Buku Perjuangan Sultan Agung dalam Lukisan S Sudjojono Diluncurkan
Dalam buku ini dapat memberikan referensi sejarah dan literatur kesenian Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Tumurun Private Museum bersama S Sudjojono Center dan Kepustakaan Populer Gramedia meluncurkan buku Sultan Agung dalam Goresan S Sudjojono secara daring pada Sabtu (22/1). Buku setebal 138 halaman tersebut berisi tentang perjuangan Sultan Agung dalam melawan penjajah Belanda dalam lukisan karya S Sudjojono.
Peluncuran buku tersebut menjadi puncak rangkaian acara Pameran Mukti Negeriku! Perjuangan Sultan Agung melalui Goresan S Sudjojono, yang diselenggarakan sejak 28 Agustus 2021 sampai 28 Februari 2022 mendatang.
Buku tersebut mengupas lengkap mengenai latar belakang, makna, nilai, dan konteks sejarah lukisan Sejarah Perjuangan Sultan Agung yang saat ini menjadi koleksi Museum Sejarah Jakarta. Selain itu, juga membahas 38 sketsa studi yang dibuat S Sudjojono dalam mempersiapkan pembuatan lukisan tersebut, yang saat ini menjadi koleksi Tumurun Museum.
Buku disusun oleh Santy Saptari selaku kurator pameran. Selain itu, terdapat tulisan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso, serta Syed Muhammad Hafiz yang merupakan Kandidat PhD di National University of Singapore dan Curatorial Fellow di Malay Heritage Centre.
Dalam sambutannya, pemilik Tumurun Museum, Iwan K Lukminto mengatakan, peluncuran buku tersebut merupakan acara puncak pameran di Tumurun Museum yang telah berlangsung sejak 28 Agustus 2021 sampai 28 Februari nanti. Respons dari masyarakat cukup antusias untuk mengapresiasi dan mengenal lebih jauh dua sosok penting dalam sejarah Indonesia dan sejarah kesenian Indonesia.
"Kami telah menerima lebih dari 5.000 pengunjung dalam museum kami walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19," kata Iwan. Menurutnya, masih banyak informasi yang belum diketahui masyarakat secara luas mengenai proses pembuatan lukisan masterpiece S Sudjojono yang dijabarkan dalam buku tersebut.
"Kami berharap dengan adanya buku ini dapat memberikan wawasan lebih luas untuk mengenal siapa Sultan Agung dan S Sudjojono. Karena dalam buku ini dapat memberikan referensi sejarah dan literatur kesenian Indonesia," jelas Iwan.
Perwakilan S Sudjojono Center, Jusuf Wanandi, mengaku pernah bertemu dengan mendiang S Sudjojono saat pameran di Balai Budaya Jakarta. Sejak itu, Jusuf mengenal S Sudjojono dan memiliki sejumlah karya Bapak Seni Rupa Modern Indonesia itu.
"Karya-karya Pak Sudjojono memang sekelas dunia kualitasnya. Dan ini bisa kita lihat dari seluruh karya-karya pada pengunaan teknik, komposisi warna dan subjeknya. Terutama lukisan Sultan Agung adalah masterpiece Pak Sudjojono bukan hanya ukuran tapi kesungguhan Pak Sudjojono mempelajari dan menuangkan kepemikirannya dalam lukisan tersebut," ujarnya.
Jusuf menambahkan, buku yang diluncurkan tersebut menggambarkan proses pembuatan karya lukisan masterpiece itu. Dia menilai, lukisan Perjuangan Sultan Agung tersebut patut dinominasikan menjadi national herritage. "Semoga buku ini bermanfaat dan memberikan kontribusi besar bagi seni rupa Indonesia," harap Jusuf.
Sementara itu, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dalam video sambutannya mengapresiasi peluncuran buku tersebut. Gibran menilai, kepemimpinan Sultan Agung, konsistensi prinsip, dan ketegasan mengambil keputusan melawan penjajah Belanda patut diteladani para generasi muda.
"Semoga buku Sejarah Perjuangan Sultan Agung ini semakin membuka jendela ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan seni budaya sejarah bangsa Indonesia," kata Gibran.
Hal penting yang belum pernah ada pada buku mengenai seniman S Sudjojono sebelumnya yakni temuan dan analisis mengenai lukisan dan ke-38 sketsa Sejarah Perjuangan Sultan Agung. Sebanyak 38 sketsa studi itu digadang-gadang menjadi bahan pendukung pendaftaran dan penetapan lukisan dan sketsa-sketsa tersebut menjadi Cagar Budaya Nasional sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Salah satu fokus buku yang diluncurkan itu yakni, latar belakang dari pemesanan dan proses pembuatan lukisan Sejarah Perjuangan Sultan Agung. Sebab, lukisan itu khusus dipesan pada 1973 oleh Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat itu, untuk peresmian Museum Sejarah Jakarta tahun 1974.
Pada buku itu juga diuraikan mengenai riset mendalam S Sudjojono dalam persiapannya membuat lukisan tersebut yang dituangkannya dalam ke-38 sketsa studi. Buku ini menelusuri hasil riset, kunjungan ke museum dan institusi di Indonesia maupun Belanda, wawancara narasumber dan pembacaan buku sejarah serta pemikiran, pertanyaan dan berbagai tantangan yang dihadapi Sudjojono dalam proses pembuatan yang dituangkannya dalam ke sketsa-sketsa tersebut.
Buku itu ditutup dengan pembahasan mengenai lukisan Sultan Agung sebagai perwujudan sikap dan semangat nasionalisme S Sudjojono yang penting digunakan sebagai cara untuk terus digaungkan keseluruh generasi muda Indonesia. Nilai-nilai nasionalisme menjadi sesuatu yang terus diperjuangkan oleh seniman S Sudjojono sejak 1930-an melalui karya-karya dan tulisan-tulisannya dan mencapai puncaknya pada lukisan tersebut.
Dalam acara peluncuran, juga digelar diskusi yang menghadirkan pembicara penyunting dan kontributor buku, Santy Saptari, Bondan Kanumoyoso, Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto, dan Syed Muhammad Hafiz.