Sidebar

Fakta Mengejutkan Muslim Uyghur di Amerika

Saturday, 20 Nov 2021 12:13 WIB
Sekelompok warga masyarakat dari etnis minoritas Muslim Uighur di Kota Aksu, Daerah Otonomi Xinjiang, China, memainkan alat musik tradisional, Kamis (22/4/2021), sebagai salah satu kegiatan rutin sore hari. Mereka memainkan alat musik untuk mengiringi para penari dari komunitasnya.

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Dunia telah menjadi saksi kekejaman China yang menahan dan menyiksa jutaan Muslim Uyghur di Xinjiang China. Selama dua tahun terakhir, dunia juga mengecam China atas apa-apa yang dilakukan kepada kelompok minoritas tersebut.


Tuduhan mengenai apa yang terjadi di kamp konsentrasi China saat ini sangat mengerikan dan termasuk pelanggaran hak asasi manusia besar. Seperti kekurangan makanan, asimilasi paksa, pemerkosaan, pelecehan fisik dan emosional, sterilisasi massal, dan dugaan pembunuhan, karena banyak yang memasuki kamp-kamp ini, tidak pernah terdengar lagi.
 
Dari perspektif negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, mengecam tindakan pemerintah China tersebut bahkan menyebut tindakan itu sebagai genosida. Mantan Presiden Trump adalah presiden AS pertama yang secara resmi menandatangani undang-undang kamp anti-konsentrasi menjadi undang-undang AS (melalui Marco Rubio ). RUU itu kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uyghur tahun 2020.
 
Presiden saat ini Joe Biden juga menggemakan sentimen serupa melalui Twitternya. Joe Biden menyatakan, "Penginterniran China terhadap hampir satu juta Muslim Uighur adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia terburuk di dunia saat ini." 
 
Senada dengan Trump, Biden juga menandatangani undang-undang yang mengutuk kerja paksa Uighur (melalui CNBC ). Namun, apa yang terjadi, data terbaru mengungkapkan bahwa semua ini tidak lebih dari sekadar kedok belaka.
 
Tidak Ada Pengungsi Muslim Uyghur Di Amerika Serikat
 
Setelah melontarkan tuduhan ke China karena melakukan kejahatan paling mengerikan terhadap kemanusiaan sejak perbudakan dan Holocaust, Amerika Serikat sekarang mengakui untuk mengizinkan secara tepat nol pengungsi Muslim Uyghur di dalam perbatasannya (melalui Time ). Sebagai acuan, pemerintah AS menjatuhkan 7.423 bom yang memecahkan rekor di Afghanistan pada 2019 (via The Guardian ). 
 
Ini dilakukan di bawah panji pembebasan umat Islam dari kekuasaan Taliban. Namun, ketika membebaskan umat Islam menjadi masalah membuka perbatasan dan menyediakan tempat yang aman bagi pengungsi yang melarikan diri dari genosida, tiba-tiba masalah ini ditutupi birokrasi.
 
Para ahli memberikan berbagai alasan untuk menolak pengungsi Muslim Uyghur. Beberapa percaya bahwa sistem pengungsi tidak memiliki aksesibilitas. Yang lain menganggap itu adalah masalah ketakutan akan pembalasan dari pemerintah China.
 
Lebih buruk lagi, negara-negara lain telah berusaha untuk menampung pengungsi Uyghur dengan aman, hanya untuk kemudian mengembalikan orang-orang ini ke tangan penindas mereka. Pengungsi yang meninggalkan China dan kemudian kembali sekarang dikabarkan telah menghilang secara misterius
 
Anggota Human Rights Watch, Maya Wang menggambarkan, seolah-olah tidak ada tempat bagi muslim Uyghur untuk pergi dan berlindung. "Bagi orang Uyghur, benar-benar tidak ada tempat bagi mereka untuk pergi," ungkapnya dilansir dari Grunge, Sabtu (20/11).
 
 
 
 

 

 
 

 

Berita terkait

Berita Lainnya