Keliling India demi Hentikan Kebiasaan Meludah di Ruang Publik

Pelanggaran meludah telah lama diabaikan di India.

Rep: Dwina Agustin Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Awal tahun ini, Raja dan Priti Narasimhan memulai perjalanan keliling India dengan membawa satu pesan: berhenti meludah di ruang publik. Pasangan itu membawa pengeras suara dan menyuarakan pesan dari dalam mobil yang dipenuhi slogan-slogan anti-meludah.

Baca Juga


Kampanye ini terdengar aneh bagi masyarakat di luar India. Namun, di India, air liur menghiasi jalanan adalah hal biasa. Kadang-kadang polos dan berlendir, kadang-kadang merah darah karena mengunyah sirih atau paan yang dicampur tembakau.

Kondisi itu membuat Narasimhans berkeliling negara. Tujuannya untuk melindungi jalan-jalan dan gedung-gedung dan jembatan dari semburan publik. Mereka tinggal di kota Pune dan telah ditunjuk sebagai pejuang melawan momok meludah sejak 2010.

Gerakan yang dilakukan secara langsung dan daring dalam upaya pembersihan dengan kotamadya setempat  telah dilakukan. Suatu kali, kata Narasimhan, mereka mengecat noda paan di dinding di stasiun kereta api Pune hanya untuk membuat orang-orang mulai meludahinya lagi dalam tiga hari.

"Tidak ada alasan untuk meludahi dinding!" kata Narasimhan dikutip dari BBC.

Reaksi terhadap teguran secara historis hanya ditanggapi dengan ketidakpedulian hingga kemarahan. Narasimhan mengingat seorang pria yang bertanya kepadanya dengan mengatakan "Apa masalahmu? Apakah itu milik ayahmu?"

Narasimhan mengatakan telah menemukan bahwa alasan meludah di tempat publik berkisar dari alasan kemarahan hingga hanya membuang waktu karena tidak melakukan apapun. "Mereka merasa itu hak mereka untuk meludah", katanya.

Kebiasaan itu sangat banyak dilakukan oleh laki-laki. Pria India merasa nyaman dengan tubuh dan segala sesuatu yang keluar dari tubuh.

"Jika saya tidak nyaman, saya akan segera bertindak, gagasan menahan diri sebenarnya tidak ada," ujar kolumnis Santosh Desai.

 

Menurut sejarawan Mukul Kesavan, itu juga berasal dari obsesi orang India terhadap polusi dan cara menghilangkannya. Beberapa sejarawan percaya bahwa obsesi ini dapat dilacak pada gagasan Hindu dan kasta atas untuk menjaga kemurnian tubuh dengan membuang sesuatu yang kotor di luar rumah.

"Sikap meludah melampaui pertanyaan tentang kebersihan. Seorang sopir taksi pernah mengatakan kepada saya, 'Saya mengalami hari yang buruk dan saya ingin mengeluarkan pengalaman saya,'" kata Mukherjee.

Perjuangan India melawan kebiasaan meludah sembarang di jalanan selalu setengah hati sebelumnya. Kota Mumbai telah mencoba yang paling keras dengan petugas sukarela khusus yang memarahi orang untuk tidak meludah, membuang sampah sembarangan, atau buang air kecil di depan umum. Hanya saja pelanggaran meludah telah lama diabaikan.

Kemudian Covid-19 datang, para pejabat segera bertindak, menghukum meludah dengan denda yang lebih berat dan bahkan hukuman penjara, semuanya di bawah Undang-Undang Penanggulangan Bencana. Bahkan Perdana Menteri Narendra Modi menyarankan warganya untuk tidak meludah di tempat umum.

Selama dua tahun dalam pandemi Covid-19, semangat untuk menyembuhkan kecanduan meludah ini berkurang. Meski kebanyakan orang tetap tidak menyadari bahwa itu dapat berkontribusi pada penyebaran Covid-19.

"Kesadaran tentang bagaimana kuman menyebar memunculkan kebiasaan dan kebiasaan sosial baru. Orang-orang belajar untuk melindungi bersin dan batuk mereka, menolak berjabat tangan, dan mencium bayi tidak disukai. Kesadaran kebersihan domestik juga terpancar ke luar," ujar penulis buku Phantom Plague: How Tuberculosis Shaped History Vidya Krishnan.

 

Krishnan mengatakan peningkatan kesadaran menyebabkan perubahan perilaku pada pria. Mereka adalah orang-orang yang meludah di depan umum dalam skala yang menyebabkan penyakit menular seperti tuberkulosis menyebar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler