Kemenkes: Pelonggaran Bukan Berarti Indonesia Bebas Ancaman Lonjakan Kasus Covid-19

Pelonggaran aktivitas tetap harus diiringi dengan penerapan protokol kesehatan ketat.

Dok Kemenkes
Pelonggaran mobilitas masyarakat bukan berarti Indonesia bebas ancaman lonjakan kasus Covid-19. Foto: Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi  mengingatkan, pelonggaran mobilitas masyarakat bukan berarti Indonesia bebas ancaman lonjakan kasus Covid-19. Pelonggaran aktivitas masyarakat tetap harus diiringi dengan penerapan protokol kesehatan ketat dan percepatan vaksinasi dosis lengkap serta booster agar upaya transisi dari pandemi menuju endemi bisa berjalan optimal.

Baca Juga


Nadia mengatakan, para pelaku perjalanan harus tetap mematuhi protokol kesehatan meski pemerintah telah menghapus syarat hasil tes Covid-19. Selama perjalanan, para penumpang harus tetap menggunakan masker medis 3 lapis yang menutup hidung, mulut dan dagu, mengganti masker secara berkala, rutin mencuci tangan pakai sabun/hand sanitizer, tidak berbicara satu arah, dan tidak makan minum sepanjang perjalanan penerbangan bagi yang perjalanan kurang dari 2 jam.

 

"Aturan protokol kesehatan pada prinsipnya harus tetap kita tegakkan walaupun kita tidak melakukan permintaan pemeriksaan antigen atau PCR pada orang yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap maupun booster,” tutur Nadia dalam keterangan, Rabu (9/3/2022).

Saat ini, pemerintah sudah membebaskan para pelaku perjalanan domestik di semua moda transportasi darat, laut maupun udara yang telah terpantau mendapatkan vaksinasi dosis lengkap dan booster dari kewajiban tes antigen dan PCR. Dasar dari ketentuan baru ini adalah Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Covid-19 yang berlaku mulai Selasa (8/3/2022) kemarin.

Dengan terbitnya ketentuan baru tersebut, Nadia menekankan bahwa pemerintah tidak sepenuhnya menghapuskan screening bagi para pelaku perjalanan. “Bukan berarti semua orang bisa tanpa tes PCR dan antigen. Surat Edaran dari Satgas sudah keluar dan dinyatakan bahwa yang dibebaskan dari tes antigen dan PCR adalah mereka yang status vaksinasinya lengkap atau sudah mendapatkan vaksinasi booster,” terang Nadia.

Dengan demikian, ia mengatakan, tes antigen dan PCR dengan hasil negatif sebagai syarat perjalanan masih berlaku bagi pelaku perjalanan domestik yang baru mendapatkan vaksin dosis pertama dan yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 karena kondisi kesehatan khusus atau penyakit komorbid. Maksimal pengambilan sampel untuk tes PCR adalah 3×24 jam dan untuk tes antigen 1×24 jam sebelum keberangkatan.

Selain hasil negatif tes antigen dan PCR, ia menambahkan, pelaku perjalanan dalam negeri dengan penyakit komorbid wajib melampirkan surat keterangan dokter dari RS milik pemerintah.

Sebelum check in di keberangkatan atau paling cepat sehari sebelum jadwal penerbangan, seluruh pelaku perjalanan wajib mengisi eHAC di Aplikasi PeduliLindungi. Hal ini untuk mencegah adanya penumpang yang berstatus merah (belum vaksin) dan hitam (kasus konfirmasi) melakukan perjalanan melalui moda transportasi udara.

Karena itu, pemerintah meminta setiap moda transportasi menggunakan aplikasi PeduliLindungi sehingga riwayat perjalanan setiap penumpang bisa terus terpantau.

Ilustrasi Pelaku Perjalanan Domestik - (republika/mardiah)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler