Penyebaran Omicron yang Tinggal Menunggu Waktu

Pemerintah diminta bersiap hadapi berbagai aspek akibat kedatangan Omicron.

Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pesepeda berolahraga melintasi kawasan Kuningan, Jakarta, Ahad (19/12/2021). Pemerintah mengimbau masyarakat agar tetap konsisten mematuhi protokol kesehatan termasuk ketika berolahraga luar ruang dan menghindari aktivitas yang menimbulkan kerumunan, pasca temuan kasus positif COVID-19 varian Omicron yang telah masuk ke Indonesia.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputri, Rizky Suryarandika

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan masyarakat disiapkan dalam menghadapi varian Omicron. Alasannya, kasus Omicron sudah ditemukan di hampir 100 negara di dunia.

Menurut Tjandra penyebaran Omicron di dunia nampaknya tidak terbendung lagi. Saat ini Omicron merupakan ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Hal yang harus dilakukan adalah segera mengidentifikasi sudah seberapa besar penularan di masyarakat.

"Kasus pertama petugas kebersihan N misalnya, diberitakan diduga tertular dari warga yang baru pulang dari Afrika, tentu akan baik kalau diinformasikan juga siapa saja anggota masyarakat lain yang sudah tertular, apakah semua sudah dikarantina, ke tempat mana saja mereka berkunjung sehingga masyarakat lain yang juga berkunjung ke tempat yang sama bisa waspada. Demikian juga dengan kasus-kasus lainnya yang sudah ada sekarang dan yang mungkin akan ada lagi di hari-hari mendatang," tegas Tjandra kepada Republika, Selasa (21/12).

Selain itu, pemerintah harus memperketat kemungkinan tambahan kasus lagi dari luar negeri, dengan membatasi yang masuk, melakukan karantina yang ketat sampai 14 hari dan jangan sampai ada yang lolos dengan berbagai alasan dan lainnya. "Kita harus hope for the best dan prepare for the worst. Dari kacamata kesehatan maka sudah harus disiagakan fasyankes, bukan hanya RS tapi juga pelayanan kesehatan primer," kata dia.

Tentunya perlu disiapkan roster daftar tenaga yang nanti diperlukan, termasuk obat dan alat kesehatan. Sebaiknya pun, lanjut dia, saat ini sudah dilakukan setidaknya simulasi dalam bentuk table top exercise dan lain-lain. "Masyarakat juga harus disiapkan untuk kemungkina apa yang harus dilakukan kalau ada peningkatan kasus, identifikasi klaster dll," tegasnya.

Di luar aspek kesehatan maka perlu diantisipasi dampak sosial, ekonomi dan bahkan juga politik yang mungkin terjadi. Hal penting lainnya adalah komunikasi publik yang baik, transparan, konsisten dan responsif.

Sementara Ahli Virologi Universitas Udayana I Gusti Ngurah Kade Mahardika menilai penyebaran varian Omicron hanya menunggu waktu. Oleh karenanya, saat ini Indonesia masih belum dalam posisi yang aman dari virus Covid-19.

"Bagaimanapun potensi di komunitas kan masalah waktu, Omicron ini lebih dari Delta. Kabar baiknya masyarakat sudah lebih banyak punya imunitas, tapi bukan berarti aman, cuma jadi punya banyak waktu untuk mempersiapkan diri, faskes dipersiapkan," tegas Mahardika.

Sebelummya, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan Indonesia jauh lebih aman dibanding negara lain dalam penyebaran virus Covid-19. "Kalau lihat angka positif jumlah kasus harian dan kematian kita pada kondisi laju penularan yg rendah dan reproduktif number kita di bawah 1," kata Nadia kepada Republika, Selasa (21/12).

Menurutnya, Indonesia adalah salah satu negara paling aman dari Covid-19 dan jika harus keluar negeri, maka akan keluar dari zona aman menuju zona berbahaya. Jika kembali pun, nantinya akan berpotensi membawa Omicron ke Indonesia dan pastinya akan merusak situasi yang sudah kondusif ini.

"Penting sekali bagi kita untuk saling menjaga orang-orang terdekat agar tidak tertular Covid-19, terlebih dengan adanya varian Omicron saat ini. Jadi saya tegaskan kembali agar tidak berpergian ke luar negeri dahulu untuk kebaikan kita bersama," tegasnya.

Sedang Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, hingga kini karakteristik varian Omicron masih dalam tahap penelitian. Sejauh ini, kata dia, WHO menyatakan temuan karakteristik varian Omicron berdasarkan studi awalan yang dilakukan, di antaranya yakni belum ada bukti peningkatan kemampuan penularan dan keparahan gejala.

Selain itu, juga terdapat kemungkinan peningkatan peluang penularan pada penyintas Covid-19 atau diperkirakan mampu melawan imunitas terhadap Covid-19 yang telah terbentuk. “Sampai saat ini PCR dianggap masih mampu mendeteksi varian Omicron, sedangkan rapid antigen masih dalam penelitian,” lanjut Wiku.

Meskipun demikian, ia meminta masyarakat untuk tetap tenang dan turut menciptakan suasana kondusif dengan mengikuti perkembangan terkini dari pemerintah. “Alih-alih menyebabkan rasa ketakutan yang berlebihan dengan menyebarluaskan hal-hal yang belum tentu benar, alangkah lebih baik kita bersikap lebih hati-hati dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara disiplin,” jelas Wiku.





Baca Juga


Sementara itu, survei menunjukkan masih ada hampir 40 persen masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui kemunculan Omicron. Epidemiolog dari Universitas Hasanuddin Prof Ridwan Amiruddin mterjadi karena masih belum maksimalnya upaya pemerintah dalam komunikasi resiko.

Prof Ridwan mengamati temuan Popoli Center menunjukkan masyarakat mulai mengabaikan covid. Bahkan masyarakat cenderung mulai lengah dengan protokol kesehatan seolah situasi kembali normal. "Ini juga tanda kurang maksimalnya komunikasi resiko pemerintah soal Covid-19," kata Prof Ridwan.

Prof Ridwan mengingatkan pemerintah dari tingkat pusat hingga desa/kelurahan tak berhenti mengedukasi masyarakat soal ancaman Covid-19. Edukasi ini bisa dibantu dengan kerjasama di berbagai media guna menyasar masyarakat yang lebih luas.

"Untuk konsistensinya perlu upaya yang sistematis dan berkelanjutan dan menyasar seluruh platform media. Pemerintah wajib menjaga konsistensi edukasi bahwa pandemik belum berakhir," ujar Prof Ridwan.

Prof Ridwan juga meminta pemerintah tak menggeneralisir pesan dalam komunikasi risiko. Ia menyarankan agar pesan disampaikan dengan pendekatan suku dan etnis sehingga lebih mengena. "Pola komunikasi berisiko perlu multi approach berbasus pendekatan kultural," ucap Prof Ridwan.

Selain itu, Prof Ridwan menganalisa pemerintah pusat perlu mendesak pemda guna menggencarkan edukasi Covid-19. Sebab ia mengamati belum maksimalnya edukasi Covid-19 di wilayahnya sendiri yaitu Sulawesi Selatan. "Masih perlu ekstra effort bagi pemda dalam hal edukasi covid, termasuk untuk menyasar wilayah pelosok guna membantu pemerintah pusat," tutur Prof Ridwan.

Sebelumnya, Populi Center melakukan survei pada 1 hingga 9 Desember 2021, dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang yang tersebar secara proporsional di 34 provinsi di Indonesia. Responden dipilih secara acak dari populasi pemilih yakni penduduk berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dari basis data populasi survei Populi Center sejak tahun 2013-2021.

Hasilnya, responden yang tak mengetahui informasi kemunculan varian baru Covid-19 omicron sebesar 37,2 persen. Mayoritas masyarakat, tahu berita atau informasi terkait kemunculan omicron, yakni sebesar 62,8 persen. Dari data tersebut, publik khawatir dengan gelombang 3 pandemi dan varian baru Covid-19.

Melansir data Satgas Covid-19, hingga Selasa (21/12) ada tambahan 216 kasus baru yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia. Sehingga total menjadi 4.260.893 kasus positif Covid-19.

Sementara itu, jumlah yang sembuh dari kasus Covid-19 bertambah 205 orang sehingga menjadi sebanyak 4.112.040 orang. Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat virus Corona di Indonesia bertambah 11 orang menjadi sebanyak 144.024 orang. Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia masih sama seperti Senin (20/12) kemarin yakni 4.829 kasus, di mana tidak ada penambahan kasus aktif.

Sementara dilansir dari laman resmi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes Kemenkes) sudah ada empat variant of Concern COVID-19 di Indonesia. Empat VoC yang tersebar di Indonesia, yakni Alpha B117, Delta B.1617.2, Beta B.135.1, dan Omicron B.1.1529.

Per Selasa (22/12), Balitbangkes mencatat penambahan varian Delta terbanyak di Indonesia saat ini masih di DKI Jakarta dengan total 1.690 kasus, disusul Jawa Barat dengan 999 kasus. Ribuan temuan varian itu teridentifikasi di Indonesia berdasarkan metode pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) terhadap total 10.358 spesimen yang diperiksa hingga Ahad (19/12).

Tercatat sebanyak 6.157 Kasus terkonfirmasi sebagai varian Delta, yang tersebar di Sumatra Utara, 168 kasus; Sumatera Barat, 75 kasus; Sumatra Selatan, 59 kasus; Aceh, 54 kasus; Bengkulu, 28 kasus; Riau, 127 kasus; Lampung, 6 kasus; Jambu, 195 kasus; Kepulauan Riau, 52 kasus; Jambi: 195 kasus; Kepulauan Riau: 52 kasus; Kepulauan Bangka Belitung: 64 kasus; Banten: 51 kasus; Jawa Barat: 999 kasus; DKI Jakarta: 1.690 kasus; DIY: 91 kasus; Jawa Timur: 129 kasus; Jawa Tengah: 361 kasus; Bali: 157 kasus; Nusa Tenggara Barat: 67 kasus; Nusa Tenggara Timur: 103 kasus; Kalimantan Tengah: 24 kasus; Kalimantan Timur: 579 kasus; Kalimantan Utara: 75 kasus; Kalimantan Barat: 249 kasus; Kalimantan Selatan: 157 kasus; Sulawesi Selatan: 58 kasus; Sulawesi Barat: 40 kasus; Sulawesi Utara: 216 kasus; Sulawesi Tengah: 65 kasus; Sulawesi Tenggara: 20 kasus; Gorontalo: 30 kasus; Maluku: 43 kasus; Maluku Utara: 48 kasus; Papua: 53 kasus dan Papua Barat: 24 kasus.

Kemudian, varian Alpha tercatat ada 81 kasus yamg tersebar di Sumatra Utara: 2 kasus; Riau: 1 kasus; Sumatra Selatan: 1 kasus; Lampung: 1 kasus; Kepulauan Riau: 10 kasus; DKI Jakarta: 38 kasus; Jawa Barat: 20 kasus; Jawa Timur: 4 kasus; Jawa Tengah: 1 kasus; Kalimantan Selatan: 1 kasus; Bali: 1 kasus; Nusa Tenggara Timur: 1 kasus. Untuk varian Beta tercatat ada 22 kasus, tersebar di Jawa Barat: 3 kasus; DKI Jakarta: 12 kasus; Jawa Timur: 6 kasus dan Bali: 1 kasus. Untuk varian Omicron baru terdeteksi 3 kasus di DKI Jakarta.


Varian Omicron - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler