Jangan Sembarangan Angkat Korban Kecelakaan, Ini Alasannya

Bila korban diduga mengalami dislokasi leher, pastikan untuk tidak menggerakkannya.

www.freepik.com.
Jangan sembarangan mengangkat korban kecelakaan, ini alasannya (ilustrasi).
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dislokasi merupakan bentuk cedera yang paling berat di mana kondisi tulang bergeser dari posisi normal. Umumnya, dislokasi terjadi akibat kecelakaan dengan intensitas yang tinggi atau high energy

Baca Juga


Kesalahan penanganan pada korban kecelakaan yang mengalami dislokasi dapat memperburuk kondisi. Salah satu area tubuh yang bisa mengalami dislokasi saat terjadi kecelakaan adalah leher. Di dalam tulang leher terdapat spinal cord atau saraf utama yang menghubungkan otak dengan area tubuh lainnya.

"Misalnya tulang itu bergeser, maka saraf yang berjalan dalam lubang di tulang itu akan bisa terjepit atau bisa juga sampai putus," jelas spesialis orthopaedi dan traumatologi dari Eka Hospital BSD dr Phedy SpOT(K) saat dihubungi Republika.co.id.

Saraf yang putus akibat dislokasi dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan hingga kematian, bergantung pada area mana yang terdampak. Bila yang terkena letaknya rendah di leher, seperti pada area C6-C7, bisa terjadi kelumpuhan kaki. Bila letaknya lebih tinggi, seperti di C4-C5, kelumpuhan bisa terjadi pada ekstremitas atau anggota gerak tubuh atas dan juga bawah.

"Kalau lokasinya lebih tinggi, misalnya C1, C2, bisa juga sampai ke gangguan pernapasan, sampai meninggal," kata dr Phedy.

Pada kasus dislokasi, tulang yang bergeser bisa pulih sampai 100 persen. Akan tetapi bila sarafnya sudah terdampak hingga putus, kelumpuhan yang terjadi bersifat permanen.

Oleh karena itu, bila pada kecelakaan ada korban yang dicurigai mengalami dislokasi pada leher, pastikan untuk tidak menggerakkan area lehernya. Kesalahan penanganan atau membiarkan area leher yang mengalami dislokasi bergerak pada pertolongan pertama bisa menimbulkan cedera lanjutan.

"Misalnya, tadinya cuma dislokasi, sarafnya masih bagus, tapi karena enggak hati-hati dalam mengangkat pasien, itu bisa tiba-tiba sarafnya jadi makin rusak, makin kejepit, atau malah makin putus," ujar dr Phedy.

Menurut dr Phedy, kecurigaan bahwa bahwa seseorang mengalami cedera atau dislokasi pada lehernya bisa didasarkan pada kondisi orang itu sendiri. Misalnya, orang tersebut baru mengalami kecelakaan berintensitas tinggi lalu ada jejas atau luka di area kepala atau wajah.

"Kalau high energy trauma, kita lihat sudah ada jejas multiple di muka, kita mesti curigai dulu ada patah leher sampai terbukti tidak," ujar dr Phedy.

Untuk menjaga agar leher tidak bergerak, paramedik yang membantu biasanya akan menggunakan collar neck sebagai penyangga leher. Penggunaan collar neck akan membantu mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat.

Pasien atau orang yang mengalami kecelakaan juga tidak boleh diangkat sembarangan. Ada cara khusus yang bisa dilakukan saat mengangkat pasien agar lehernya benar-benar terkunci dan tak mengalami pergerakan sama sekali.

"Jadi lebih baik menganggap itu ada cedera leher, sampai terbukti enggak. Karena dampak yang ditimbulkan kalau sampai terjadi kelumpuhan (karena salah penanganan saat pertolongan pertama), itu permanen," jelas dr Phedy.

Untuk terapi pengobatan dislokasi pada leher, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengembalikan posisi tulang yang bergeser. Proses ini perlu dilakukan secara hati-hati oleh tenaga medis.

Diperlukan penilaian terlebih dahulu mengenai beberapa hal, seperti penyebab dislokasi, ada atau tidaknya tulang yang patah, hingga kondisi pasien itu sendiri dalam posisi sadar atau tidak. Pasien juga biasanya akan menjalani pemeriksaan pencitraan seperti rontgen, CT scan, atau MRI.

Hampir semua kasus dislokasi membutuhkan tindakan operasi untuk mengembalikan posisi tulang dan sendi yang bergeser. Bila posisi tulang tampak tidak stabil, dokter biasanya akan menambah pemasangan pen untuk mengunci agar posisi tulangnya stabil. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler