KLHK Klaim tidak Ada Kantong Sebaran Orang Utan di IKN
Untuk antisipasi agar orangutan tidak ke zona IKN, dilakukan upaya antisipatif bersama dengan para pihak antara lain membangun koridor satwa liar, memulihkan ekosistem untuk memperbanyak cluster habitat satwa, terutama di bekas tambang, dan melaukan
JAKARTA --Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) mengklaim kalau wilayah pusat Ibukota Negara (IKN) berada di bekas kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), yang bukan merupakan hutan primer lagi. Pemerintah telah melakukan langkah-langkah antisipatif guna mengurangi dampak yang terjadi dalam pembangunan IKN seperti AMDAL, KLHS, koridor, dan sebagainya.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK, Wiratno, menyampaikan bahwa Pusat IKN bukanlah merupakan daerah sebaran alami orangutan. Wiratno menerangkan, Peta Sebaran orangutan di wilayah IKN, berdasarkan PHVA (2016) populasi orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio) terbagi ke dalam 17 landsekap, yaitu Lansekap Beratus, Sungai Wain, TN Kutai-Bontang, Belayan-Senyiur, Wehea-Lesan, Sangkulirang, Tabin, Area Hutan Tengah, Kinabatangan Rendah, Kinabatangan Utara, Ulu Kalumpang, Crocker, Lingkabau, Bonggaya, Ulu Tungud, Trus madi, Sepilok, dengan total jumlah orangutan sebanyak 14.540.
''Orangutan terdekat dengan IKN hanya di lansekap Sungai Wain. Orangutan yang terdapat di areal Sungai Wain adalah orangutan hasil rehabiltasi,'' ungkap Wiratno, dalam keterangannya, dikutip dari laman Menlhk.go.id, Kamis (24/2).
Jumlah orangutan yang sudah dirilis dari ketiga Pusat Rehabilitasi yaitu Samboja (BOSF), Jejak Pulang dan Pusat Suaka orangutan Arsari Itciku adalah sebagai berikut: Sungai Wain: (tahun 1992-1997) sejumlah 78 orangutan, Meratus: (tahun 1997-2002) sejumlah 338 orangutan, dan KJ7: (tahun 2012-2021) sejumlah 126 orangutan. Tempat pelepasliaran ini diklaim berada di zona luar pembangunan IKN.
Untuk antisipasi agar orangutan tidak ke zona IKN, dilakukan upaya antisipatif bersama dengan para pihak antara lain membangun koridor satwa liar, memulihkan ekosistem untuk memperbanyak cluster habitat satwa, terutama di bekas tambang, dan melakukan mobilisasi Wildlife Respon Unit (WRU). Serta mengoperasionalkan Call Center untuk menerima laporan masyarakat, agar dapat dilakukan respon cepat apabila ditemukan orangutan yang keluar dari tempat rehabilitasinya.
Wiratno menegaskan, kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan isu terfragmentasinya habitat orangutan karena adanya pembangunan IKN. Dalam KLHS IKN, telah diidentifikasi lokasi-lokasi yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi untuk dipertahankan, dan lokasi-lokasi yang rusak agar dapat dilakukan penanaman kembali/pemulihan ekosistem dan membuat koridor satwa.
''Sebagai negara berkembang, Indonesia masih perlu membangun, dan harus dapat menjalankan pembangunan berkelanjutan, di mana ada keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan, termasuk habitat satwa liar. Pembangunan IKN menerapkan konsep Green Infrastructure, sesuai dengan Instruksi Presiden,'' ungkap Wiratno.
Kemudian, Wiratno menjelaskan bahwa sumber daya alam hayati menjadi basis dalam pembangunan. Pembangunan yang diharapkan adalah pembangunan by design di mana pembangunan harus mengikuti master plan yang memperhatikan sebaran data keanekaragaman hayati dari vegetasi, spesies, bahkan genetik, mempertimbangkan sebaran satwa, dan menjamin satwa liar tetap lestari di habitatnya. Upaya untuk mendapatkan data yang komprehensif dan analitis dilakukan melalui survey biodiversity secara menyeluruh, sehingga menjadi baseline data yang memadai untuk pembangunan IKN.