Iran Setujui Peta Jalan Perundingan Nuklir
Peta jalan perundingan nuklir disetujui Iran.
REPUBLIKA.CO.ID,WINA -- Iran mengatakan telah menyetujui peta jalan yang disepakati dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk mengatasi masalah luar biasa dalam perundingan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Tapi tuntutan Rusia pada Amerika Serikat (AS) dapat membahayakan hasil perundingan.
Rusia ingin jaminan tertulis dari AS bahwa sanksi-sanksi pada Rusia tidak akan merusak kerjasama mereka dengan Irak sesuai dengan kesepakatan JCPOA. Perjanjian nuklir yang Washington coba hidupkan kembali setelah mati suri sejak 2018 lalu.
"Kami harus meminta jaminan tertulis, proses-proses yang dipicu AS saat ini tidak merusak hak kami untuk melakukan perdagangan penuh dan bebas, kerjasama investasi dan ekonomi dan kerjasama teknis militer dengan Republik Islam (Iran)," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Sabtu (5/3).
Lavrov mengatakan dari sudah pandang Moskow sanksi-sanksi pada Rusia yang diberlakukan atas invasi ke Ukraina menimbulkan "masalah."
"Seharusnya akan baik-baik saja, tapi longsoran sanksi-sanksi agresif dari Barat - dan yang saya pahami belum akan berhenti - di atas segalanya mendorong pengacara mengajukan tuntutan tambahan," katanya.
Pengumuman Iran disampaikan ketika semua pihak yang terlibat dalam perundingan tidak langsung antara Teheran dan Washington untuk menghidupkan kembali JCPOA yang digelar di Wina mengatakan perundingan sudah hampir selesai. Mereka akan mencapai kesepakatan.
"Kami sepakat untuk memberi IAEA dokumen yang berkaitan dengan pertanyaan yang belum terselesaikan antara Teheran dan lembaga itu pada akhir (bulan Iran) Khordad (21 Juni)," kata kepala lembaga nuklir Iran Mohammed Eslami dalam konferensi gabungan dengan kepala IAEA Rafael Grossi.
Grossi tiba di Teheran pada Jumat (4/3) kemarin untuk membahas salah satu masalah paling sulit yang menghalangi JCPOA untuk kembali berjalan. JCPOA merupakan kesepakatan untuk mengendalikan pengayaan uranium Iran dengan imbalan dicabutnya kembali sanksi-sanksi ekonomi pada Teheran.
"Penting untuk memiliki pemahaman ini, untuk bekerja sama, untuk bekerja dengan sangat intensif," kata Grossi dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.
"Tanpa mengatasi masalah-masalah (sulit), upaya membangkitkan kembali JCPOA mungkin mustahil," tambahnya.
Beberapa pejabat mengatakan masalah utama yang dibicarakan antara lain Teheran ingin masalah jejak uranium yang ditemukan di beberapa situs tua di Iran ditutup. Tapi negara-negara Barat mengatakan itu merupakan isu terpisah dalam kesepakatan JCPOA di mana IAEA bukan pihak yang terlibat di dalamnya.
"Masih terdapat beberapa hal yang perlu diatasi Iran," kata Grossi yang juga menggelar pertemuan dengan menteri luar negeri Iran sebelum pulang ke Wina pada Sabtu ini.
Sebagai jalan menuju bangkitnya JCPOA, Garda Revolusi Iran mengungkapkan dua pangkalan militer bawah tanah yang menyimpan rudal dan drone. Iran salah satu negara dengan program rudal terbesar di Timur Tengah. Teheran mengaku rudal mereka dapat terbang sejauh 2.000 kilometer dan mampu menjangkau Israel dan pangkalan AS di kawasan.
IAEA mencari jawaban dari Iran bagaimana jejak uranium bisa sampai di sana. Sebuah topik yang kerap disebut "masalah keamanan luar biasa."
"Kami memutuskan untuk mencoba pendekatan praktis, pragmatik pada isu-isu ini (isu yang tertunda) agar pakar teknis kami dapat melihatnya dengan cara yang sistematis, mendalam, menyeluruh," kata Grossi.
"Tapi juga dengan langkah menuju kesimpulan, dengan maksud untuk sampai ke titik di mana kami sudah menyetujui hasilnya," tambahnya.
Kunjungan Grossi mendorong harapkan kesepakatan dengan IAEA akan membuka jalan bangkitnya JCPOA yang ditinggalkan mantan Presiden AS Donald Trump yang kemudian memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi ke Iran.
Sejak 2019 Iran perlahan-lahan melanggar ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam JCPOA. Mereka membangun kembali persedian uranium yang diperkaya, meningkatkan kemurnian fisil dan memasang sentrifugal canggih untuk mempercepat hasilnya.
IAEA sudah berulang kali melaporkan Iran gagal memberikan penjelasan memuaskan mengenai asal jejak uranium yang telah diproses. Jejak itu mengindikasi terdapat materi nuklir di lokasi yang tidak diungkapkan Iran pada lembaga nuklir PBB itu.