Makna Boikot Olimpiade Beijing: Melukai Harga Diri China
Boikot diplomatik oleh AS dan sekutunya di Olimpiade Beijing bertujuan melukai China
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Gelombang kecil boikot pemerintah melanda China pada Rabu (8/12). Peristiwa ini terjadi kurang dari dua bulan sebelum Olimpiade Musim Dingin Beijing dibuka. Dampak senjata politik ini pada atlet di pertandingan harusnya mendekati nol. Pemirsa juga seharusnya tidak melihat perbedaan dalam konten siaran.
Akan tetapi, boikot diplomatik ini diperhitungkan untuk melukai harga diri negara tuan rumah seperti China. Beijing diduga sering mencampurkan olahraga dan politik ke dalam motif untuk mengadakan acara sebesar Olimpiade atau Piala Dunia.
Pemerintah Australia, kemudian Inggris dan Kanada, mengumumkan penolakan untuk mengirim pejabat ke Olimpiade Musim Dingin yang diadakan 4-20 Februari. Langkah melawan China dimulai oleh Amerika Serikat (AS) pada Senin (5/11).
Negara-negara itu adalah sekutu diplomatik lama yang ingin menyoroti catatan hak asasi manusia (HAM) China. Sorotan diberikan terutama pada perlakuan terhadap warga etnis Uighur yang mayoritas Muslim yang oleh beberapa pihak disebut menghadapi genosida.
Sengatan juga akan dirasakan oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC). Para pemimpinnya memiliki kepekaan yang tajam terhadap potensi tempatnya dalam politik dunia bahkan sambil menggembar-gemborkan netralitas yang terikat oleh Piagam Olimpiade.
Para pemimpin IOC suka memoles acara Olimpiade dengan mengatakan bahwa acara olahraganya adalah satu-satunya yang menyatukan lebih dari 200 tim nasional dalam perdamaian dan persahabatan. Pengalihan apa pun dari pesan persatuan global tidak diinginkan.
Piagam Olimpiade adalah kode peraturan dan anggaran rumah tangga yang mengatur IOC dan menetapkan kondisi untuk perayaan Olimpiade. Aturan 2 yang berkaitan dengan “Misi dan peran IOC” membantu menjelaskan mengapa boikot diperlakukan sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsipnya.
"Untuk mengambil tindakan demi memperkuat kesatuan Gerakan Olimpiade, untuk melindungi kemerdekaannya, untuk mempertahankan dan mempromosikan netralitas politiknya dan untuk melestarikan otonomi olahraga," demikian bunyi peraturan itu.
Bagi IOC, netralitas politik harus berarti tidak menyebut negara tuan rumah Olimpiade atas kebijakan dan perilakunya di luar olahraga atau tidak terkait dengan pementasan pertandingan. "Kami selalu meminta sebanyak mungkin rasa hormat dari dunia politik dan sesedikit mungkin campur tangan pada olahraga dan dunia Olimpiade dan cita-cita kami,” kata anggota senior IOC Juan Antonio Samaranch pekan ini.
Sejarah Boikot Olimpiade
Namun, peristiwa boikot ini bukan hal yang baru untuk acara Olimpiade. IOC masih membawa luka emosional dari periode puncak dengan total lebih dari 100 negara memboikot penuh dari tiga Pertandingan Musim Panas berturut-turut dari 1976 hingga 1984.
Olimpiade Montreal 1976 sebagian besar diboikot oleh negara-negara Afrika yang memprotes partisipasi Selandia Baru setelah tim rugbynya melakukan tur ke Afrika Selatan era Apartheid. Kemudian Olimpiade Moskow 1980 berlangsung tanpa AS dan lusinan tim lain yang memprotes invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Blok Soviet dan beberapa sekutunya membalas dengan memboikot Olimpiade Los Angeles 1984.
Baca juga : Peretas China Disebut Incar Angkatan Laut Indonesia dan Filipina
Ketika itu ribuan atlet absen bertanding di Olimpiade empat dekade lalu. Sedangkan Olimpiade Musim Dingin Beijing hanya berupa boikot diplomatik sehingga para atlet akan tetap bertanding.
Boikot ini hanya menempatkan anggota parlemen senior dan pejabat diplomatik tidak hadir ketika upacara pembukaan diadakan pada 4 Februari. Terlebih lagi tidak ada kewajiban diplomatik bagi kepala negara untuk menghadiri Olimpiade dan Olimpiade Musim Dingin.
Hanya saja, ajang olahraga ini sering kali menjadi pesta sekutu lama atau membangun aliansi dengan teman baru yang potensial. Presiden AS George W. Bush saat itu pergi ke Beijing untuk pembukaan Olimpiade Musim Panas 2008 yang seharusnya menjadi pesta untuk menyambut China. Pada Juli, ibu negara AS Jill Biden memimpin kontingen Amerika ke Olimpiade Musim Panas di Tokyo.
Pergi ke pertandingan Olimpiade juga dapat menimbulkan masalah diplomatik. Contohnya saat Wakil Presiden AS Mike Pence hadir dalam Olimpiade Musim Dingin 2018 di Korea Selatan. Pence mendapati dirinya dalam situasi canggung duduk di dekat delegasi Korea Utara pada upacara pembukaan di Pyeongchang.
Baca juga: Kekhawatiran Gagal Bayar Utang Pengembang Properti China Meningkat
Meski gelombang boikot ini menarik beberapa negara, reaksi China beragam dengan menyatakan tidak terganggu sama sekali hingga jelas sangat terganggu. Pengumuman AS mendorong Kedutaan Besar (Kedubes) China di Washington menyatakan tidak peduli.
"Faktanya, tidak ada yang akan peduli apakah orang-orang ini datang atau tidak, dan itu tidak berdampak apa pun pada #Beijing2022 agar berhasil diadakan," ujar Kedubes China di Washington.
Kementerian Luar Negeri China mengatakan AS ikut campur karena prasangka ideologis dan berdasarkan kebohongan dan rumor. Sedangkan keputusan Australia, menurut surat kabar dikelola pemerintah China Global Times, dinilai tidak dewasa, arogan, dan bodoh karena mengikuti AS. "Negara-negara dengan rasionalitas akan memikirkan kepentingan rakyatnya sendiri daripada bekerja sama dengan aksi sia-sia AS," ujarnya.
China pun mungkin tidak akan tinggal diam di masa depan dengan sikap negara yang menyatakan boikot diplomatik. AS dan Australia akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas, pada 2028 di Los Angeles dan 2032 di Brisbane. Pejabat Olimpiade AS kemungkinan juga akan mencari dukungan IOC untuk menggelar Olimpiade Musim Dingin lagi di Salt Lake City, yang juga menjadi tuan rumah 2002.