Omicron tidak Bisa Diajak Diskusi di Kelas

Pemerintah akhirnya melonggarkan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah, yang tadinya kapasitas 100% menjadi 50%. Kebijakan tersebut masih menyisakan keresahan.

.
Rep: Robi Setiawan Red: Retizen
Foto: Ilustasi PTM (Sumber Republika)

Pemerintah akhirnya melonggarkan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah, yang tadinya kapasitas 100% menjadi 50%. Kebijakan tersebut masih menyisakan keresahan bagi orang tua, karena dengan kapasitas yang terbatas pun tidak membuat siswa/guru terbebas dari ancaman Omicron.


Persoalan Omicron ini kembali menguak cerita lama saat awal pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Satu sisi PTM dinilai jauh lebih efektif daripada pembelajaran jarak jauh (PJJ), sementara itu semua juga sepakat bahwa kesehatan adalah hal tak bisa dinomorduakan.

Pemerintah Sebagai Pembuat Aturan

Klise, namun memang tugas pemerintah merumuskan kebijakan yang mampu menjawab setiap keresahan, baik dari sisi masa depan pendidikan atau dari sisi keselamatan-kesehatan siswa/guru. Karena bagaimanapun Kemenkes tidak sedang bertanding dengan Kemendikbudristek.

Kebijakan PTM 50% sebenarnya sudah menjadi jalan tengah yang bijak, yaitu menjawab kelemahan PJJ sekaligus tetap berhati-hati dengan isu Omicron. Walau demikian, PTM 50% tetap dihadapkan pada dua sisi: kecenderungan antara lebih mengutamakan pendidikan atau kesehatan anak.

Cakupan vaksinasi dan level PPKM tetap diperlukan sebagai pertimbangan dasar atas pemberlakuan PTM saat pandemi. Hal ini pun perlu melibatkan pemerintah daerah dan sekolah untuk lebih memahami situasi dan tingkat risiko penyebaran Covid-19 di suatu daerah. Itu lebih baik dibanding hanya ditentukan pemerintah pusat menggunakan data.

Tidak hanya pembatasan kapasitas atau cakupan vaksinasi, lebih dari itu penerapan protokol kesehatan (prokes) tetap yang utama. Temuan-temuan abai prokes saat PTM harus disikapi serius lewat pengawasan dan sanksi. Jangan sampai penerapan prokes ketat hanya sebatas slogan formalitas.

Biarkan Orang Tua Menentukan

Risiko jangka pendek yang saat ini mengancam adalah terpapar Omicron. Sedangkan sekolah atau pemerintah tidak 'turun' secara langsung mengurusi peserta didik yang terpapar Omicron. Pada akhirnya keluarga lah yang lebih mengerti pioritas anaknya di saat pandemi seperti ini.

Pemerintah baiknya memberikan ruang kepada orang tua untuk menentukan seperti apa proses belajar anak, tanpa tekanan apa pun. Yang harus dilakukan pemerintah adalah memfasilitasi secara baik dan setara bagi setiap pilihan orang tua, baik itu mengizinkan anaknya PTM atau PJJ.

Evaluasi secara berkala pun perlu melibatkan semua pihak, mulai dari pertimbangan pakar, orang tua, pemda, sekolah, guru, dan tentunya dari peserta didik. Evaluasi juga perlu dilakukan konsisten dan terukur untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi, sekaligus memperbaiki celah yang ada.

Pada akhirnya semua harus paham bahwa Covid-19 atau Omicron tidak bisa diajak diskusi agar penyebarannya ditentukan berdasarkan waktu dan tempat, atau kondisi tertentu. Orang tua, pemerintah, guru, dan peserta didik lah yang harus terus menjalin komunikasi, bermusyawarah (diskusi) hingga mufakat.

sumber : https://retizen.id/posts/42003/omicron-tidak-bisa-diajak-diskusi-di-kelas
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler