Sidebar

Aksi Seniman Muslimah Lawan Islamofobia Jilbab di Austria

Saturday, 13 Nov 2021 22:56 WIB
Asma Aiad kampanye lawan diskriminasi terhadap Muslimah berhijab. Ilustrasi

IHRAM.CO.ID, VIENNA – Seniman dan Aktivis Austria Asma Aiad mengabdikan dirinya untuk memerangi Islamofobia dan rasialisme. Aiad yang juga mengenakan jilbab berusaha melawan stereotip wanita Muslim berjilbab di Austria.

Baca Juga


Dia menuangkan hal itu dalam pamerannya. “Saya memotret wanita yang mengenakan sesuatu di kepala mereka yang terlihat seperti jilbab, tetapi kenyataannya itu bukan jilbab,” kata Aiad.

Pameran terbarunya terinspirasi dari lukisan surealis Belgia karya Rene Magritte. Karya seni Aiad sedang ditampilkan di Akademi Seni Rupa Wina sebagai bagian dari pameran Muslim* Kontemporer. 

Menurut dia, pameran itu mencerminkan kehidupan Muslim di Austria yang dilengkapi dengan sisi baik dan sisi buruk.

“Kehidupan Muslim di Austria itu beragam, tetapi masih ada diskriminasi terhadap Muslim dan politik anti-Muslim,” ujar dia. 

Muslim*Contemporary mencakup lokakarya, kuliah, dan tampilan karya seni dan instalasi dari beberapa seniman lain. Acara ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi dan debat melalui format yang berbeda.

Aiad mendefinisikan pameran tersebut sebagai proyek multidisiplin, partisipatif, dan dialogis yang mencerminkan tempat partisipasi komunitas Muslim dalam masyarakat Austria melalui pendidikan, seni, dialog, aktivisme, dan budaya.

Dampak Operasi Luxor

Pada 2019, pemerintah sayap kanan mengesahkan undang-undang yang melarang anak-anak sekolah dasar mengenakan jilbab. Setahun kemudian pada November 2020, Mahkamah Konstitusi membatalkan larangan jilbab di sekolah dasar dan menyatakan itu tidak konstitusional. 

Melalui karyanya, Aiad menyoroti objektifikasi perempuan Muslim yang menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari hanya karena mengenakan jilbab.

Aiad juga mengatakan permasalahan sekarang bukan hanya tentang wanita Muslim yang mengenakan jilbab melainkan Muslim yang aktif di masyarakat. Ini sangat relevan setelah serangan yang terjadi tahun lalu di tengah narasi Islam politik yang dibangun pemerintah.

Pada 9 November 2020, Operasi Luxor berlangsung. Pemerintah Austria menargetkan rumah 70 Muslim dalam operasi serangan polisi terbesar di sejarah Austria. Kelompok hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Inggris CAGE menerbitkan laporan yang bekerja sama dengan lembaga membantu anak-anak yang trauma oleh polisi (ACT-P).

Mereka mengungkapkan operasi tersebut telah melanggar hukum. Sejak serangan itu, Aiad mengaku umat Islam hidup dalam ketakutan dan sering menjadi sasaran polisi setempat. Mereka kerap diserang karena sholat lima waktu dan dicap sebagai Muslim radikal.

“Setahun setelah penggerebekan itu, Muslim masih merasa sulit dan sangat emosional untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Mereka telah melihat sisi gelap Austria dan melihatnya sebagai pengingat kediktatoran,” kata Peneliti Austria di ACT-P Nura Al-Izzedin.

Dilansir TRT World, Jumat (12/11), Aiad mengatakan pesan-pesan Islamofobia yang terus-menerus ada di media mengakibatkan kejahatan kebencian terhadap Muslim, terutama wanita Muslim. 

September lalu, Vlogger Austria Baraa Bolat dilecehkan dan diludahi secara verbal setelah ia turun dari bus di kota Wina. Bolat membagikan pengalamannya di media sosial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Salah satu instalasi seni Aiad lainnya di pameran tersebut menggambarkan sebuah apartemen yang digerebek dari sudut pandang mereka yang terkena dampak. Melalui karya ini, pengunjung secara pribadi dapat melihat sekilas bagaimana anak-anak dan keluarga mengalami kebijakan otoritas negara.

Sepuluh bulan setelah penggerebekan, penggeledahan rumah Operasi Luxor dinyatakan melanggar hukum oleh Pengadilan Tinggi Regional Graz. Terlebih, tak satu pun dari para korban yang hidupnya berubah 180 derajat.

 

 

Sumber: trtworld

Berita terkait

Berita Lainnya