WHO Peringatkan Infeksi Omicron Bukan Pilek Biasa

WHO mengingatkan masyarakat dunia untuk tidak menganggap enteng infeksi omicron.

republika.co.id
Infeksi SARS-CoV-2 varian omicron tak bisa dianggap enteng sebagai common cold alias pilek biasa, menurut WHO.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan agar orang-orang berhati-hati dengan penyebaran SARS-CoV-2 varian omicron. Varian dari virus corona jenis baru itu tak bisa dianggap hanya akan menyebabkan penyakit ringan seperti pilek biasa (common cold).

Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (5/1/2022), WHO menegaskan agar masyarakat dunia tidak menganggap enteng omicron. Sebelumnya, sejumlah laporan yang beredar menyebut bahwa varian ini dikaitkan hanya dengan infeksi ringan dan menyebabkan sejumlah gejala yang mirip dengan pilek (selesma).

Dilansir Times of India, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan, empat gejala umum dari omicron adalah batuk, kelelahan, hidung tersumbat, dan pilek. Sebuah studi baru-baru ini yang dianalisis dari aplikasi Zoe Covid yang berbasis di Inggris juga menyebut bahwa mual dan kehilangan nafsu makan menjadi bagian dari gejala Covid-19 akibat varian ini.

"(Infeksi) omicron bukan common cold. Walaupun beberapa laporan menunjukkan penurunan risiko rawat inap omicron dibandingkan delta, masih terlalu banyak orang yang terinfeksi, dirawat rumah sakit, dan meninggal karena omicron (dan delta)," ujar ahli epidemiologi WHO Dr Maria Van Kerkhove dalam pernyataan melalui jejaring sosial Twitter.

Baca Juga


Sebelumnya, beberapa penelitian dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, dan Inggris telah menunjukkan bahwa infeksi yang disebabkan oleh omicron umumnya ringan, dengan rawat inap yang lebih sedikit. Namun, dengan penyebaran yang begitu cepat, potensi jumlah pasien yang pada akhirnya membutuhkan perawatan di rumah sakit bisa meningkat.

"Sistem kesehatan pada akhirnya bisa kewalahan," kata kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan.

Swaminathan menjelaskan, penting bagi setiap negara memiliki sistem untuk menguji, memberi saran, dan memantau sejumlah besar pasien Covid-19. Hal ini karena lonjakan kasus dapat terjadi secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar.

Petugas darurat senior WHO Cathrine Smallwood mengatakan, peningkatan kasus Covid-19 varian omicron di seluruh dunia berisiko memunculkan varian baru SARS-CoV-2 yang lebih berbahaya. Saat ini, omicron telah menjadi varian dominan di sejumlah negara.

Beda gejala infeksi varian omicron dan delta. - (Republika)

"Semakin banyak omicron menyebar, semakin banyak transmisi dan replikasi, semakin besar kemungkinan untuk memunculkan varian baru," kata Smallwood dalam sebuah pernyataan pada Selasa (4/1/2022).
 
Smallwood mengatakan, kendati kemungkinan berisiko lebih kecil dibandingkan varian delta, omicron tetap berpotensi menyebabkan kematian. Namun, tak ada yang dapat menebak tentang apa yang bisa dimunculkan varian terbaru Covid-19.

Dalam keterangannya terdahulu, Dr Mike Ryan selaku direktur program kedaruratan kesehatan WHO, mengatakan, varian omicron berlipat ganda setiap dua hari atau kurang di Inggris. Selama sepekan, menurut Ryan, jumlah kasus yang sebenarnya dapat meningkat delapan atau 10 kali lipat. Itulah yang dikhawatirkannya.

"Jika Anda memiliki 100 ribu kasus hari ini, akan ada 200 ribu kasus dalam waktu dua hari, lalu kemudian menjadi 400 ribu dua hari berikutnya, dan bertambah jadi 800 ribu dua hari setelahnya," kata Ryan.

Per Selasa (4/1/2022), total kasus omicron di Indonesia telah mencapai 254. Temuan pertama infeksi omicron diumumkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 16 Desember 2021.

"Dari jumlah tersebut, 239 kasus merupakan pelaku perjalanan internasional (imported case) dan 15 kasus merupakan transmisi lokal," ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler