Cerdaskan Umat, UMJ Kembangkan Sinergi Bersama Republika
Muhammadiyah harus menjadi ormas yang tetap komitmen berada di tengah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Universitas Muhammadiyah Jakarta dan harian Umum republika berhasrat menjalin sinergi kerja sama di beberapa bidang. Seperti pendidikan, pertukaran informasi, riset dan kegiatan lainnya.
Gagasan itu tercetus setelah Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dr Ma'mun Murod Msi, dan Warek 4 bidang kemahasiswaan UMJ Dr Septa Candra mengunjungi kantor harian Republika, Senin (8/11). Dalam kunjungan tersebut, diterima Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi dan Wakil Pemimpin Redaksi, Hasan Murtiaji.
Menurut Ma'mun hubungan baik yang telah dibina kedua lembaga selama ini harus terus dikembangkan ke bidang lain agar memberikan dampak positif bagi kedua lembaga dan umat Islam. "Kita ini punya ikatan idelologis yang bisa saling menguatkan satu dengan lainnya,"kata Ma'mun.
Reputasi UMJ sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam telah menjadi barometer bagi peran umat Islam dalam kehidupan berbangsa bernegara. Karena itu keberadaannya perlu mendapat dukungan dari media yang peduli dengan kemajuan umat Islam di Tanah Air. Terlebih dalam kondisi perubahan di era digital saat ini yang begitu cepat dan mampu merubah sudut pandang masyarakat luas khususnya umat Islam terhadap berbagai masalah aktual yang terjadi di Tanah Air.
Irfan yang menyambut baik gagasan tersebut, sepakat pentingnya pengembangan kerjasama antara kedua lembaga yang fokus pada pengembangan umat Islam di Tanah Air ini. "Kerja sama ini perlu dikembangkan agar memberikan manfaat lebih banyak bagi umat Islam,"katanya.
Menurut Mamun, Muhammadiyah harus menjadi ormas yang tetap komitmen berada di tengah (moderat, tawashuth). Sikap tengah itu bukan "tanpa sikap". Sikap tengah itu proporsional, tetap mengedepankan nalar kritis, bukan membeo, patuh sepenuhnya dalam konteks relasi dengan kekuasaan atau negara.
Sikap tengah ini tidak mudah, apalagi dalam konteks politik kekinian. Politik yang sangat liberal, berbiaya mahal, yang sarat akan kuasa kaum oligarki, terutama oligarki ekonomi dan oligarki politik. Muhammadiyah dituntut untuk pandai-pandai memposisikan diri dengan baik. Kalau tidak hati-hati Muhammadiyah bisa jatuh ke pangkuan kekuasaan tanpa harga diri, atau sebaliknya Vis a Vis penguasa, dua sikap ekstrem yang tak mungkin diambil Muhammadiyah.
Beberapa sikap kritis yang perlu didorong adalah kritis atas kecenderungan lahirnya polarisasi politik ekstrem yang tergambar pada dua pilpres terakhir. Polarisasi ini harus diakhiri. Caranya tentu dengan mendorong elit politik untuk memutus keterlibatan atau intervensi kaum oligark dalam praktek politik kita yang tergambar dari kebijakan politik berupa parlimentary Threshold (PT) sebesar 20 persen. PT ini adalah wujud paling nyata dan buruk dari keterlibatan kaum oligark dalam politik kita.
Hal lain yang perlu dikritisi adalah praktek politik yang berbiaya sangat mahal. Dua hal (tentu ada beberapa hal linnya) inilah yang telah merusak secara masif mental masyarakat dalam keterlibatan politik. "Kembalikan saja politik kita dengan semangat Sila Keempat Pancasila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, sila yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kerakyatan, hikmah, dan permusyawaratan. Kembalikan saja kepada tiga prinsip tersebut. Insya Allah politik kita akan menjadi lebih baik,"kata Ma'mun.
Kunjungan tersebut ditutup dengan pertukaran hasil karya masing-masing lembaga. Beberapa karya Rektor yang telah dibukukan seperti buku berjudul Politik Perda Syariat (yang juga merupakan karya Disertasi), Politik Islam Era Jokowi disampaikan kepada Republika begitupun sebaliknya.