Ini Penjelasan Pakar Soal 2 Anak di Jabar Meninggal Usai Vaksinasi Covid-19
Data menunjukkan sebagian besar laporan kematian tidak terkait onset.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program vaksinasi Covid-19 pada anak terus bergulir. Di antara ikhtiar menurunkan risiko penyebaran virus SARS‑CoV‑2 itu, terdapat beberapa kabar yang cukup mengkhawatirkan.
Seorang murid sekolah dasar di Kota Tasikmalaya meninggal dunia pada Senin (17/1), setelah beberapa hari sebelumnya mendapat vaksin Covid -19. Kasus serupa terjadi pada anak berusia enam tahun di Kabupaten Cianjur, Selasa (18/1).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas PP-KIPI) Hindra Irawan Satari menyampaikan simpati dan belasungkawa. Hindra dan timnya juga terus mengkaji keterkaitan kedua kasus tersebut dengan pemberian vaksin.
"Tugas utama kami melakukan kajian, berupaya memberikan pandangan berdasarkan bukti yang ada," kata Hindra pada media briefing virtual yang digelar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Sabtu (22/1/2022).
Dia menjelaskan, untuk membuktikan keterkaitan harus ada dua hal yaitu onset (waktu kemunculan efek samping) dan adanya penyakit lain. Bila waktunya sesuai dan tidak ada penyakit lain, maka bisa saja ada keterkaitan vaksinasi dengan kematian.
Pada setiap laporan kasus yang masuk, Komnas KIPI selalu melakukan kajian dan pengarsipan. Data tersebut sangat penting untuk perbandingan apabila terdapat laporan serupa untuk mengupayakan kajian kembali.
"Data menunjukkan sebagian besar laporan kematian tidak terkait onset, ada penyakit lain yang mendasarinya," ungkap Ketua Pokja Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI) Kementerian Kesehatan RI itu.
Hindra meyakinkan, para orang tua bahwa keamanan vaksin Covid-19 pada anak tidak berbeda dengan vaksin yang diberikan kepada orang dewasa. Saat ini, jenama vaksin yang diberikan adalah Sinovac untuk rentang umur 6-17 tahun dan Pfizer untuk anak usia 12-17 tahun.
Guru besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan, tidak semua penerima vaksin Covid-19 mengalami reaksi atau KIPI. Jika muncul KIPI pun, itu merupakan hal wajar.
Jumlah laporan KIPI serius Covid-19 pada rentang usia 6-11 tahun dan 12-17 tahun terbilang sangat rendah. KIPI yang umum dialami sebagian penerima vaksin adalah reaksi ringan berupa rasa nyeri di area suntikan dan demam.
Jika anak terlihat tidak nyaman setelah vaksin, minta anak untuk beristirahat. Beri obat penurun demam sesuai dosis yang dianjurkan dan minum cukup air putih ketika suhu tubuh anak meningkat.
Untuk menangani rasa nyeri di tempat suntikan, tetap gerakkan dan fungsikan lengan seperti biasa. Jika perlu, kompres bagian yang nyeri dengan kain bersih yang sudah dibasahi dengan air dingin.
Hindra menyampaikan penanganan jika demam anak timbul lebih dari 48 jam setelah vaksinasi atau berlangsung lebih lama dari itu. Dalam kondisi demikian, anak harus melakukan isolasi mandiri dan melakukan tes Covid-19.
"Jika keluhan tidak berkurang, penting untuk tetap tenang dan segera menghubungi petugas kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, atau dokter terdekat," tuturnya.
Tanggapan lain disampaikan Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro. Dia mengatakan, tidak mudah mencari penyebab kematian pada anak atau orang dewasa setelah vaksinasi dan mengalami KIPI berat.
Ketersediaan data merupakan hal paling penting guna mencari penyebab. Karena itu, masyarakat diimbau segera melaporkan jika ada gejala tertentu usai mendapat vaksin.
"Kalau ada timbul keluhan, berobatlah ke fasilitas kesehatan tempat diimunisasi, jangan ke tempat lain, agar penanganan tidak terlambat," ucap Sri yang merupakan anggota Satgas Imunisasi IDAI.