Akademisi Nilai Pentingnya Bentuk Tim Negosiator Haji Umroh
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Timur Tengah Ditjen Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Bagus Hendraning Kobaryashi menilai pemerintah Indonesia perlu membangun hubungan formal maupun informal dengan pemerintah Arab Saudi terutama terkait pelaksanaan haji dan umroh dimasa pandemi dan pasca pandemi
"Perlu adanya hubungan formal maupun informal yang harus dibangun antara pemerintah Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi," jelas Bagus dalam Forum Group Discussion terkait diplomasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang digelar di Yogyakarta beberapa hari yang lalu.
Sementara itu, akademisi dari Universitas Gadjah Mada Siti Mutiah Setiyawati mengatakan, manfaat diplomasi adalah membangun kerja sama, menghindari perang, membangun opini, dan juga menjalin hubungan luar negeri.
Senada dengan Siti Mutiah, Akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi merekomendasikan agar pemerintah perlu secara aktif berdialog dengan otoritas Arab Saudi dan OKI. Menurutnya, Indonesia bisa mengambil peran penting dengan diplomasi publik dalam rangka menyusun arah baru mekanisme penyelenggaraan haji di masa pandemi dan sesudahnya.
"Indonesia bisa menjadi penentuan kuota haji, khususnya negara-negara dengan daftar tunggu haji yang tinggi, " kata Dadi.
Selain itu lanjut Dadi, masyarakat harus mendukung pemerintah Indonesia untuk meningkatkan peran sebagai mediator di OKI dan dunia Islam, menjembatani perpecahan dan mencapai kepentingan, keuntungan bersama. Termasuk berdialog dengan negara-negara yang kuota hajinya tidak terpakai untuk dapat mengalihkan kuota tersebut kepada negara seperti Indonesia.
Pemerintah Indonesia kata dia, dapat membentuk tim khusus konsul haji yang sifatnya lebih permanen dengan tugas khusus sebagai Hajj Negotiator. Tujuannya tim ini untuk berdialog dan bernegosiasi spesifik di bidang haji dan umroh.
"Khususnya di masa pandemi, meningkatkan peran serta masyarakat (non-state actor) dalam diplomasi publik, diplomasi tokoh politik dan agama, pengusaha, ulama dan kaum cendekiawan, dan masyarakat diaspora Indonesia (mukimin) di Arab Saudi," jelasnya.
Lain lagi dengan Akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Prof. Tulus Warsito. Tulus mengatakan dengan kondisi pandemi seperti saat ini, Indonesia mengalami krisis ganda, yaitu kuota dan waiting list serta penerapan protokol kesehatan.
Ia berpendapat, hal ini dapat menyebabkan adanya pasar gelap dalam penyelenggaraan haji dan umroh seperti percepatan keberangkatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Pemerintah perlu berhati hati dalam melaksanakan kebijakan dan memantau setiap kebijakan yang berlaku," tuturnya.