98 Orang Mendaftar Jadi Presiden Libya

KPU sedang memeriksa apakah mereka yang mendaftar memenuhi persyaratan.

Yannis Kolesidis/EPA
Jenderal Khalifa Haftar ikut mencalonkan diri sebagai capres Libya.
Rep: Dwina Agustin/Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Jumlah orang yang mengajukan aplikasi untuk mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilihan presiden Libya bulan depan mencapai angka fantasis. Pejabat di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nasional, Abdul Hakim Balkhair, mengatakan jumlah mereka yang berkasnya awalnya diterima untuk ikut pemilihan sebanyak 98 kandidat, Selasa (23/11).

Dokumen kandidat sedang diverifikasi untuk memeriksa apakah mereka memenuhi syarat untuk mencalonkan diri. Dalam beberapa hari, daftar kandidat awal akan diumumkan. Batas waktu pendaftaran bagi mereka yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden adalah 22 November. Nominasi untuk pemilihan parlemen masih dibuka hingga 7 Desember.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Tinggi, Emad al-Sayeh, mengatakan setelah itu KPU akan membuka proses banding dua tahap yang akan memakan waktu 12 hari sebelum daftar calon final diumumkan. Beberapa nama terkenal ikut dalam pencalonan tersebut, seperti Jenderal Khalifa Haftar yang memimpin pasukan berbasis di timur yang melakukan serangan terhadap pemerintahan diakui secara internasional, Ketua Parlemen Aguila Saleh, dan Perdana Menteri Abdul-Hamid Mohammed Dbeibah yang telah memimpin pemerintahan persatuan transisional sejak Maret.

Sementara putra mendiang diktator Libya Muammar Qadafi, Seif al-Islam Qadafi juga mengajukan permohonannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Padahal surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadapnya pada 2011.

Baca Juga



Pemilihan presiden dan parlemen Libya akan berlangsung pada 24 Desember di bawah perjanjian yang disponsori PBB yang dicapai oleh saingan politik Libya selama pertemuan di Tunisia pada 15 November 2020.  Rakyat Libya berharap bahwa pemilu mendatang akan berkontribusi untuk mengakhiri konflik bersenjata yang telah melanda negara kaya minyak itu selama bertahun-tahun.

Seruan jaksa

Jaksa Libya menyerukan agar putra mantan penguasa Muammar Qadafi, Seif al-Islam Qadafi dan panglima perang Khalifa Haftar mundur dari pencalonan presiden. Al-Ahrar TV mengatakan, jaksa militer Masoud Erhouma mengajukan permintaan kepada Kepala Komisi Pemilihan Umum Emad Al-Sayeh untuk menghentikan pencalonan kedua kandidat tersebut.

Seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (23/11), jaksa meminta kedua calon presiden itu hadir di hadapannya untuk menjawab tuduhan pembunuhan terhadap mereka.
Dalam permintaannya, Erhouma mengatakan, sebuah gugatan telah diajukan terhadap Saif al-Islam Qadafi dan Haftar terkait pembunuhan warga sipil di kota Espiaa, selatan Tripoli, oleh tentara bayaran Wagner, Rusia.

Antara April 2019 dan Juni 2020, Haftar dibantu oleh kelompok Wagner dilaporkan melakukan pembantaian terhadap warga Libya, termasuk pembunuhan di Espiaa. Erhouma menambahkan bahwa Haftar juga dituduh membunuh 63 migran ilegal di kota Tajoura, timur Tripoli, pada Juli 2019.Termasuk, membunuh dua orang Libya dalam penembakan di kota al-Zawiyah barat laut pada Desember 2019, dan 26 siswa dalam serangan terhadap akademi militer di Tripoli pada Desember 2020. Namun, Erhouma tidak merinci kaitan Saif al-Islam dengan pembunuhan di Espiaa.

Sebelumnya, juru bicara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Fadi al-Abdullah mengatakan, surat perintah penangkapan terhadap Saif al-Islam masih berlaku. “Surat perintah penangkapan ICC tetap berlaku dan tidak berubah. ICC tidak mengomentari masalah politik,” ujar al-Abdullah.
 
Pada 2011, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Saif al-Islam atas tuduhan melakukan kejahatan kemanusiaan di Libya. Saif al-Islam adalah salah satu tokoh paling menonjol yang mencalonkan diri sebagai presiden. Dia akan bersaing dengan panglima perang Haftar, Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah dan ketua parlemen Aguila Saleh.

Pemilihan presiden Libya dianggap sebagai momen penting dalam proses perdamaian yang didukung PBB. Terutama untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung sekitar satu dekade. Konflik ini telah merusak stabilitas Mediterania sejak pemberontakan yang didukung NATO terhadap Muammar Qadafi pada 2011.

Saif al-Islam kemungkinan akan memainkan nostalgia ketika era sebelum pemberontakan yang didukung NATO pada 2011, yang menjatuhkan ayahnya dari tampuk kekuasaan. Sejauh ini era Gaddafi masih dikenang oleh sebagian besar orang Libya sebagai salah satu otokrasi yang keras.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler