode genetik yang salah sehingga memperlambat kemampuannya untuk menyebar dan mengambil alih sel manusia.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News.