Rangkap Jabatan Dudung dan Alotnya Pemilihan Pangkostrad

Duo eks Danpaspampres berpeluang menjadi Pangkostrad.

Republika/Bayu Adji P
Pangdam III/Siliwangi, Mayjen Agus Subiyanto disebut sebagai salah satu kandidat Pangkostrad.
Red: Joko Sadewo

Oleh : Erik Purnama Putra, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah sebulan berlalu. Namun, posisi Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) masih dibiarkan kosong. Hal yang tidak biasa terjadi. Kondisi yang hampir tidak pernah terjadi sebelumnya.

Saat ini, jabatan Pangkostrad masih dirangkap oleh Jenderal Dudung Abdurachman. Padahal, ia sudah dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada 17 November 2021.

Entah mengapa Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) tidak kunjung menentukan Pangkostrad ke-43. Bisa jadi terjadi tarik ulur di kalangan mereka sendiri.

Padahal, jabatan ini sangat strategis di lingkungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Pangkostrad adalah organisasi di TNI AD warisan Jenderal Soeharto, yang banyak melahirkan figur militer terbaik di negeri ini.

Terbukti, empat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) terakhir, termasuk Dudung terpilih sebagai pemimpin tertinggi TNI AD dengan melewati jalur Pangkostrad. Pun dengan Jenderal Andika Perkasa, Jenderal Mulyono, dan Jenderal Gatot Nurmantyo juga sebelum menjadi KSAD, terlebih dahulu mengemban jabatan Pangkostrad.

Di sinilah letak tanda tanya yang muncul di benak penulis. Bagaimana bisa posisi yang sangat strategis di lingkungan TNI AD dibiarkan dirangkap jabatan oleh Dudung? Padahal, banyak perwira tinggi (pati) bintang dua maupun bintang tiga mumpuni yang layak menjabat sebagai Pangkostrad.

Beberapa nama sudah digadang-gadang sebagai pimpinan korps Baret Hijau tersebut. Kebanyakan memang saat ini berpangkat Mayor Jenderal (Mayjen) atau bintang dua. Wajar saja bintang dua dipromosikan menjadi Pangkostrad. Namun, tetap ada syarat ketat yang secara informal harus dipenuhi.

Baca juga : Dikawal Ketat Penyidik Puspomad, Kolonel Priyanto Dibawa ke Jakarta

Selain berlatar bintang dua senior, figur tersebut harus pernah menduduki jabatan Panglima Kodam (Pangdam). Dengan pengalaman teritorial, diharapkan ketika memimpin pasukan terbesar di TNI AD tersebut bisa lebih matang dalam mengambil kebijakan atau menyiapkan pasukan ketika akan menghadapi sebuah operasi.

Dari beberapa nama yang muncul, penulis tidak kaget sama sekali dengan sosok yang disebut-sebut sebagai kandidat Pangkostrad. Dua nama yang paling santer diprediksi menjadi Pangkostrad adalah duo mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres).

Pertama Pangdam IX/Udayana Mayjen Maruli Simanjuntak, dan kedua adalah Pangdam III/Siliwangi Mayjen Agus Subiyanto. Jika Maruli merupakan menantu Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan maka Agus pernah menjadi Komandan Kodim 0735/Surakarta kala Jokowi menjabat Wali Kota Solo.

Jika Maruli (51 tahun) merupakan abiturien Akademi Militer (Akmil) 1992 maka Agus (54) setingkat di atasnya, yaitu 1991. Hanya saja, kedua pati tersebut sama-sama dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) saat merintis karier di TNI AD.

Nama lain yang layak disebut sebagai calon Pangkostrad adalah duo Pangdam dari Papua. Pertama, Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen I Nyoman Cantiasa (54). Kedua, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen Ignatius Yogo Triyono (56). Ketiga, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Rudianto (54).

Kesamaan semua nama tersebut adalah jenderal dengan berlatar belakang korps Baret Merah yang memiliki pengalaman penugasan dan operasi yang terbilang matang.  Apakah ada nama lain di luar lima pati tersebut? Tentu saja semua kemungkinan itu ada.

Namun demikian, sangat sulit berharap ada figur lain yang bisa menyodok di tikungan terakhir untuk menjadi Pangkostrad. Mengapa? Pada pemerintahan era Jokowi, pemilihan jabatan strategis, bahkan di TNI sangat kental nuansa politiknya. Mudah didapati, Jokowi banyak mengangkat pati yang memiliki kedekatan dengannya.

Bersyukurlah perwira yang bertugas di Solo ketika Jokowi masih menjadi wali kota, karena sekarang kariernya bakal lebih moncer. Pun jika tidak ada kedekatan dengan kekuasaan maka jangan terlalu berharap banyak bisa menduduki posisi strategis di TNI pada era sekarang.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Jenderal Andika Perkasa, maupun KSAD Dudung Abdurachman sudah membuktikannya. Ada relasi kekuasaan yang mengantarkan mereka bisa menggapai posisi penting di TNI.

Pun tidak salah juga, jika kandidat Pangkostrad akhirnya mengerucut ke kedua nama. Baik Maruli maupun Agus sangat terbuka lebar untuk menempati kursi Pangkostrad. Keduanya sama-sama pernah mengawal Jokowi, termasuk dengan Andika.

Pun keduanya juga memiliki relasi spesial. Jika Maruli memiliki modal berstatus menantu Luhut yang dikenal sebagai menteri paling powerful di pemerintahan Jokowi maka Agus sudah mengenal dekat RI 1 sejak keduanya sama-sama berdinas di Solo.

Menengok ke belakang, kasus tarik ulur yang membuat posisi strategis sempat kosong hingga terjadi rangkap jabatan terjadi pada pemilihan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). Marsekal Hadi Tjahjanto yang diangkat menjadi Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada medio Desember 2017, hampir sebulan merangkat jabatan KSAU.



Hadi sampai mengemban dua posisi penting itu lantaran tak kunjung menunjuk pati bintang tiga sebagai penggantinya. Wakil KSAU Marsekal Madya (Marsdya) Yuyu Sutisna yang digadang-gadang menjadi KSAU tak kunjung diangkat. Saat itu, santer di kalangan wartawan jika Hadi kurang berkenan dengan Yuyu yang sama-sama berasal dari Akademi Angkatan Udara (AAU) 1986, untuk menggantikan jabatannya.

Sayangnya, kondisinya tidak begitu ideal. Saingan Yuyu adalah Marsdya Hadiyan Sumintaatmadja, yang merupakan Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lingkungan Istana maupun Hadi berada dalam posisi sulit. Karena tidak kunjung menemukan kandidat lain yang pas, akhirnya Yuyu terpilih sebagai KSAU.

Anehnya, jika sejak awal Hadi cocok dengan Yuyu maka seharusnya sejak dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo, ia wajib secepatnya menyerahkan jabatan KSAU. Namun, ini baru dilakukan pada bulan berikutnya. Di sinilah dinamika pemilihan KSAU hingga membuat jabatan tersebut sampai lowong dan dirangkap Hadi dalam hitungan waktu cukup lama.

Dengan berbagai dinamika seperti itu, sudah seharusnya posisi Pangkostrad diisi secepatnya. Hanya saja, yang perlu diketahui, setiap posisi bintang tiga harus melalui keputusan presiden (keppres). Sehingga ada juga kepentingan Jokowi untuk menentukan siapa yang layak menduduki jabatan Pangkostrad.

Untuk itu, tunggu saja dinamika yang terjadi dan siapa yang akhirnya mendapat amanah menjadi Pangkostrad.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler