AS: Pasukan Rusia Sudah Siap Melancarkan Invasi ke Ukraina
AS mendesak semua warganya meninggalkan Ukraina dalam waktu 48 jam.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih menyatakan pada Jumat (11/2), bahwa Rusia telah mengumpulkan cukup banyak pasukan di dekat Ukraina untuk melancarkan invasi besar. Amerika Serikat (AS) mendesak semua warganya untuk meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan mengatakan, serangan Rusia dapat dimulai kapan saja. Kemungkinan invasi akan dimulai dengan serangan udara.
Sullivan mengatakan, intelijen AS juga percaya adanya kemungkinan serangan cepat di Kiev. Presiden Rusia Vladimir Putin diduga dapat memerintahkan invasi sebelum berakhirnya Olimpiade Musim Dingin di Beijing pada 20 Februari.
Sullivan mengaku, masih belum jelas apakah Putin secara definitif telah memberikan perintah itu. Sebelumnya, citra satelit komersial dari sebuah perusahaan AS menunjukkan penempatan baru militer Rusia di beberapa lokasi dekat perbatasan.
"Kami berada di jendela ketika invasi dapat dimulai kapan saja, dan untuk menjadi jelas, itu termasuk selama olimpiade," kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken merujuk pada berakhirnya Olimpiade Beijing pada 20 Februari.
"Kami terus melihat tanda-tanda eskalasi Rusia yang sangat mengganggu, termasuk pasukan baru yang tiba di perbatasan Ukraina," kata Blinken.
Putin dan Presiden AS Joe Biden akan berbicara melalui telepon pada Sabtu (12/2). Kantor berita Rusia TASS mengatakan Putin akan berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari yang sama.
Sebanyak empat pejabat AS mengatakan, Gedung Putih akan mengirim 3.000 tentara tambahan ke Polandia dalam beberapa hari mendatang. Keputusan ini untuk mencoba dan membantu meyakinkan sekutu NATO, meski sudah menyiapkan 8.500 pasukan yang sudah siaga untuk ditempatkan ke Eropa jika diperlukan.
Biden juga sempat memberi tahu NBC News bahwa kondisi di Ukraina bisa berubah dengan cepat. Dia mengadakan seruan tentang krisis bersama para pemimpin Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Polandia, dan Rumania, serta kepala NATO dan Uni Eropa.
Selain itu, para pemimpin Barat menyuarakan keprihatinan tentang pergerakan militer Rusia. Mereka menyatakan keinginan untuk solusi diplomatik dan setuju untuk melakukan upaya terkoordinasi untuk mencegah agresi Rusia. Salah satunya termasuk, menurut Gedung Putih, dengan siap untuk memaksakan konsekuensi besar dan biaya ekonomi yang parah di Moskow jika memilih eskalasi militer.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson bergabung dengan beberapa negara lain dalam mendesak warganya meninggalkan Ukraina. Dia mengatakan dalam telepon dengan Biden tentang kekhawatirannya pada keamanan Eropa.
Johnson menekankan perlunya paket sanksi ekonomi berat yang siap diterapkan. Paket ini bisa langsung diterapkan jika Rusia membuat keputusan yang menghancurkan dan merusak untuk menyerang Ukraina
Jepang, Latvia, Norwegia, dan Belanda juga menyuruh warganya segera meninggalkan Ukraina. Israel mengatakan sedang mengevakuasi kerabat staf kedutaannya.
Rusia telah mengumpulkan lebih dari 100 ribu tentara di dekat Ukraina. Pekan ini mereka meluncurkan latihan militer bersama di negara tetangga Belarusia dan latihan angkatan laut di Laut Hitam.
Moskow membantah berencana menyerang Ukraina, tetapi mengatakan pihaknya dapat mengambil tindakan teknis militer yang tidak ditentukan kecuali serangkaian tuntutan dipenuhi. Moskow meminta NATO tidak pernah mengakui Ukraina dan menarik pasukannya dari Eropa Timur. Barat mengatakan Aliansi UE dan NATO menyampaikan tanggapan pekan ini atas nama negara anggota mereka.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, mereka menginginkan jawaban dari masing-masing negara. Moskow menyebut tanggapan kolektif itu sebagai tanda ketidaksopanan dan ketidakhormatan diplomatik.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, negara-negara Barat, dengan bantuan dari media, menyebarkan informasi palsu. Dia mengeklaim mereka mencoba mengalihkan perhatian dari tindakan agresif sendiri.