Kisah Mahasiswa Arab Keluar dari Ukraina, Perjalanan Penuh Diskriminasi

Tentara Ukraina memaksa mereka berjalan kaki menuju perbatasan.

AP Photo/Markus Schreiber
Orang-orang yang melarikan diri dari Ukraina mengantre untuk naik bus di perbatasan di Medyka, Polandia, Jumat, 4 Maret 2022. Lebih dari 1 juta orang telah meninggalkan Ukraina setelah invasi Rusia dalam eksodus pengungsi tercepat di abad ini, kata PBB Kamis. Kisah Mahasiswa Arab Keluar dari Ukraina, Perjalanan Penuh Diskriminasi
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika Amani al-Attar meninggalkan Dnipro di tenggara Ukraina pada hari kedua invasi Rusia, dia mengira akan memakan waktu beberapa jam sebelum dia menyeberang ke Polandia yang bertetangga dengan aman. Sebaliknya, perjalanannya jauh dari kata aman.

Baca Juga


Dilansir di Aljazirah, Ahad (6/3/2022), mahasiswa Maroko berusia 25 tahun itu menggambarkan perjalanan yang mengerikan selama berhari-hari yang penuh dengan diskriminasi dari tentara Ukraina, sukarelawan militer, dan warga biasa di sepanjang jalan.

Lebih dari 1 juta orang telah meninggalkan Ukraina sejak dimulainya perang pada 24 Februari menurut Badan Pengungsi PBB. Ribuan warga negara Arab, sebagian besar pelajar yang tinggal di Ukraina, mencari perlindungan di Polandia saat pemerintah mereka berjuang untuk mengevakuasi mereka.

Al-Attar dan sekelompok sembilan temannya–semuanya mahasiswa Arab di Universitas Dnipro–masing-masing membayar 150 dolar AS kepada seorang sopir bus yang berjanji membawa mereka ke perbatasan Polandia. Perjalanan sembilan jam ke Horodok, sebuah kota kecil di luar Lviv di barat Ukraina, sebagian besar lancar, selain sering berhenti di pos pemeriksaan tentara. Namun, sekitar 40 kilomete (18 mil) dari Polandia, semuanya berubah.

Tentara Ukraina menghentikan bus mereka yang berisi 50-an penumpang asing dan memaksa mereka turun. “Mereka hanya menunjuk ke suatu arah dan berkata: ‘Di situlah Polandia. Sekarang berjalanlah,” kenang al-Attar seraya menambahkan tentara mengatakan orang asing tidak akan diizinkan melanjutkan perjalanan lebih jauh dengan kendaraan.

“Kemudian mereka mengemasi bus kami dengan orang Ukraina, dan itu dibawa ke perbatasan,” kata mahasiswa kedokteran gigi itu.

Al-Attar dan teman-temannya bingung tetapi mereka tidak punya pilihan selain melanjutkan dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan, arus kendaraan yang tak berujung yang dipenuhi orang Ukraina mengantre di jalan menuju Polandia. Mobil-mobil bergerak sangat cepat sehingga orang-orang membuka rumah mereka untuk sesama warga Ukraina, Meryem Saber, yang juga bagian dari kelompok itu, mengatakan kepada Aljazirah melalui telepon dari Warsawa.

“Mereka menawarkan warga (Ukraina) makanan, air, dan tempat untuk beristirahat. Tapi ketika mereka melihat kita, mereka langsung memalingkan muka,” kata mahasiswa farmasi Maroko berusia 21 tahun itu.

“Mereka (Ukraina) terus datang dari kenyamanan mobil mereka, sementara kami dibiarkan menggigil di suhu minus 10 derajat Celsius. Mereka tidak ragu melihat kami berjalan di salju dan melewati hutan dengan barang bawaan kami. Itu sangat tidak baik dan merendahkan,” kata al-Attar dengan suaranya yang bergetar.

Setelah beberapa jam berjalan dalam suhu di bawah nol derajat, sekelompok mahasiswa muda itu kedinginan, lapar, dan kelelahan. Mereka mendekati stasiun layanan untuk membeli makanan dan menggunakan toilet, tetapi sekali lagi mereka didorong mundur karena bukan orang Ukraina.

Baca juga : Putin Minta Ukraina Menyerah

“Ketika kami mencoba mengantre, pemilik toko menyuruh kami menunggu sampai semua warga Ukraina terlayani. Ketika selesai, kami tidak menemukan apa pun selain keripik di rak,” kata Saber.

Beberapa jam kemudian, mereka berada 6 kilometer (2,7 mil) dari perbatasan. Pada saat itu, mereka ditangkap oleh tentara Ukraina bersama dengan ribuan orang Arab, India, dan Afrika lainnya yang mencoba melarikan diri dari perang.

“Para prajurit dan sukarelawan menggambar persegi panjang di aspal dan menempatkan kami di dalamnya. Siapa pun yang keluar dari barisan dipukuli dengan tongkat atau gagang senapan,” kata al-Attar.

Al Attar menyebut ketika mereka meminta menggunakan toilet di stasiun layanan yang berjarak beberapa meter, para tentara menolak. Tentara menyuruh mereka buang air di hutan. Ketika mereka mengeluh tentang dingin yang membekukan, para tentara tertawa dan menyarankan mereka menari agar tetap hangat. Satu-satunya hal yang membuat para mahasiswa ini terus maju adalah mereka tidak ingin mati.

Setelah dipindahkan di antara tiga tempat perkemahan dan dibiarkan menunggu selama 12 jam, kelompok itu akhirnya diizinkan untuk melanjutkan, hanya untuk menemukan antrean tanpa akhir lainnya.

https://www.aljazeera.com/news/2022/3/5/thats-poland-now-walk-arab-students-plight-out-of-ukraine

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler