Catatan Petani untuk Penguatan Sistem Pangan Nasional
Catatan ini berisi persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh para petani.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) bersama RIKOLTO mengadakan Seminar Nasional berjudul Direct Message dari Petani Untuk Penguatan Sistem Pangan Nasional yang Berdaulat dan Tangguh, pada Selasa (28/12). Seminar Nasional yang diadakan secara daring ini dihadiri oleh 50 peserta, dengan 4 narasumber yang merupakan petani dari berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, hadir juga Faisal Basri, Djarot Indarto, dan Hermanu Tri Widodo sebagai penanggap pada kegiatan ini. Seminar dibuka dengan sambutan yang diberikan oleh Nonie Kaban selaku Head of Program RIKOLTO Indonesia dan Witoro selaku Ketua Badan Pengurus Harian KRKP.
Sesi berlanjut pada penyampaian berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh para petani. Perubahan iklim dan dampak langsung yang dirasakan oleh petani, ketidakpastian harga panen, minimnya riset serta pengembangan kapasitas petani dalam upaya peningkatan produksi pertanian, regenerasi petani, dan kesejahteraan petani di Indonesia menjadi persoalan utama yang disampaikan oleh masing-masing narasumber pada seminar ini.
"Kalau bisa lebih rinci usulan kebijakan apa yang perlu kami perbaiki," kata Jarot Indarto selaku Analis Kebijakan Bappenas, dalam keterangan persnya, Kamis (30/12).
Pada kesempatan yang sama, Jarot juga menyebutkan berbagai upaya yang sedang dan sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam menyelesaikan beragam persoalan yang telah disebutkan oleh para narasumber.
Hermanu Tri Widodo, Kepala Tani Center IPB University mengkritik beberapa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pada sektor pertanian. Salah satu kritik tajam yang beliau sampaikan ialah mengenai upaya intensifikasi padi menjadi 4 kali tanam dalam satu tahun menggunakan pendekatan IP 400.
Menurut pengalamannya di Kabupaten Indramayu, terdapat sejumlah lahan yang baru tanam 3 kali dalam waktu satu tahun sudah mengalami fuso (gagal panen) pada musim tanam yang ke-3. Selain menyoroti hal tersebut, Hermanu juga menyoroti tingkat kesejahteraan petani.
“Jadi, sebaiknya petani itu berteman dengan pemerintah, atau dengan pasar, atau, dengan non state actor yang lain?” Imbuh Hermanu sekaligus mengakhiri tanggapannya.
Faisal Basri selaku Ekonom Senior Universitas Indonesia yang mendapat kesempatan terakhir dalam memberikan tanggapan, secara langsung menyoroti terminologi korporasi petani yang digunakan pemerintah dalam rangka pembangunan pertanian ke depan. Menurut Faisal, pendekatan tersebut menghilangkan semangat Bung Hatta dalam menghimpun kekuatan petani yang berserakan untuk menghadapi para kapitalis kota.
Faisal juga mengungkapkan bahwa panglima ekonomi di Indonesia saat ini bukan pertanian, namun investasi, selain itu politik Indonesia juga tidak akrab dengan petani, sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan lebih mengarah pada investasi dan sektor usaha ekstraktif, bukan pada pengembangan sektor pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani.
“Tidak ada adaptasi kebijakan pertanian secara nasional yang siap. Udah deh, negara harusnya fokus di sini dan menyelenggarakan fungsi stabilisasi,” ujar Faisal mengakhiri tanggapannya pada persoalan pertanian dan pangan.
Diskusi sekaligus seminar ditutup dengan penyampaian catatan kedaulatan pangan di Indonesia selama tahun 2021 oleh Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah. Sejak awal, Said menegaskan perlu adanya perenungan mengenai posisi kedaulatan pangan dari berbagai persoalan yang telah disampaikan oleh para narasumber dan penanggap. Pada kesempatan tersebut, Said juga mengungkapkan di mana seharusnya kedaulatan pangan diletakkan. “Bahwa dari setiap kebijakan pembangunan pertanian, petani harus dijadikan subjek utamanya, "Ujar Said Abdullah dalam penyampaian penutup kegiatan tersebut.