Penjelasan Pakar Sejarah Ini Tegaskan Islam Lawan Perbudakan
Misi Islam antara lain adalah menghapus perbudakan di muka bumi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Perbudakan telah menjadi tradisi yang mengakar kuat bagi masyarakat pra-Islam, ketika Islam datang, perbudakan juga masih menjadi hal lazim.
Meski tidak secara langsung melarang praktik perbudakan, namun Islam memiliki visi untuk mengikis praktik perbudakan dan sangat menghendaki dihapuskannya perbudakan.
Sejarawan Islam Universitas Indonesia, Dr Tiar Anwar Bachtiar, menjelaskan perbudakan dalam sejarah bangsa Arab sudah berlangsung selama berabad-abad, dan Islam datang untuk mengikis tradisi ini.
Menurutnya, salah satu visi Islam adalah mewujudkan kesamaan derajat antarmanusia, dan salah satunya dengan menghapuskan praktik perbudakan.
“Ini muttafaq (disepakati) di kalangan ulama bahwa misi Islam bukan untuk melegalkan perbudakan tapi justru menghilangkan perbudakan,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, awal pekan ini, Rabu (2/2/2022).
Meski tidak secara eksplisit pelarang perbudakan, namun dalam hukum Islam, membebaskan atau memerdekakan budak merupakan salah satu tindakan yang dianjurkan, bahkan dijadikan sebagai pengganti hukuman bagi orang-orang yang melanggar aturan Islam, seperti sanksi sumpah palsu, pembunuhan yang tidak disengaja, zihar, dan lainnya.
“Karena ketika Islam datang, fenomena perbudakan itu sudah marak dimana-mana dan menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan. Tapi kalau kita rujuk peraturan Islam tentang perbudakan, itu ketat sekali,” jelasnya.
Dia menegaskan, meskipun dapat diperjualbelikan, namun dalam syariat Islam, budak wajib diperlakukan secara manusiawi. Mereka tidak boleh disamakan dengan binatang, seperti dikerangkeng, diikat, atau tindakan tidak manusiawi lain.
“Jadi walaupun mereka budak, mereka harus tetap diperlakukan selayaknya manusia, mulai dari diberi tempat, makanan, pakaian dan waktu istirahat yang layak. Kemudian kalau budak ini ditujukan untuk pekerjakan tertentu, mereka harus dipekerjakan secara manusiawi, jadi tidak boleh disiksa atau diperas tenaganya. Itu saya kira hal yang sangat jelas diatur dalam Islam tentang perbudakan,” ujarnya menjelaskan.
Dr Tiar juga menekankan bahwa orang yang menyakiti dan menyiksa budak akan mendapatkan hukuman yang sama seperti halnya melakukan penyiksaan pada orang yang merdeka (bukan budak). Ketatnya peraturan Islam tentang perbudakan ini telah terbukti berhasil mengurangi praktik perbudakan, walaupun tidak bisa menghapuskan seluruhnya, kata dia.
“Kebijakan dalam Islam tentang perbudakan ini setidaknya sudah bisa mengangkat derajat para budak, sehingga mereka tetap diperlakukan selayaknya manusia meski berstatus sebagai budak,” tutur Dr Tiar.
“Karena misi Islam sendiri memang untuk menghapus perbudakan, jadi kalau zaman sekarang ada praktik perbudakan apalagi dilakukan Muslim, saya kira ini menentang misi Islam,” pungkasnya.
Dijelaskan pula, bahwa dalam Alquran tidak ditemukan nash yang membolehkan perbudakan, yang ada justru dorongan dan anjuran untuk memerdekakan budak.
Demikian juga halnya dalam hadits Nabi SAW tidak ditemukan kebolehan memperbudak, yang ada hanya menyangkut budak Makkah, budak Bani Mustaliq, dan budak Hunain.
Dalam sejarah ditemukan bahwa sebagian dari al-khulafa ar-rasyidun (empat khalifah besar) menjadikan sebagian tawanan perang sebagai budak.
Hal tersebut didasarkan pada prinsip memperlakukan hal yang sama terhadap para tawanan yang dilakukan musuh (orang kafir).
Oleh karena itu, perbudakan itu tidak bisa diberlakukan terhadap semua tawanan perang. Status seorang tawanan perang di dalam hukum Islam memiliki berbagai alternatif.
Di antaranya seorang tawanan boleh dilepas dengan pembayaran tebusan, baik tebusan itu berupa harta (uang), pertukaran tawanan kafir dengan tawanan Muslim, atau dengan pemanfaatan jasa yang mereka miliki, misalnya mengajari menulis dan membaca anak-anak Muslim, seperti yang terjadi setelah Perang Badar.