Wakaf Bisa Jadi Mesin Penggerak Indonesia Tumbuh
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Bendahara Yayasan Dompet Dhuafa, Hendri Saparini, meyakini instrumen wakaf akan menjadi salah satu kendaraan atau mesin penggerak agar Indonesia bisa tumbuh. Namun, instrumen wakaf ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Betapa potensi wakaf kita itu sangat besar tapi itu hanya ada di grafik dan pidato, kita belum mampu menjadikan potensi wakaf menjadi sebuah kekuatan yang real (nyata), padahal itu semua ada di tangan kita," kata Saparini saat pidato dalam acara Wakif Gathering di Khadijah Learning Center Dompet Dhuafa, Tangerang Selatan, Selasa (30/11).
Ia mengatakan, dalam kondisi yang tidak mudah seperti sekarang ini tentu peran kekuatan wakaf menjadi semakin besar dan diharapkan. Mungkin yang sering didengarkan adalah wakaf akan bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Ia menambahkan, tapi sebenarnya kalau bisa mengoptimalkan wakaf dalam kondisi pemerintah sekarang mengalami tekanan di sisi fiskal, maka kekuatan wakaf akan menghidupkan atau mengurangi beban masyarakat dan negara.
"Kita bisa bayangkan kalau setelah pandemi (Covid-19) kemiskinan dan pengangguran bertambah, kebutuhan kita untuk fiskal semakin besar, maka seolah-olah tidak ada pilihan bagi pemerintah kecuali meningkatkan penerimaan pajak," ujarnya.
Saparini mengatakan, bahkan sekarang ada kecenderungan memilih pajak-pajak yang kurang adil. Kalau bicara pajak penghasilan (PPh) mungkin itu lebih adil karena ada tarifnya dan batasnya. Tapi sekarang yang akan didorong adalah pajak pertambahan nilai (PPN).
"Menurut kami itu adalah salah satu upaya yang kurang adil karena siapapun, mau dhuafa, mau wakif, mereka akan mendapatkan tekanan yang sama," jelasnya.
Saparini mengingatkan, pada saat tidak ada pilihan lain dan pembiayaan dari fiskal pemerintah adalah dari hutang, maka timbal hasil atau bunga yang ditawarkan pemerintah semakin lama semakin tinggi.
Ia mengatakan, sekarang mungkin pemerintah telah melakukan banyak hal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan pelayanan dasar masyarakat. Namun, fakta di lapangan dan data juga menyebutkan ternyata banyak hal yang masih harus dikerjakan.
Menurutnya, waktu sangat berharga dan terbatas, waktu Indonesia masuk dalam era banyak penduduk dalam usia tidak produktif itu sebentar lagi. Kalau sekarang tahun 2021, maka tahun 2030 atau 2035 akan masuk era banyak penduduk dalam usia tidak produktif.
"Sehingga kita tidak bisa bicara bonus demografi, defisit demografi, kita khawatir itu akan menjadi bencana demografi," jelasnya.
Saparini mengatakan, karena penduduk dalam usia tidak produktif jumahnya sangat banyak, maka tidak mampu dibiayai pemerintah. Bahkan penduduknya sendiri tidak mampu membiayai dirinya sendiri.
"Ancaman yang sangat menegerikan ini semestinya harus kita carikan solusi, jadi kenapa kita harus melakukan kerjasama dalam mengoptimalkan wakaf, karena kita memiliki agenda-agenda tersebut, kita memiliki PR yang sangat besar," ujarnya.