Vaksin Saat Ini Bisa Lawan Omicron? Ini Kata Pakar

Hingga kini, para pakar belum mengetahui secara pasti tentang varian Omicron.

www.pixabay.com
Hingga kini, para pakar belum mengetahui secara pasti tentang varian Omicron.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, 

Baca Juga


Oleh: Umi Nur Fadhilah

Varian Omicron menimbulkan kecemasan di seluruh dunia sejak dinyatakan sebagai varian Covid-19 yang menjadi perhatian oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhir pekan lalu. Namun, hingga kini, para ilmuwan belum banyak mengetahui tentang Omicron.

Beberapa negara sudah menutup perbatasan demi mengantisipasi Omicron. Bahkan, varian baru ini memaksa Australia membuat panduan perjalanan baru. Namun, pertanyaan yang ada kini, bagaimana dengan vaksin yang ada saat ini? Apakah vaksin Pfizer, Moderna, hingga AstraZeneca mampu melawan strain baru dari virus Covid-19 tersebut?

Jawabannya, sederhana. Para pakar menyebutkan, vaksin yang ada saat ini kemungkinan besar melindungi, tetapi belum diketahui secara pasti. Menurut para ahli, sejauh ini Omicron menyebabkan kelelahan ekstrem tetapi hanya penyakit ringan. Para ahli Virologi Westmead Institute  juga masih meneliti antibodi pelindung dalam vaksin.

"Kecurigaan saya adalah vaksin yang kami gunakan di Australia, yaki Pfizer, Moderna, AstraZeneca, sudah mencakup penyakit parah, termasuk varian Omicron," kata Profesor Tony Cunningham, dilansir dari ABCNews, Selasa (30/11).

Cunningham menyebutkan, varian Omicron sudah bisa menginfeksi orang-orang yang divaksinasi. Para ilmuwan akan melakukan pengujian laboratorium untuk menentukan vaksin yang ada saat ini bisa bekerja dengan pasti. 

Cunningham mengatakan bahwa tidak ada gunanya mengembangkan vaksin baru untuk menargetkan Omicron, jika vaksin saat ini berhasil, atau jika tidak menjadi jenis yang dominan di seluruh dunia. Namun, timnya di Westmead Institute sedang mengerjakan vaksin generasi berikutnya yang tahan terhadap varian baru Covid-19.

"Ini seperti suntikan flu universal. Anda harus lebih pintar dari virus saat bergerak. Itu kuncinya. Apakah Anda mengikuti perubahan virus, atau apakah Anda mencoba melakukan lebih baik dan menebak-nebak,” ujar Cunningham.

Ahli Epidemiologi dari Deakin University, Catherine Bennett, mengatakan, para ilmuwan juga akan menganalisis tingkat infeksi waktu di Afrika Selatan dan negara-negara Afrika lainnya untuk menentukan tingkat infeksi antara orang yang divaksinasi dan tidak divaksinasi. Namun, salah satu masalahnya adalah rendahnya persentase orang yang divaksinasi di wilayah tersebut. Di Afrika Selatan, lanjut Bennett, sebagian besar pekerjaan epidemiologi sedang dilakukan, tingkat vaksinasi sekitar 24,1 persen untuk seluruh populasi.

Baca juga : Varian Delta Belum Mereda, Omicron Kini Mengancam

"Masih terlalu dini untuk mengatakannya, dua orang yang terinfeksi yang tiba di Australia telah divaksinasi lengkap. Tapi, kita tahu vaksin telah melawan varian lain, terutama untuk penyakit parah. Saya pikir kita harus yakin bahwa vaksin yang ada masih kuat,” ujar Bennett.

Pembuat vaksin, seperti Pfizer dan Moderna, diinformasikan sudah mengerjakan vaksin generasi berikutnya. Vaksin mRNA ini disebut akan menargetkan varian tertentu yang beredar, seperti Omicron. Bennett mengatakan bahwa tim produksi vaksin kemungkinan hanya butuh beberapa pekan untuk memproduksi vaksin Covid-19 generasi berikutnya. 

"Itu selalu menjadi salah satu kekuatan teknologi mRNA, mereka bisa melakukannya dengan cepat, dan tidak menghasilkan vaksin yang sama sekali baru," kata dia.

Bennett berharap bisa mendapat lebih banyak berita tentang efektivitas vaksin terhadap varian Omicron. Informasi itu akan menentukan seberapa banyak upaya yang dibutuhkan untuk vaksin generasi berikutnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler