Omicron Merangkak Naik, P2G Minta PTM 100 Persen Ditinjau Ulang

P2G meminta pelaksanaan PTM 100 persen dilakukan secara bertahap

Edi Yusuf/Republika
Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara penuh di SDN 033 Jalan Asmi, Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). Melihat gelombang Omicron yang terus merangkak naik, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) ingin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meninjau ulang kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Menurut P2G semestinya pelaksanaan PTM 100 persen dilakukan secara bertahap.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat gelombang Omicron yang terus merangkak naik, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) ingin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meninjau ulang kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Menurut P2G semestinya pelaksanaan PTM 100 persen dilakukan secara bertahap.


"Misal, 50 persen dulu, dua minggu berikutnya naik 75 persen, dua minggu berikutnya kalau evaluasinya aman, tidak ada klaster, warga sekolah taat dengan protokol kesehatan, baru bisa 100 persen," ujar Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, dalam keterangannya kepada Republika, Selasa (11/1/2022).

Dia mengatakan, pihaknya menilai PTM 100 persen sejatinya belum bisa diterapkan terhadap siswa sekolah dasar (SD). Pelaksanaannya harus bertahap seperti yang dia sampaikan itu. Dalam setiap tahapnya pun harus dilakukan evaluasi secara berkala serta komprehensif agar segala langkah yang diambil tidak tergesa-gesa.

"PTM 100 persen ini terlalu terburu-buru. P2G mengkhawatirkan gelombang Omicron yang terus merangkak naik. P2G berharap Kemendikbudristek meninjau ulang kebijakan PTM 100 persen, khususnya daerah seperti DKI Jakarta termasuk daerah penyangga aglomerasi seperti Bodetabek," terang Iman.

Di samping itu, berdasarkan temuan P2G, terdapat masih banyak pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi dalam penerapan PTM 100 persen. Bahkan, ditemukan adanya sekolah di Jakarta maupun daerah lainnya yang secara diam-diam membuka kantin.

"Kami dapat laporan, dari Jakarta maupun luar daerah, ada sekolah diam-diam kantinnya buka, padahal dilarang, jarak siswa tidak satu meter, dan ventilasi udara di kelas tidak ada," ungkap Iman.

Menurut Iman, salah satu alasan sekolah diam-diam membuka kantin adalah tidak semua siswa membawa bekal makan dari rumah. Sebab, kata dia, orang tua mereka bekerja dan tidak memiliki asisten rumah tangga. Melihat itu, kata dia, sekolah menjadi dilematis sehingga berinisiatif membuka kantin.

"Ada SD di Banyuwangi mengadakan upacara bendera, dan beberapa anak pingsan. Kebanyakan karena sudah lama tidak upacara dan tidak sempat sarapan. Upacara Bendera memang tidak dilarang, tapi potensi kerumunannya tinggi," tambah Iman.

Iman menjelaskan, berdasarkan laporan P2G Daerah, pelanggaran protokol kesehatan masih kerap terjadi di sekolah yang menerapkan PTM 100 persen. Temuan pelanggaran protokol kesehatan itu terjadi di Jakarta, Pandeglang, Cilegon, Kabupaten Bogor, Bengkulu, Kabupaten Agam, Solok Selatan, Situbondo, Bima.

"Intinya terjadi di semua daerah yang sudah PTM 100 persen," jelas Iman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler