PTM 100 Persen atau Dianggap tidak Masuk Sekolah

Tak ada lagi dispensasi PJJ, semua siswa wajib mengikuti PTM terbatas mulai 2022.

Republika/Thoudy Badai
Pelajar mengikuti kegiatan Pembelajaran Tatap Muka di SDN 01 Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin (3/1). Berdasarkan kebijakan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang diputuskan pada 21 Desember 2021 mengenai panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen mulai hari ini Senin (3/1).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Haura Hafizhah, Dian Fath Risalah, Antara

Baca Juga


Lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 terbaru, pemerintah mewajibkan sekolah-sekolah memulai pembelajaran tatap muka (PTM). PTM dengan kapasitas 100 persen wajib hukumnya bagi semua peserta didik di satuan pendidikan yang berada di daerah dengan PPKM level I, II, dan III.

"Mulai semester II semua siswa wajib PTM terbatas jadi tidak ada lagi dispensasi seperti semester lalu, boleh milih di rumah atau sekolah," ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, dalam diskusi daring, Senin (3/1).

"Orang tua atau wali peserta didik tidak dapat memilih PTM terbatas atau PJJ bagi anaknya setelah Januari ini. Sebelumnya boleh memilih, setelah semester I, semester gasal tahun 2021/2022 berakhir, ketentuan diubah," kata Jumeri menambahkan.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun mendorong satuan-satuan pendidikan untuk kembali melaksanakan PTM terbatas. Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sebelumnya diterapkan, dinilai telah memberikan tekanan yang cukup besar terhadap peserta didik, orang tua, dan juga guru.

"Kita mendorong sekolah-sekolah untuk kembali melaksanakan PTM meskipun tetap dilaksanakan secara terbatas karena pandemi yang masih belum hilang. PJJ yang sebelumnya kita lakukan ternyata juga memberikan tekanan yang cukup besar, tidak hanya pada anak, tapi juga pada orang tua dan guru," ujar Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, dalam diskusi daring, Senin (3/1).

Suharti menjelaskan, kesenjangan pembelajaran antara anak-anak yang berasal dari kelompok keluarga mampu dan keluarga miskin juga semakin melebar. Mereka yang berasal dari kelompok mampu memiliki sumber daya yang memungkinkan untuk belajar dari rumah, baik sarana maupun pendidikan orang tua yang dapat mengajarkan anaknya di rumah.

Sementara keluarga yang tidak mampu atau keluarga-keluarga miskin, kata dia, mempunyai keterbatasan dalam menyediakan sumber daya untuk mendidik anaknya di rumah. Selain itu, menurut Suharti, orang tua mereka juga pada umumnya tidak memiliki pendidikan yang cukup sehingga tidak bisa memberikan bimbingan sebaik keluarga yang tergolong ke dalam kelompok mampu.

"Oleh karena itu kita perlu lagi-lagi berupaya memulihkan pembelajaran dan kembali membuka sekolah meskipun dilakukan terbatas," kata dia.
 
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyatakan, sudah saatnya warga satuan pendidikan membiasakan diri hidup di tengah situasi pandemi dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi Covid-19. Beberapa bulan terakhir, kata dia, seluruh kabupaten/kota berada pada PPKM level I, II, dan III, sehingga dimungkinkan untuk dilakukannya PTM terbatas.

"Kemajuan ini didukung oleh cakupan vaksinasi yang meningkat. Saat ini, lebih dari 50 persen sasaran vaksinasi telah menerima vaksinasi dosis kedua, termasuk cakupan vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah mencapai 80 persen, kelompok usia remaja, 12-17 tahun, 82 persen dan sudah dimulainya vaksinasi Covid-19 pada usia 6–11 tahun," kata Budi, Kamis (23/12).

In Picture: Pembelajaran Tatap Muka 100 Persen di SD DKI Jakarta

Pelajar mengikuti kegiatan Pembelajaran Tatap Muka di SDN 01 Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin (3/1). Berdasarkan kebijakan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang diputuskan pada 21 Desember 2021 mengenai panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen mulai hari ini Senin (3/1). Dalam aturan tersebut dilakukan pembatasan selama 6 jam pelajaran perhari dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat juga mewajibkan tenaga pendidik dan peserta didik sudah mendapatkan dosis vaksin Covid-19. - (Republika/Thoudy Badai)

Pada Senin (3/1) ini, Pemprov DKI Jakarta mencatat sebanyak 10.429 sekolah di Ibu Kota melaksanakan PTM dengan kapasitas 100 persen. Jumlah itu setara dengan 97,2 persen dari total jumlah sekolah yang ada di DKI Jakarta. "Ini sesuai dengan SKB empat menteri, juga ketentuan dari dinas terkait," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Senin.

PTM dengan kapasitas 100 persen ini sekaligus menjadi yang pertama setelah hampir dua tahun melaksanakan pembelajaran secara daring (online) dan beberapa bulan terakhir melaksanakan PTM terbatas pada sejumlah sekolah di wilayah DKI. Menurut Riza, sejumlah indikator dapat mendukung PTM dengan kapasitas 100 persen di Jakarta antara lain, pencapaian vaksinasi yang sudah mencapai 120 persen hingga ketersediaan tempat isolasi, dan ruang perawatan kasus Covid-19.

Meski begitu, Riza mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan menerapkan protokol kesehatan karena pandemi belum berakhir dan masih ada varian baru Covid-19, yakni Omicron. Menurut Riza, hingga kini belum ditemukan penyebaran Omicron di tingkat satuan pendidikan.

"Tidak berarti kita lupa, tetap waspada hati-hati jangan euforia," ucap Riza.

Sebagian siswa mengaku antusias mengikuti kegiatan PTM dengan kapasitas 100. Salah satunya adalah Nadisya Kiara Putri selaku siswa kelas satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bina Insan Mandiri, Kembangan, Jakarta Barat.

"Senang sih bisa mengerti materi lebih dalam karena dijelasin langsung sama gurunya terus bisa ketemu teman-teman juga," kata Nadisya saat dikonfirmasi di sekolahnya, Senin.

Peraih medali perunggu English Olympiad National Smart Studen ini mengaku banyak mengalami kendala selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Beberapa kendala yang dia dapati yakni sulit mengerti materi yang disampaikan guru hingga terkendala jaringan internet.

"Kadang terkendala jaringan. Lalu suka susah mengerti penjelasan guru," kata dia.

Hal yang sama juga dikatakan salah satu siswa kelas XII SMKN 60 Diva Ramadhanty. Diva mengaku senang lantaran bisa kembali bertemu dengan teman-teman setelah sekian lama terpisah karena pandemi.

"Justru senang karena bisa ketemu teman-teman lagi. Perasaan gugup sih enggak ada. Lebih ke senang saja," katanya.

Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pendidikan Wilayah II Jakarta Pusat Uripasih menegaskan, bahwa pihaknya menutup sekolah selama lima hari jika ada siswa yang terpapar Covid-19 saat PTM.

"Kalau ada klaster baru, artinya jika ada anak yang terkonfirmasi dalam perjalanannya PTM, ada anak yang terpapar Covid, maka selama lima hari anak itu belajar di rumah, jadi (sekolah) ditutup sementara," kata Uripasih di SDN 17 Cempaka Putih Baru, Jakarta Pusat, Senin.

Uripasih menjelaskan, penutupan sekolah sementara selama lima hari berguna bagi pihak sekolah untuk melakukan tracing atau penelusuran terhadap siswa yang terpapar Covid-19. Pihak sekolah juga telah berkoordinasi dengan Puskesmas terdekat untuk melakukan PCR terhadap siswa yang berpotensi terkena penularan jika ada yg terpapar Covid-19.



Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Tri Yunus Miko Wahyono menanggapi kebijakan PTM 100 persen. Menurutnya, pemerintah terlalu terburu-buru dan kurang hati-hati.

"Ini kurang hati-hati ya karena masih banyak murid yang belum vaksinasi. Harusnya tujuan masuk sekolah itu untuk mempercepat vaksinasi bukan masuk sekolah secara efektif dan akhirnya virus itu menyebar nanti jadi cluster lagi," katanya saat dihubungi Republika, Senin (3/1).

Kemudian, ia melanjutkan jumlah kasus Omicron di Indonesia terus bertambah. Selain itu, vaksinasi hingga dosis kedua untuk usia anak sekolah juga masih rendah. Sehingga pemerintah harus kaji ulang kebijakan ini.

Ia menambahkan harusnya pemerintah meningkatkan cakupan vaksinasi dosis kedua oleh semua murid. Dengan begitu pemerintah punya data dan bisa dipikirkan apa langkah selanjutnya. Jangan terlalu gegabah untuk membuat kebijakan.

"Pemerintah harus ada data dan tingkatkan vaksinasi pada murid. Karena kondisi sekarang masih banyak varian yang muncul. Kalau mereka masuk sekolah terpapar dan pulang ke rumahnya. Semua anggota keluarga bisa kena juga," kata dia.

Ia menyarankan pemerintah bersabar dan berhati-hati dalam membuat kebijakan. Usahakan memiliki data murid-murid yang pernah terpapar Covid-19 siapa saja dan yang punya komorbid siapa saja. Sehingga kalau ada apa-apa terjadi punya datanya.

"Ini fatal jika tidak berhati-hati. Anak-anak bisa terpapar. Tingkatkan dulu vaksinasi sampai dosis kedua. Jangan sampai belum ada yang divaksinasi sama sekali," kata dia.

Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan,proses pendidikan anak usia sekolah sangatlah penting, maka kebijakan PTM dapat diaplikasikan dengan beberapa inovasi metode pembelajaran oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Piprim juga menekankan, sebagian besar, kasus anak yang terpapar Covid-19 adalah anak yang belum mendapat imunisasi Covid-19.

"IDAI merekomendasikan sebagai untuk membuka pembelajaran tatap muka, 100 persen guru dan petugas sekolah harus sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19, " kata Piprim, Senin (3/1).

Anak yang dapat masuk sekolah adalah anak yang sudah diimunisasi Covid-19 lengkap dengan dua kali suntikaan dan tanpa komorbid. Sekolah, juga harus patuh pada protokol kesehatan terutama fokus pada: penggunaan masker wajib untuk semua orang yang ada di lingkungan sekolah.

Kemudian, ketersediaan fasilitas cuci tangan, tetap menjaga jarak dan tidak makan bersamaan.

"Memastikan sirkulasi udara terjaga. Mengaktifkan sistem penapisan aktif per harinya untuk anak, guru, petugas sekolah dan keluarganya yang memiliki gejala suspek Covid-19, " kata Piprim.

Ibadah di sekolah sebaiknya tetap memperhatikan protokol kesehatan. - (Republika.co.id)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler