Pengertian Istitha'ah Menurut Imam Malik
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ibadah haji hanya dikerjakan bagi Muslim yang mampu (Istithaah). Syaikh Sa'id bin Abdul Qadir Salim Basyanfar dalam kitabnya Al-Mughnie menuliskan, pengertian Istithaah yang terkenal dalam mazhab Maliki dan difatwakan Imam Malik sendiri adalah.
"Memungkinkannya sampai ke tempat tujuan tanpa ada hambatan," katanya.
Isitha'ah bisa sampai tujuan dengan mudah tanpa halangan yang benar-benar berat melebihi perjalanan biasa dan disertai adanya jaminan keamanan bagi jiwa dan harta bendanya. Menurut mazhab Maliki, tidak disyaratkan adanya perbekalan dan kendaraan.
Bahkan di kalangan mereka, ibadah haji itu wajib bagi yang mampu berjalan kaki dan punya keterampilan khusus untuk memenuhi keperluan sehari-harinya selama perjalanan haji. "Seperti pemandu unta, tukang jahit, tukang kayu dan tukang bangunan, atau keahlian yang serupa," kataya.
Imam Malik berkata dalam kitab Muhammad dan ketika mendengarkan Imam 'Ashab. Saat itu beliau ditanya tentang firman Allah SWT surat Ali Imran ayat 97 yang artinya.
"Bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah."
"Apakah maksud mampu (istitha'ah) itu perbekalan dan kendaraan?" Beliau menjawab.
"Bukan. Demi Allah! Maksud ayat itu tiada lain adalah kemampuan manusia itu sendiri. Seringkali ada orang yang mempunyai perbekalan dan kendaraan tetapi ia tidak mampu bepergian. Sementara itu, ada yang mampu berjalan kaki sedangkan ia tidak memiliki perbekalan dan kendaraan."
Dalam masalah itu tidak ada definisi atasan yang paling jelas kecuali firman Allah SWT, "Bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah."