Masjid di Yunani Dipasang Spanduk Anti-Islam
Sekelompok ekstremis Yunani pasang spanduk anti-Islam sebuah masjid di Dimetoka.
REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Sekelompok ekstremis Yunani menargetkan sebuah masjid di Dimetoka (Didymoteicho), sebuah kota dekat perbatasan Turki-Yunani, pada Senin (31/1) kemarin waktu setempat. Mereka menggantung spanduk anti-Islam di Masjid Celebi Mehmet (atau Masjid Sultan Bayezid).
"Islamisasi Meri (Evros) harus segera dihentikan," demikian bunyi spanduk tersebut, sebagaimana dilansir Daily Sabah, Rabu (2/2).
Partai Persahabatan, Kesetaraan dan Perdamaian (DEB), sebuah partai yang populer di kalangan minoritas Turki Yunani, mengutuk serangan itu. "Mereka (para penyerang) berusaha membentuk minoritas kami menurut perspektif mereka sendiri dengan mengabaikan agama minoritas Muslim Turki Barat Thrace, yang rasnya ditolak secara tidak adil di negara kami," kata DEB dalam sebuah pernyataan tertulis.
DEB sangat menyesalkan insiden itu. Menurut DEB, orang-orang Turki dari Thrace Barat, yang hidup dalam damai di kawasan itu tanpa membeda-bedakan orang, bahasa, agama atau ras, harus diperlakukan sebagaimana mestinya dan harus diambil sebagai contoh. "Kami sangat mengutuk (serangan) dan pemikiran fasis semacam itu, dan juga berharap mereka mengakhirinya sesegera mungkin," kata DEB.
Sikap negara yang tidak ramah terhadap penduduk Muslimnya bukanlah fenomena baru. Misalnya, hingga saat ini, Athena dikenal sebagai satu-satunya ibu kota Eropa yang tidak memiliki masjid, meskipun diperkirakan ada 300 ribu Muslim di wilayah Athena Raya. Pada November 2020, untuk pertama kalinya sejak abad ke-19, Athena menyaksikan peresmian masjid resmi, ketika upaya bertahun-tahun oleh komunitas Muslim akhirnya membuahkan hasil.
Turki telah lama mengecam pelanggaran Yunani terhadap hak-hak Muslim dan minoritas Turki, dari menutup masjid dan masjid bersejarah runtuh, menolak untuk mengakui pemilihan mufti mereka sendiri oleh Muslim. Tindakan ini melanggar Perjanjian Lausanne 1923 serta putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECtHR). Ini membuat Yunani menjadi negara yang mencemooh hukum, kata pejabat Turki.
Demikian pula, pemilihan mufti, atau ulama Islam, oleh umat Islam di Yunani telah menjadi titik pertengkaran lain yang menyebabkan masalah bagi umat Islam di negara itu. Meskipun diatur oleh Traktat Athena 1913, sebuah pakta Kekaisaran Yunani-Utsmaniyah yang diterapkan Athena pada 1920, yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memilih mufti mereka sendiri.
Namun, pada 1991, yang melanggar hukum internasional, Yunani membatalkan perjanjian tersebut. perjanjian dan secara tidak sah mulai menunjuk mufti itu sendiri. Para mufti yang ditunjuk oleh negara Yunani sejak itu telah merampas hak yurisdiksi Muslim lokal atas masalah keluarga dan warisan. Akibatnya, mayoritas Muslim Turki di Trakia Barat tidak mengakui mufti yang ditunjuk Yunani dan malah memilih mufti mereka sendiri.