'Kebijakan Perlindungan Data Pribadi Dibutuhkan di Indonesia'
Lebih dari 60 persen masyarakat masih belum mengetahui keberadaan RUU PDP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring meningkatnya interaksi masyarakat di dunia digital, tentu kebutuhan akan ekosistem digital yang kondusif dan aman semakin dibutuhkan, terutama menyangkut data privasi. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang telah melewati uji publik diharapkan mampu menjadi instrumen kebijakan yang menyeluruh untuk meningkatkan pelindungan data pribadi di Indonesia.
Namun, survei Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Katadata Insight Center tahun lalu menunjukkan lebih dari 60 persen masyarakat masih belum mengetahui keberadaan RUU PDP. Bahkan hanya 31,8 persen perusahaan yang mengetahuinya. Memperingati momentum Hari Privasi Data International yang jatuh setiap tanggal 28 Januari, Kominfo, VIDA, dan ICSF mengajak masyarakat dan pelaku industri digital untuk semakin teredukasi akan keberadaan RUU PDP ini.
Co-Founder dan CEO VIDA, Sati Rasuanto menjelaskan sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE), sudah menjadi peran dan tanggung jawab pihaknya untuk turut membantu misi Pemerintah menciptakan ekosistem digital yang aman di Indonesia.
"Lewat teknologi dan standar kelas dunia, VIDA menjamin keamanan data pribadi konsumen dalam layanan proses verifikasi identitas online yang kami tawarkan pada klien-klien kami, yang lazimnya dibutuhkan saat proses on boarding ke platform digital maupun dalam tanda tangan elektronik. Mengingat misi ini membutuhkan dukungan dari semua pihak, kami melihat urgensi penerapan aturan pelindungan data pribadi, RUU PDP, demi mengurangi resiko penyalahgunaan identitas lebih jauh dan melindungi identitas digital masyarakat," katanya dalam siaran pers, Jumat (28/1).
Saat ini, Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019) mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk memberitahukan secara tertulis pada pemilik data pribadi apabila terjadi kegagalan dalam pelindungan terhadap data pribadi yang dikelolanya (data breach). Nantinya, RUU PDP yang sedang dibahas di DPR akan mengatur kebijakan lebih detail disamping definisi data dan hak pemilik data pribadi. Beberapa pengaturan tersebut yakni penegasan kewajiban dan tanggung jawab data controller dan data processor, pembentukan pejabat Data Protection Officer (DPO), sanksi administrasi hingga sanksi pidana.
Plt Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Teguh Arifiadi menjelaskan RUU PDP yang kini tengah dalam tahap finalisasi antara Pemerintah dan DPR diharapkan dapat meningkatkan tata kelola sistem elektronik di Indonesia.
"Secara bersamaan, berbagai instrumen kebijakan dalam RUU PDP kami susun aturan implementasinya agar efektif dalam mengurangi insiden keamanan siber dan kebocoran data pribadi. Dalam prosesnya, Kominfo berkomitmen untuk menerapkan transparansi dalam sanksi administrasi berupa denda akibat data breach. Aturan denda atas pelanggaran prinsip PDP yang sedang kami susun ini diharapkan menjadi instrumen kebijakan yang ideal untuk pengendalian PDP di Indonesia," kata Teguh.
Dalam pembahasan aturan implementasi terbaru, pelanggaran atas pemenuhan kewajiban perusahaan dalam pelaksanaan prinsip-prinsip PDP akan dikenai sanksi administratif. Berdasarkan PP 71/2019, terdapat beberapa prinsip dalam hal pengumpulan dan pemrosesan data pribadi, yakni dilakukan secara terbatas dan spesifik, sah secara hukum, adil, dengan sepengetahuan dan persetujuan dari pemilik data pribadi, dilakukan sesuai dengan tujuannya, dilakukan dengan menjamin hak pemilik data pribadi, dilakukan secara akurat, lengkap, tidak menyesatkan, mutakhir, dapat dipertanggungjawabkan, dan memperhatikan tujuan pemrosesan data pribadi, dilakukan dengan melindungi keamanan data pribadi dari kehilangan, penyalahgunaan, Akses, dan pengungkapan yang tidak sah, serta pengubahan atau perusakan data pribadi, dilakukan dengan memberitahukan tujuan pengumpulan, aktivitas pemrosesan, dan kegagalan pelindungan data pribadi, serta dimusnahkan dan/atau dihapus kecuali masih dalam masa retensi sesuai dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
Sati menjelaskan bahwa sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE), VIDA memiliki beberapa prinsip dalam menjamin identitas digital yang sejalan dengan RUU PDP. "Dengan prinsip-prinsip identitas digital yang dibawa oleh VIDA di antaranya yakni secure, consent dan transparent, pengguna layanan verifikasi identitas dan tanda tangan elektronik VIDA lebih mudah mengontrol informasi krusial yang mereka miliki. Berbekal sertifikat elektronik VIDA, keputusan otentikasi layanan digital atau proses tanda tangan elektronik ada pada pengguna sepenuhnya. VIDA menjaga data pribadi pengguna dan digunakan hanya untuk keperluan pengguna, dengan menerapkan enkripsi end-to-end bagi seluruh transmisi data," ujarnya.