Kolaborasi Bank dan Fintech Lending Untungkan UMKM
Bank memiliki keterbatasan untuk melayani UMKM dengan pinjaman kecil.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kolaborasi antara bank dan peer-to-peer (P2P) lending masih terus berlanjut di masa pandemi Covid-19. Indonesia Fintech Society (IFSoc) menilai kolaborasi kedua industri ini sangat menguntungkan bagi pengembangan UMKM.
Ketua SC IFSoc Mirza Adityaswara mengatakan, bank memanfaatkan infrastruktur digital untuk memudahkan penyaluran modal bagi individu dan UMKM. Sebagai contoh yakni channelling yang dilakukan oleh bank-bank melalui kerja sama dengan fintech.
Menurut Mirza, bank memiliki keterbatasan untuk melayani UMKM dengan pinjaman kecil. Kemampuan distribusi yang dimiliki oleh fintech p2p lending dapat menekan biaya operasi yang harus dikeluarkan bank ketika menjangkau UMKM tersebut.
"Untuk menyalurkan pinjaman size kecil, bank akan kerepotan dengan biaya operasional, sedangkan fintech lending mempunyai kemampuan distribusinya secara teknologi sehingga bisa menekan biaya operasional tersebut," kata Mirza, Kamis (9/12).
Di sisi lain, menurut Mirza, pertumbuhan industri fintech p2p lending dapat terganggu praktik pinjaman online ilegal. Ke depan, lanjutnya, perlu ada upaya terintegrasi untuk memberantas pinjaman online ilegal sebagai upaya menjaga kredibilitas p2p lending mengingat manfaatnya yang luas bagia masyarakat termasuk UMKM.
Di awal 2021, jumlah fintech dengan stastus Terdaftar jauh lebih banyak dibanding yang Berizin. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong perusahaan yang terdaftar untuk segera mendapatkan izin usaha. Menjelang akhir tahun ini jumlah fintech lending yang berizin terus meningkat.
Per November 2021, terdapat 104 fintech p2p lending yang telah berizin dan terdaftar di OJK. Sedangkan jumlah pemberi pinjaman atau lender mencapai 749 ribu dan peminjam atau borrower mencapai 68 juta. Adapun total penyaluran secara kumulatif mencapai Rp 249 triliun.
Selain dari sisi legalitas, Mirza juga menilai bunga pinjaman fintech P2P lending saat ini masih terbilang tinggi, khususnya untuk pinjaman bersifat konsumsi. Menurut Mirza, rata-rata bunga pinjaman fintech P2P lending saat ini berada di level 0,4 persen per hari.
"Menurut kami ini masih terlalu tinggi karena kalau dikalikan 365 hari mencapai 146 persen per tahun. Ini tentu tidak sehat. Kami mengimbau P2P lending yang konsumsi untuk terus menurunkan bunganya ke angka yang lebih wajar," tutup Mirza.
Founder CORE Indonesia Hendri Saparini menambahkan industri fintech P2P lending akan terus bertumbuh pada tahun depan. Meski demikian, pertumbuhan tersebut perlu didukung oleh percepatan dari sisi regulasi yang memberikan iklim yang lebih mendukung.
"Keberadaan Undang Undang tentang perlindungan data menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk bisa mendukung sektor fintech bisa lebih maju. Ini menjadi tantangan yang harus kita selesaikan bersama," kata Hendri.
Selain itu, lanjut Hendri, sosialisasi dan edukasi juga penting untuk diakselerasi. Hendri melihat, tingginya pertumbuhan pinjaman secara online belum dibarengi dengan edukasi dan sosialisasi yang masif terkait fintech P2P lending.
Menurut Hendri, diperlukan juga upaya-upaya pemahaman termasuk bagaimana memanfaatkan fintech untuk layanan lain seperti pembayaran pajak dan retribusi. Ini penting untuk menciptakan kepercayaan publik terhadap fintech p2p lending yang juga mampu mengelola dana-dana pemerintah.
"Memang masih banyk PR tapi kita sangat optimistis bahwa sebenarnya kita sudah cukup siap untuk bisa mendorong fintech melaju lebih cepat," tutup Hendri.