Putra Mahkota Saudi Tawarkan Putin Mediasi Rusia dan Ukraina
Putra Mahkota Saudi berkepentingan jaga keseimbangan dan stabilitas pasar minyak.
REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) menawarkan untuk menjadi tuan rumah pembicaraan mediasi antara Rusia dan Ukraina. Tawaran ini dia sampaikan dalam panggilan telepon pada Kamis (3/3/2022) waktu setempat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin ketika konflik memasuki pekan kedua.
Pemimpin de facto negara Teluk itu menyerukan solusi politik setelah invasi Rusia dan juga menegaskan kembali dukungannya kepada kelompok produsen minyak OPEC, yang mencakup Rusia, untuk menstabilkan pasar minyak. "Putra Mahkota menyampaikan dukungan kerajaan untuk upaya yang mengarah pada solusi politik yang mengarah pada akhir (perang) dan mencapai keamanan dan stabilitas, dan bahwa kerajaan siap melakukan upaya untuk menengahi antara semua pihak," kata pejabat Saudi seperti dilansir News.am, Jumat (4/3/2022).
Arab Saudi dan Rusia merupakan sama-sama anggota OPEC. Pangeran MBS pun menegaskan kembali keinginan kerajaan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas pasar minyak, menyoroti peran perjanjian OPEC dalam hal ini dan pentingnya mempertahankannya.
Sejumlah negara Arab pada pertengahan Februari lalu telah menyerukan warganya di Ukraina untuk segera meninggalkan negara itu, di tengah ketegangan atas invasi Rusia ke negara itu mencapai ketegangan baru. Negara itu di antaranya, Irak, Yordania, Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Kedutaan Besar Arab Saudi di Kiev juga mendesak warganya untuk segera menghubungi, untuk memfasilitasi keberangkatan mereka dari negara itu. Kedutaan juga meminta warga Arab Saudi yang ingin melakukan perjalanan ke Ukraina untuk menunda perjalanan mereka, karena kekhawatiran invasi Rusia meningkat.
Bukan hanya Arab Saudi, ke empat negara lainnya juga meminta warganya untuk menunda rencana kunjungan apapun ke Ukraina. Langkah itu dilakukan setelah Amerika Serikat memperingatkan invasi dekat Ukraina timur oleh Rusia. "Rusia berada dalam posisi untuk dapat melakukan aksi militer besar di Ukraina kapan saja," kata Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat Jake Sullivan.
Negara-negara Muslim yang memberikan suara agar Rusia mengakhiri operasi militernya adalah Afghanistan, Albania, Bahrain, Bosnia-Herzegovina, Brunei, Chad, Komoro, Pantai Gading, Djibouti, Mesir, Gambia, Indonesia, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Malaysia, Maladewa, Mauritania, Niger, Nigeria, Oman, Qatar, Arab Saudi, Somalia, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab, dan Yaman.
Satu negara Muslim yang menolak yaitu Suriah. Suriah sebelumnya telah mengundang pasukan Rusia ke negara itu untuk memerangi pemberontak. Kemudian 18 negara Muslim yang tidak memilih antara lain Aljazair, Bangladesh, Iran, Irak, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Mali, Pakistan, Senegal, Sudan, Tajikistan, Azerbaijan, Burkina Faso, Guinea-Bissau, Maroko, Togo, Turkmenistan dan Uzbekistan.