Asosiasi Serikat Pekerja Minta Kemenaker Buat Pusat Pengaduan Perempuan 

Tindakan diskriminasi terhadap perempuan memperberat beban ganda perempuan.

www.piqsels.com
Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menyatakan, pekerja perempuan masih kerap menjadi korban pelecehan maupun tindakan diskriminatif di tempat kerja. Ilustrasi
Rep: Febryan. A Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menyatakan, pekerja perempuan masih kerap menjadi korban pelecehan maupun tindakan diskriminatif di tempat kerja. Karena itu, Aspek Indonesia meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) segera membuat pusat pengaduan perempuan. 

Baca Juga


"Pusat pengaduan dimaksud tentunya harus mampu memberikan perlindungan terhadap korban dan juga menindaklanjuti setiap kasus hingga tuntas dan berkeadilan," kata Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat dalam keterangannya, Selasa (8/3/2022). 

Mirah menjelaskan, seorang pekerja perempuan sebenarnya menjalankan tugas ganda dalam hidupnya, yakni tugas sebagai pekerja dan tugas menjalankan aktivitas rumah tangga. Namun, pekerja perempuan justru mendapatkan tindakan diskriminatif yang semakin memperberat beban mereka seperti diskriminasi upah, dilarang menikah, larangan hamil, dan tidak mendapatkan hak cuti haid. 

"Pemerintah harus memaksimalkan pengawasan dan penindakan terhadap setiap pelanggaran hak-hak pekerja perempuan," ujarnya. 

Di sisi lain, Mirah juga menyerukan kepada seluruh pekerja perempuan di Indonesia untuk bangkit bersama memperjuangkan hak-hak dasar di tempat kerja. Pekerja perempuan harus memahami bahwa mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak adalah hak mereka. 

Untuk mendorong munculnya kesadaran tersebut, Aspek Indonesia mengikuti aksi unjuk rasa memperingati International Women`s Day (IWD) 2022 di depan gedung DPR RI, hari ini. Mirah mengatakan, dalam aksi kali, Aspek Indonesia juga membawa sejumlah tuntutan terkait nasib semua kaum pekerja Indonesia. 

Aspek Indonesia menuntut agar UU Cipta Kerja dan semua turunannya dicabut lantaran sudah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Mirah menilai, UU Cipta Kerja sangat merugikan pekerja karena menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan upah dan jaminan sosial. 

Aspek Indonesia juga mendesak Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah segera mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata, Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Sehingga ada kepastian hukum bahwa pekerja korban PHK benar-benar bisa mencairkan dana JHT-nya sebelum usia 56 tahun.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler