Kepala Daerah Jangan Ragu Berinovasi atau Takut dengan OTT
KPK minta kepala daerah perbaiki tata kelola pemerintahan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepala daerah memperbaiki tata kelola pemerintahan. Melalui Monitoring Center for Prevention (MCP), KPK mencatat delapan sektor rawan korupsi sebagai fokus penguatan tata kelola pemerintah daerah dimaksud.
"Selama kepala daerah menjalankan pemerintahannya dengan memegang teguh integritas, mengedepankan prinsip-prinsip good governance, dan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, tidak perlu ragu berinovasi atau takut dengan OTT," kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati Kuding dalam keterangan, Senin (15/11).
Adapun, kedelapan area tersebut adalah Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Penguatan APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa. Ipi mengungkapkan, data MCP menangkap bahwa rata-rata capaian MCP wilayah Jawa Tengah per 11 November 2021 tercatat 63 persen. Karenanya, KPK mendorong komitmen kepala daerah untuk memenuhi indikator dan subindikator MCP sebagai upaya pencegahan korupsi di daerah.
Ipi mengatakan, keberhasilan pencegahan korupsi sangat bergantung pada komitmen dan keseriusan kepala daerah beserta jajarannya untuk secara konsisten menerapkan rencana aksi yang telah disusun. Dia melanjutkan jika langkah-langkah pencegahan tersebut dilakukan maka akan terbangun sistem yang baik yang tidak ramah terhadap korupsi.
KPK menyadari perbaikan sistem juga harus diimbangi dengan pembangunan budaya anti korupsi demi menjaga integritas para pejabat publik. Ipi mengatakan, sebab kekuasaan besar yang dimiliki kepala daerah tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas akan menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.
"Atau, dengan kata lain korupsi dapat terjadi karena kekuasaan didukung adanya kesempatan, namun tidak disertai integritas," katanya.
Ipi melanjutkan, koordinasi dan monitoring evaluasi yang dilakukan KPK di Jawa Tengah mendapatkan beberapa hal yang menjadi catatan dan perlu perbaikan secara konsisten dan berkesinambungan. Antara lain terkait potensi kebocoran penerimaan pajak karena belum dikelola secara optimal; besarnya tunggakan pajak daerah hingga belum terintegrasinya sistem perpajakan, perizinan dan pengawasan.
Begitu juga dengan banyaknya pemda belum menyelesaikan regulasi RDTR sehingga masih adanya dugaan praktik fee proyek pengadaan barang dan jasa (PBJ), gratifikasi dan pelicin; pemda belum mengimplementasikan Bela Pengadaan melalui marketplace untuk PBJ yang nilainya kurang dari Rp50 juta dalam rangka efisiensi dan pemberdayaan UMKM lokal; masih perlunya penguatan APIP yang meliputi aspek kapasitas, kapabilitas, kompetensi serta independensi.
Kemudian, masih adanya dugaan praktik jual-beli jabatan dalam rotasi, mutasi dan promosi; serta masih perlunya penguatan pengawasan tata kelola dana desa. Terkait manajemen aset daerah, KPK mencatat masih banyak kewajiban aset PSU dari pengembang kepada pemda yang belum diserahkan.
Ipi melanjutkan, selain itu beberapa pemda perlu dilakukan penyelesaian tuntas terkait aset P3D. KPK juga mencatat masih banyak aset pemda yang belum bersertifikat. Namun demikian, KPK mengapresiasi capaian sertifikasi aset pemda di Jateng. Dari target penyelesaian sertipikat di tahun 2021 yaitu 45.609 bidang aset, per 11 November 2021 telah terbit sebanyak 10.376 sertifikat. "Sisanya, masih berproses di Kantor Pertanahan Jateng," katanya.