Ukraina: Tak Ada Rencana Operasi Militer di Krimea

Kiev tidak merencanakan operasi militer di Krimea, maupun Donbass.

AP/Russian Defense Ministry Press S
Foto ini diambil dari video yang didistribusikan oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan kendaraan militer Rusia bergerak selama latihan di Krimea, 22 April 2021.
Rep: Puti Almas Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV — Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Valery Zaluzhny telah meyakinkan bahwa Kiev tidak merencanakan operasi militer di Krimea, maupun Donbass. Ia menegaskan hingga saat ini belum ada perintah tersebut.

“Tidak ada perintah atau diskusi tentang operasi militer di Krimea yang diadakan," ujar Zaluzhny, dilansir TASS, Jumat (4/2/2022).

Sementara itu, Menteri Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina Alexey Danilov mengatakan masalah Krimea masih dibahas. Ia menyebut bahwa Kiev akan melakukan apapun untuk membuat wilayah itu kembali menjadi bagian negaranya, termasuk juga dengan Donbass.

"Kami akan melakukan segalanya untuk membuat Krimea, serta Donbass, kembali. Bagaimana kami melakukannya? Semuanya tergantung pada kami," jelas Danilov.

Namun, Danilov mengesampingkan skenario militer untuk Krimea pada saat ini. Ia mengatakan bahwa untuk sekaran Ukraina  hanya memiliki strategi untuk mengembalikan Krimea, dan apa itu akan dilakukan secara militer atau dengan cara lain tergantung pada banyak faktor.

“Tapi ini tidak mungkin di sekarang. Kami lihat apakah bisa besok, atau mungkin satu tahun kemudian. Tidak sesederhana itu," kata Danilov menambahkan.

Republik Krimea dan Sevastopol, sebuah kota dengan status khusus di Semenanjung Krimea, di mana sebagian besar penduduknya adalah orang Rusia, menolak untuk mengakui legitimasi otoritas yang berkuasa di tengah konflik selama kudeta di Ukraina pada Februari 2014.

Hingga kemudian Krimea dan Sevastopol mengadopsi deklarasi kemerdekaan pada 11 Maret 2014. Kedua kota tersebut mengadakan referendum pada 16 Maret 2014, di mana hasilnya adalah 96,7 persen dari Krimea dan 95,6 persen dari pemilih Sevastopol memutuskan untuk memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani perjanjian reunifikasi pada 18 Maret 2014. Dokumen tersebut diratifikasi oleh Majelis Federal Rusia, atau parlemen bikameral, pada 21 Maret.

Terlepas dari hasil referendum tersebut, Ukraina masih menolak untuk mengakui Krimea sebagai bagian dari Rusia.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler