Omicron Mengancam, Tetapi WHO Tetap Berharap Dunia akan Lebih Aman Tahun Depan
WHO menaruh harapan bahwa pandemi Covid-19 di dunia bisa berakhir pada 2022.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah, Adysha Citra Ramadani, Lintar Satria, Reuters
Sejak mencapai angka terendahnya pada September 2021, angka reproduksi efektif atau Rt yang menggambarkan potensi penularan Covid-19 di masyarakat kembali meningkat. Meski meningkat, menurut Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, angka Rt di Indonesia masih terbilang rendah.
"Kenaikan yang terjadi masih cenderung terkendali karena Rt saat ini masih di bawah 1,” kata Wiku saat konferensi pers, dikutip pada Rabu (22/12).
Meskipun angka kenaikan Rt masih rendah, Wiku mengingatkan perlunya upaya untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus saat periode libur Natal dan tahun baru nanti serta mengingat adanya ancaman penularan varian Omicron. Salah satu upaya untuk mencegah terjadi perluasan kasus yakni dengan menerapkan disiplin protokol kesehatan.
Sayangnya, berdasarkan data per 12 Desember menyebutkan bahwa masih ada sekitar 22,69 persen desa atau kelurahan yang tak patuh memakai masker. Sementara, sebesar 23,24 persen desa atau kelurahan yang tak patuh menjaga jarak.
“Terus mengupayakan protokol kesehatan di saat kondisi kasus sedang terkendali memang bukan hal yang mudah. Namun, protokol kesehatan merupakan strategi pengendalian pandemi yang mudah, murah, dan efektif dalam mencegah penularan,” ungkapnya.
Satgas tak bosan-bosannya meminta masyarakat untuk terus menjaga protokol kesehatan, karena menurut Wiku, pencegahan penularan varian Omicron tak bisa dilakukan hanya dengan capaian vaksinasi dosis lengkap. Wiku mencontohkan sejumlah negara dengan cakupan vaksinasi dosis lengkap yang justru masih mengalami kenaikan kasus, seperti di Amerika Serikat, Norwegia, dan juga Korea Selatan.
“Terlepas dari adanya varian Omicron, saat ini terdapat beberapa data yang menunjukan negara dengan cakupan vaksinasi dosis lengkap nyatanya masih dapat mengalami kenaikan kasus,” kata Wiku.
Di Amerika Serikat, cakupan vaksinasi dosis lengkapnya telah mencapai 61 persen dan saat ini tengah mengalami kenaikan kasus positif serta kematian akibat Covid-19. Sedangkan di Norwegia, cakupan vaksinasi dosis lengkapnya mencapai 71 persen serta di Korea Selatan yang bahkan telah mencapai 92 persen.
Sementara, cakupan vaksinasi dosis lengkap di Indonesia sendiri saat ini masih rendah, yakni baru mencapai sekitar 39 persen.
“Fenomena ini seyogiyanya dijadikan pembelajaran bersama bahwa strategi vaksinasi dalam penanganan pandemi Covid-19 tidak bisa berdiri sendiri,” kata Wiku.
Karena itu, Wiku mengimbau masyarakat agar tak melakukan perjalanan ke luar negeri jika tak mendesak. Masyarakat yang baru saja kembali ke Indonesia pun harus menaati kebijakan pelaku perjalanan internasional dan juga karantina.
“Seluruh kebijakan ini dibuat semata-mata untuk melindungi masyarakat dengan mencegah meluasnya varian Omicron dan mempertahankan kondisi kasus agar tetap terkendali,” jelas Wiku.
Kasus positif Covid-19 varian Omicron di Indonesia bertambah dua orang, sehingga sampai saat ini jumlah kasus positif ada lima orang. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, dua kasus baru itu merupakan pelaku perjalanan luar negeri dari London.
Hasil pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) dari kedua pasien tersebut keluar pada Senin (20/12). Mereka merupakan dua dari 11 orang yang dinyatakan probable hasil pemeriksaan S-Gene Target Failure (SGTF). Pemeriksaan tersebut keluar pada Ahad (19/12).
“Saat ini sudah ada tambahan kasus lagi dari 11 kasus probable ada dua kasus terkonfirmasi positif. Saat ini mereka sedang menjalani karantina di Wisma Atlet, Jakarta,” katanya dikutip Rabu (22/12).
Nadia mengatakan, saat ini pengetatan di pintu masuk negara terus diperketat, terutama di perbatasan laut, dan darat. Karena, positivity rate di pintu masuk laut dan darat 10 kali lebih tinggi daripada di udara.
Nadia juga mengimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai penyebaran Omicron dan virus Covid-19 jenis lainnya. Masyarakat juga diminta untuk mengurangi mobilitas dan tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan.
“Kesadaran diri dan menahan keinginan berpergian harus dilakukan. Menjelang hari natal dan tahun baru alangkah lebih baik tidak melakukan perjalanan. Saya meminta masyarakat untuk bekerja sama mencegah penularan virus Covid-19 dengan menahan diri tidak berpergian,” ucapnya.
"Tetap gunakan masker, rajin mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Jangan lengah dan tetap waspada terhadap penularan virus Covid-19, terutama Omicron yang laju penyebarannya sangat cepat," tambah dia.
Cepatnya penularan varian Omicron telah terbukti salah satunya di Amerika Serikat. Per Jumat pekan lalu, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengungkapkan bahwa lebih dari 73 persen kasus Covid-19 baru di negara tersebut disebabkan oleh Omicron.
Berdasarkan data per 18 Desember 2021, CDC mengungkapkan bahwa prevalensi kasus Covid-19 akibat varian Delta menurun jadi 26 persen. Padahal sejak Juli lalu, Delta merupakan varian yang paling dominan di AS.
Di beberapa wilayah AS, varian Omicron bahkan memiliki prevalensi lebih dari 90 persen. Sebagian wilayah tersebut adalah New York, New Jersey hingga sebagian wilayah Midwest, yaitu South dan Pacific Northwest.
"Lonjakan tajam kasus Omicron telah diprediksi dan serupa dengan apa yang telah terlihat di dunia," ungkap CDC, seperti dilansir Today.
Meski begitu, para ahli tetap merasa terkejut dengan betapa cepatnya waktu yang dibutuhkan Omicron untuk melampaui Delta. Menurut para ahli, penyebaran Omicron terlampau cepat.
"Varian ini sangat cepat," jelas ahli epidemiologi dari Harvard TH Chan School of Public Health Bill Hanage.
Dalam keterangan resminya di Jenewa, Swiss, Selasa (21/12), Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyarankan warga dunia untuk membatalkan acara perayaan liburan akhir tahun ini. Di tengah lonjakan kasus infeksi karena varian Omicron yang sangat menular, Tedros meminta masyarakat untuk menunda kegiatan berkumpul.
"Membatalkan kegiatan lebih baik daripada membatalkan kehidupan," katanya di konferensi pers di Jenewa, Selasa (21/12).
Meski demikian, tim WHO juga menawarkan harapan pada dunia yang lelah pada gelombang wabah baru virus Corona. WHO mengatakan tahun 2022 akan menjadi tahun yang lebih baik sebab pandemi yang telah menewaskan 5,6 juta orang di seluruh dunia akan berakhir.
Hal ini menunjukkan kemajuan dalam pengembangan vaksin generasi kedua dan ketiga. Serta pengembangan pengobatan antimikroba dan inovasi lainnya.
"(Kami berharap) untuk dapat mengesampingkan penyakit ini untuk penyakit yang gejalanya lebih ringan yang mudah dicegah, mudah diobati," kata pakar kedaruratan WHO, Mike Ryan.
"Jika kita dapat menekan penularan virus seminimal mungkin, maka kami dapat mengakhiri pandemi," tambahnya.