Pemutusan Internet di Sudan Masih Berlanjut

Pengadilan telah memerintahkan agar internet Sudan dipulihkan.

EPA-EFE/STRINGER
Toko-toko tutup di jalan yang sepi setelah kudeta di ibu kota Khartoum, Sudan, 28 Oktober 2021. Militer Sudan melancarkan upaya kudeta pada 25 Oktober dan menangkap Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menteri senior lainnya serta anggota sipil Dewan Kedaulatan Transisi selama awal razia pagi.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pengadilan Sudan pada Selasa (9/11) memutuskan,  layanan internet di negara tersebut harus segera dipulihkan. Internet di Sudan terputus selama kudeta militer, sekitar lebih dari dua minggu lalu.

Meskipun ada perintah pengadilan, sebagian besar layanan internet di Sudan masih belum pulih. Kasus pemutusan layanan internet tersebut dibawa oleh sekelompok pengacara dan masyarakat perlindungan konsumen Sudan.

Baca Juga


Seorang pengacara, Abdelazim Hassan mengatakan, pengadilan juga telah memutuskan, layanan internet harus dipulihkan selama proses banding.
"Putusan oleh pengadilan distrik Khartoum memerintahkan layanan internet untuk segera dipulihkan," kata Hassan, dilansir Aljazirah.

Akses internet di Sudan sebagian besar telah diblokir sejak 25 Oktober. Selain itu, saluran telepon juga terganggu. Aljazirah melaporkan, pemadaman internet telah menghalangi orang-orang Sudan untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas.

Protes antikudeta nasional telah terjadi sejak 25 Oktober, ketika militer Sudan yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan merebut kekuasaan. Al-Burhan juga membubarkan pemerintahan transisi dan menangkap puluhan pejabat pemerintah, serta politisi.

Al-Burhan berkomitmen menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Dia berjanji tidak ikut campur dalam pemerintahan di masa depan setelah masa transisi.  

Komite Pusat Independen Dokter Sudan mengatakan, setidaknya 14 demonstran telah tewas dan sekitar 300 terluka dalam tindakan keras militer.  Al-Burhan membantah bahwa, pasukan militer bertanggung jawab atas kematian para pengunjuk rasa.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler