Harga Kedelai Meroket, Perajin Tahu Tempe di Johar Baru Mogok Beroperasi

Konsumen kaget beli tempe dari Rp 5.000 jadi Rp 8.000, terpaksa berhenti dulu lah.

Prayogi/Republika.
Perajin tahu tempe beraktivitas di salah satu sentra produksi kawasan Utan Panjang, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, Ahad (3/1/2022).
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sedikitnya 200 perajin tahu tempe di Kampung Rawa, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat (Jakpus), sampai saat ini mengikuti aksi mogok produksi karena melambungnya harga kedelai impor sebagai bahan baku utama komoditas itu.

Baca Juga


"Untuk wilayah Kampung Rawa, ikut (mogok) bersama karena bentuk protes kita kepada pemerintah supaya cepat ditangani. Permasalahannya apa? Ini kok kedelai bisa selalu naik terus," kata salah satu perajin tempe, Agus, di Jakarta, Senin (21/2/2022).

Pantauan di lokasi menemukan, kawasan sentra produksi tahu tempe di Kampung Rawa, Kecamatan Johar Baru, Jakpus, praktis tak ada aktivitas produksi. Bahkan aktivitas berhenti produksi itu diperkirakan hingga Rabu (23/2/2022). Agus menegaskan, aksi mogok itu dipicu oleh naiknya harga kedelai impor hingga Rp 12.000 per kilogram (kg) atau meningkat signifikan dibandingkan harga normal berkisar Rp 9.500-Rp 10.000 per kg.

Perajin tahu tempe lainnya, Ahmad Abdullah mengaku, aksi mogok produksi dilakukan karena sebagian besar konsumen sebelumnya keberatan karena harga tempe yang dijual menjadi dua kali lipat. "Harga kacangnya melambung tinggi sehingga harga jualnya juga tinggi, jadi susah. Orang-orang pada kaget beli tempe Rp 5.000, sekarang Rp 8.000, terus Rp 10 ribu, terpaksa berhenti dulu lah," kata Abdullah.

Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jakpus, Khairun meminta agar pemerintah dapat melakukan penugasan kepada Perum Bulog untuk kembali melakukan impor kedelai .Khairun menjelaskan, jika importasi dilakukan oleh perusahaan swasta, pemerintah harus mengatur batas harga atas guna menciptakan kepastian produksi.

"Sekarang Bulog tidak impor kedelai, jadi susah, swasta yang beli. Memang perdagangannya jadi bebas, tetapi kita sebagai perajin jadi terombang-ambing karena tidak ada (batas) harganya," kata Khairun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler