Kebijakan Baru, Kemendag Tetapkan DMO dan DPO Minyak Sawit
Kebijakan DMO dan DPO untuk menjaga stok dan harga sawit tak ikuti internasional
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan domestik market obligation (DMO) bagi seluruh eksportir minyak sawit. Selain itu, Kemendag juga menetapkan kebijakan domestic price obligation (DPO) untuk harga minyak sawit dalam negeri.
Kebijakan DMO tersebut untuk memastikan para eksportir memasok produksi minyak sawit untuk pasar dalam negeri, khususnya industri minyak goreng. Adapun kebijakan DPO agar pasokan minyak sawit untuk Indonesia tidak mengikuti tren harga internasional yang sedang tinggi.
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengatakan, kebijakan DMO minyak sawit mulai berlaku Kamis (27/1/2022) dan wajib diikuti oleh seluruh produsen minyak sawit yang akan ekspor.
"Nantinya seluruh eksportir yang akan ekspor wajib memasok ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor masing-masng di tahun 2022," kata Lutfi dalam konferensi pers virtual, Kamis (27/1/2022).
Lutfi menyampaikan, kebutuhan minyak goreng nasional tahun ini sebanyak 5,7 juta kilo liter (kl). Itu terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebesar 3,9 juta KL. Volume itu, sebanyak 1,2 juta kl untuk kemasan premium, 231 ribu kl kemasan sederhana, dan 2,4 juta kl curah. Adapun untuk kebutuhan industri diperkirakan sebesar 1,8 juta KL.
Sementara itu, untuk kebijakan DPO minyak sawit, Kemendag menetapkan harga minyak sawit sebesar Rp 9.300 per kilogram (kg) untuk CPO dan 10,300 per liter untuk olein. Dua harga tersebut, sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di dalamnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana, mengatakan, volume DMO seebsar 5,7 juta kl sejatinya tidak menganggu pasokan untuk ekspor. Pasalnya, selama ini volume untuk dalam negeri sebesar 5,7 juta kl.
Kebijakan DMO itu dibuat lebih untuk memastikan agar pasokan yang semestinya untuk dalam negeri tidak diekspor oleh perusahaan demi memanfaatkan keuntungan ditengah harga yang sedang tinggi.
"Jadi 5,7 juta kl itu sudah ada, cuma karenaharga kan semakin meningkat. Dengan adanya DMO kita pastikan itu tidak akan keluar (diekspor)," katanya.
Adapun, eksportir yang terkenda kebijakan DMO yakni eksportir crude palm oil (CPO), used oil coocking (UCO), Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olein, serta sisa residu.
Baca juga : Kebijakan Baru, Kemendag Tetapkan Tiga HET Minyak Goreng
Ia menuturkan, telah membicarakan kebijakan DMO bagi para produsen sawit. Wisnu mengklaim industri mendukung kebijakan tersebut selama untuk kepentingan masyarakat Indonesia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan, kebijakan DPO sawit karena naiknya harga minyak goreng saat ini akibat kenaikan harga bahan baku, yakni minyak sawit itu sendiri.
Lewat kebijakan DMO pasokan untuk dalam negeri dipastikan aman. Selanjutnya pemerintah menambah dengan instrumen DPO agar harga untuk dalam negeri lebih rendah dan tidak berfluktuasi seperti harga internasional.
"Dengan ditetapkan DPO, harga minyak goreng dalam negeri tidak lagi terganggu oleh harga CPO internasional," ujarnya.
Baca juga : Dua Gejala Khas Pasien Omicron di RS Persahabatan Menurut Dokter Erlina Burhan