Gugatan AD/ART Demokrat, Yusril: Pertimbangan Hukum MA Sumir

Yusril tidak sependapat dengan putusan MA yang tolak gugatan AD/ ART Partai Demokrat.

Republika/Fauziah Mursid
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yusril Ihza Mahendra tidak sependapat dengan putusan Mahkamah Agung, yang menolak gugatan uji materiil atau judicial review Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Kuasa hukum empat mantan kader Partai Demokrat atau kubu Moeldoko itu menilai AD/ ART tidak sepenuhnya hanya mengikat internal partai tetapi juga ke luar.

Baca Juga


"Syarat menjadi anggota itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota parpol tersebut. Parpol memang bukan lembaga negara, tetapi perannya sangat menentukan dalam negara seperti mencalonkan Presiden dan ikut Pemilu," ujar Yusril lewat keterangan tertulisnya, Rabu (10/11).

Yusril berpatokan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Menurutnya, undang-undang dapat mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

"Ketika UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut  kepada AD/ART partai, maka apa status AD/ART tersebut? Kalau demikian pemahaman MA, berarti adalah suatu kesalahan," katanya.

Pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara tersebut dinilainya terlihat sangat elementer. Masih jauh untuk dikatakan masuk ke area filsafat hukum dan teori ilmu hukum.

Kendati demikian, ia dapat memahami alasan MA yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan.

"Pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus persoalan yang sebenarnya rumit berkaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dalam kehidupan partai," ucapnya.

Walaupun secara akademik, kata Yusril, putusan MA tersebut dapat diperdebatkan, tetapi putusan itu sudah final dan mengikat. Ia mengatakan akan menghormati putusan itu, walau tidak sependapat.

"Itulah putusannya dan apapun putusannya, putusan itu tetap harus kita hormati," ujar mantan Menteri Hukum dan HAM itu.

Dari laman resmi MA tersebut disebutkan bahwa MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan. Sebab, AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

AD/ART partai politik bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal partai politik yang bersangkutan. Selanjutnya, partai politik bukanlah lembaga negara, badan, atau lembaga yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang. Tidak ada delegasi dari undang-undang yang memerintahkan partai politik untuk membentuk peraturan perundang-undangan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler