Kerukunan di Kalbar, Dialog dan Pelajaran Kelam Masa Lalu
Para tokoh agama di Kalbar terus menjaga komunikasi antarumat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan wilayah yang sangat majemuk karena berbagai etnis dan agama hidup berdampingan di sana. Namun, hampir tidak ditemukan jejak konflik yang disebabkan isu agama.
Para tokoh-tokoh agama di Kalbar dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai provinsi memiliki komunikasi yang baik. Dialog antaragama berjalan dengan baik di semua tingkatan. Sehingga kerukunan antarumat beragama dapat terjaga dengan baik di semua tingkatan.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Kalbar, Ustadz Ismail Ruslan, mengatakan hubungan tokoh dari agama-agama yang ada di Kalbar terbangun mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai provinsi. Memang sejak dulu di Kalbar tidak pernah ditemukan jejak konflik berlatar belakang agama.
Ia menyampaikan, dulu pernah terjadi konflik antaretnik. Namun masyarakat Kalbar dalam satu dasawarsa ini tidak ingin mengulangi masa-masa kelam tersebut. "Di Kalbar selain ada FKUB juga ada organisasi etnis yang tergabung dalam organisasi Perkumpulan Merah Putih, jadi ada dua organisasi yang menjadi tempat tokoh-tokoh bernaung dan berkomunikasi," kata Ustadz Ismail kepada Republika.co.id, Senin (22/11).
Dia menerangkan, tokoh-tokoh agama berkumpul, berkomunikasi dan berdialog di FKUB. Sementara tokoh-tokoh etnis berkumpul, berkomunikasi, dan berdialog di Perkumpulan Merah Putih. Jadi dua kekuatan ini yang menjaga kerukunan umat beragama di Kalbar.
Di samping itu, dia menceritakan, keterlibatan pemerintah di Kalbar sangat aktif dalam merawat kerukunan. Misalnya setiap pilkada, tokoh-tokoh agama selalu disapa pimpinan daerah bersama pangdam dan kapolda. Mereka bersama-sama turun ke kelompok-kelompok masyarakat dan organisasi-organisasi yang ada di Kalbar.
"Jadi keterlibatan (semua pihak) ini yang menurut pandangan saya membuat tokoh-tokoh agama merasa diperhatikan pemerintah karena dihubungi dan disapa, sehingga apapun yang terjadi di Kalbar, pemerintah dan tokoh agama paling awal yang menyelesaikannya," ujarnya.
Baca juga: Tiga Perangai Buruk dan Tiga Sifat Penangkalnya
Di Kalbar organisasi etnis sangat banyak, di antaranya ada majelis adat budaya Melayu, dewan adat Dayak, ikatan keluarga besar Madura, kerukunan keluarga Sulawesi Selatan tempat orang-orang Bugis, majelis adat budaya Tionghoa, dan lain-lain. Organisasi tersebut hidup di tengah masyarakat, anggotanya aktif dan kegiatannya ada.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, KH Muhammad Basri Har, mengatakan penduduk di Kalbar tidak ada yang paling menjadi mayoritas. Umat Islam meski menjadi yang terbesar tapi populasinya hanya sekitar 59 persen, Katolik 22 persen, Protestan 10 persen, sisanya Hindu, Buddha, dan Konghucu. Kondisi ini juga mendukung terciptanya kerukunan.
"Berkat kerjasama dan saling pengertian di antara pemeluk agama khususnya para tokoh-tokoh agamanya sehingga kerukunan bisa terwujud," kata Kiai Basri.
Menurutnya, salah satu tolok ukur kerukunan ketika pelaksanaan pilkada di Kalbar tidak pernah terjadi kerusuhan seperti yang terjadi di tempat-tempat lain. Padahal kontestannya beda agama dengan pemilihnya.
Ia menyampaikan, di Kalbar paling banyak etnis Melayu dan Dayak. Selain itu ada Madura, Bugis, Jawa, Tionghoa dan lain-lain. Tionghoa juga banyak tapi hanya di daerah-daerah tertentu saja seperti di Singkawang dan Pontianak.
Ia mengatakan, meski beragam etnis dan agamanya, masyarakat Kalbar sering melakukan kegiatan bersama khususnya tokoh-tokoh agamanya. Dalam waktu dekat, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) akan menggelar seminar agama-agama, salah satu narasumber acara tersebut dari MUI.
Baca juga: 4 Jalan Menuju Allah SWT Menurut Imam Syadzili
"Jadi fungsi MUI selain menjadi wadah musyawarah para ulama, cendekiawan dan zuama juga sebagai penghubung antarumat beragama, jadi kita menempatkan pengurus MUI di FKUB, di FKUB sering dialog untuk membahas berbagai permasalahan yang berpotensi merusak kerukunan," jelasnya.
Pengurus FKUB menyepakati di internal umat beragama memperbanyak dakwah dan memberikan pesan-pesan untuk menjaga kerukunan. Di antara agama-agama memperbanyak dialog dan diskusi, supaya tidak ada kesalahpahaman di antara pemeluk agama-agama yang ada di Kalbar.
"Di samping kita melakukan dialog, masing-masing pemuka agama melakukan pembinaan di umatnya masing-masing, karena tidak ada satu agama pun yang mentoleransi adanya permusuhan dan kerusuhan, semua agama mengajarkan untuk hidup damai," ujar Kiai Basri.
Dukungan pemerintah
Ustadz Ismail menilai bahwa peran tokoh-tokoh agama dan FKUB sangat penting dalam menjaga kerukunan. FKUB di tingkat kabupaten bahkan sampai membentuk FKUB di tingkat kecamatan. Di samping itu, lembaga adat hidup dan berfungsi dengan baik sampai tingkat bawah.
Ia mengatakan, dalam beberapa kali rapat FKUB di Kalbar, umumnya masalahnya sama yakni kurangnya perhatian pemerintah daerah ke FKUB di tingkat kabupaten. Sehingga FKUB tidak mendapatkan anggaran sesuai kebutuhannya untuk menjalankan program-programnya dalam rangka merawat kerukunan.
"Hanya beberapa kabupaten saja yang pemerintah daerahnya mendukung (FKUB), karena umumnya FKUB kabupaten tidak mendapatkan anggaran dari pemerintah," jelas Ustadz Ismail.
Meski demikian, Ustaz Ismail menegaskan, sering menyampaikan ke tokoh-tokoh agama bahwa tugas mereka sangat mulia.
Jangan karena tidak ada bantuan dari pemerintah, tokoh-tokoh agama tidak melakukan kegiatan menyapa umatnya, ceramah kepada umatnya, dan menyampaikan pesan-pesan kerukunan.
"Mereka (tokoh-tokoh agama) mulia meski ada atau tidak ada bantuan (dana dari pemerintah)," ujarnya. Kiai Basri berharap, pemerintah yang memayungi masyarakat benar-benar memayungi serta mengayomi masyarakat secara adil dan proporsional. Karena itu yang diharapkan masyarakat di bawah.
Baca juga: Rasulullah SAW Terbiasa Menahan Lapar Sejak Usia Muda
Dia memberikan masukan agar pemerintah menegakan keadilan secara sungguh-sungguh. Berikan pelayanan secara adil dan proporsional kepada umat beragama yang ada di Kalbar. Sebab jika pemerintah tidak memberikan keadilan, nanti kerukunan dikhawatirkan akan rusak.
"Itu (ketidakadilan) yang menjadi pemicu ketidak rukunan itu, akhirnya yang di bawah jadi bentrok, itu (keadilan) yang kita harapkan dari pemerintah pusat dan daerah, kita maunya hukum ditegakkan dengan adil tanpa pandang bulu," jelasnya.