Legislator: Jangan Sampai DPR Dinilai Abaikan Korban Kekerasan Seksual
Anggota Baleg F-PKB ingatkan urgensi disahkan RUU TPKS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah mengingatkan urgensi disahkannya rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Sebab dalam beberapa waktu terakhir, jumlah korban kekerasan seakan terus bertambah dan tak memandang usia.
"Jumlah korban terus bertambah, tidak pandang usia, dari mulai balita bahkan bayi yang masih merah, hingga usia lansia. Tidak pandang latar belakang pendidikan, pekerjaan," ujar Luluk yang menginterupsi apat paripurna Penutupan Masa Persidangan II DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021–2022, Kamis (16/12).
Bahkan, korban kekerasan seksual dilaporkan hadir dari lembaga-lembaga yang dinilai seharusnya mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebajikan. Terbaru seorang guru agama justru menjadi pemerkosa. "Trauma kekerasan seksual akan dibawa sepanjang hayat hidup para korban, untuk bisa memahami luka kepedihan dan kegelapan yang dirasakan para korban. Tak perlu kita menjadi korban dan tak perlu menunggu anak-anak kita dan orang-orang yang kita cintai harus menjadi korban," ujar Luluk.
Luluk mengatakan, jangan sampai masyarakat menilai bahwa DPR abai terhadap korban kekerasan seksual. Mengingat lembaga legislatif itu batal menetapkan RUU TPKS dalam rapat paripurna penutupan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021–2022.
"Begitu banyak yang sudah menunggu dan menilai bahwa DPR gagal dan tidak memiliki sense of crisis adanya darurat kekerasan seksual, enough is enough. Cukup adalah cukup dan saya kira kita semua tidak ingin menjadi bagian yang tidak memiliki sense of crisis tersebut," ujar Luluk.
Ketua DPR Puan Maharani menanggapi batalnya RUU TPKS untuk diparipurnakan menjadi RUU usulan inisiatif DPR. Menurutnya, itu hanya masalah persoalan waktu untuk menetapkan RUU tersebut.
"Ini hanya masalah waktu, karena bahwa tidak ada waktu yg pas atau cukup untuk kemudian dilakukan secara mekanisme yang ada," ujar Puan usai rapat paripurna Penutupan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021–2022.
DPR, kata Puan, berusaha mengikuti mekanisme yang ada dalam menetapkan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR. Agar nantinya regulasi yang bertujuan untuk melindungi korban kekerasan seksual itu tak dapat digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Nanti saat undang-undang itu berlaku jangan kemudian ada yang menyatakan bahwa undang-undang itu melewati atau melampaui mekanisme yang berlaku. Jadi ini soal waktu timing, pimpinan dan DPR tentu saja mendukung dan segera akan segera mengesahkan ini melalui keputusan tingkat 2," ujar Puan.